30.8 C
Jakarta
Sunday, December 22, 2024

Agus Salim Bela Terdakwa, Jaksa Menilai Ada Kejanggalan dalam Keterang

PALANGKA RAYA, KALTENGPOS.COSidang
lanjutan perkara pidana korupsi proyek pengerjaan sumur bor melalui Dinas
Lingkungan Hidup
(DLH) Kalteng pada 2018
lalu terungkap fakta baru. Salah satu saksi membela terdakwa Arianto dalam
sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis malam (1/10).

Sidang dipimpin Ketua
Majelis Hakim
Irfanul Hakim dibantu hakim adhoc
Annuar Sakti Siregar dan Dedi Roswandi ini
.
Dalam sidang tersebut,
salah
satu saksi yang dihadirkan j
aksa penuntut umum (JPU),
Agus Salim, mengakui dirinya yang berinisiatif membuat hampir seluruh dokumen
proposal permohonan pengerjaan sumur
bor yang seharusnya
dibuat oleh kelompok masyarakat atau kelompok M
asyarakat
Peduli Api (MPA).

Agus Salim merupakan pegawai honorer di bagian
PPK I
DLH Kalteng. Berdasarkan kesaksian Agus Salim, dalam
pelaksanaan proyek pembuatan sumur bor oleh DLH Kalteng pada tahun 2018 itu,
ada yang dilakukan menggunakan sistem kontraktual swakelola bekerja sama dengan
LPPM, dan ada pula yang langsung swakelola dengan kelompok masyarakat.

“Untuk pekerjaan
pembuatan sumur bor swakelola yang langsung oleh kelompok masyarakat dilakukan
untuk 900 titik
,” kata Agus Salim dalam kesaksiannya
sambil menambahkan bahwa setiap kelompok MPA mengerjakan 50 titik sumur bor.

Agus Salim menyebut nama David,
Wiwin, dan
Kiswo sebagai pihak ketiga yang terlibat dalam 
pekerjaan proyek sumur bor.
Awal mula keterlibatan
pihak ketiga ini, saat dirinya diperintahkan oleh terdakwa Arianto untuk
mengumpulkan  proposal proyek pekerjaan
sumur bor di desa-desa yang telah ditunjuk MPA-nya melakukan pekerjaan
pembuatan sumur bor tersebut.

“Ternyata sampai
mendekati batas waktu akhir pengumpulan proposal,
hanya ada enam
proposal yang masuk
,” ujar Agus Salim lagi.

Karena itu Agus Salim pun melaporkan kepada
Arianto yang merupakan penanggung jawab proyek untuk menanyakan langkah yang
harus diambil selanjutnya.
Arianto pun menginstruksikan kepada Agus
Salim untuk memanggil kembali para ketua kelompok MPA yang belum menyerahkan
proposalnya untuk menagih proposal dimaksud.

“Ternyata sampai batas waktunya belum ada
tanggapan juga,
terus saya lapor ke Pak Arianto.
N
ah,
sesudah itu muncullah orang orang ini
,” ujar Agus Salim
menceritakan awal mula keterlibatan pihak ketiga dalam pekerjaan proyek
tersebut, terutama keterlibatan Wiwin dan David.

Dalam proyek pembuatan sumur bor tersebut,
Wiwin membawahi pomkmas dari Desa Pilang, Bontui, Tanjung Taruna, dan Berkarya.
Sedangkan David memegang pokmas Bahaur dan Jabiren.

“Pada waktu mereka
datang, mereka minta dibuatkan proposal
,” kata Agus Salim seraya
menyebut bahwa selanjutnya ia membuat proposal untuk pokmas yang ditangani Wiwin
dan David.

Dia mengakui bahwa pembuatan proposal untuk
pokmas yang ditangani Wiwin dan David tersebut tanpa sepengetahuan dan izin dari
Arianto.

“Waktu itu Pak Arianto menyuruh saya untuk tetap
tagih ke pokmas” aku Agus Salim lagi.

Adapun alasan Agus Salim berani membuatkan
proposal untuk pokmas yang ditangani Wiwin dan David, yakni karena batas waktu
bagi pokmas untuk memasukkan proposal proyek pekerjaan sumur bor sudah hampir
habis. Sementara berdasarkan aturan, apabila proposal tidak dimasukkan, maka
proyek pekerjaan sumur bor di desa-desa yang telah ditunjuk tersebut tidak bisa
dijalankan.

Baca Juga :  Kelotok Tenggelam, Dua Penumpang Lolos dari Maut

“Saya kira Pak Arianto sudah tahu
jika kami
yang mengerjakan proposal tersebut, karena kami di DLH sudah terbiasa, kalau
ada yang meminta dibuatkan proposa
l,
ya kami
bantu buatkan
,” kata David
beralasan sambil mengatakan bahwa selain mengurus proposal untuk 28 pokmas
tersebut, pihaknya juga mengurus proposal dari 22 kelompok pokmas lainnya yang
mengajukan swakelola pengerjaan tipe 3.

Setelah proposal untuk pokmas dibuat,
tahapan
selanjutnya adalah penandatanganan kontrak kerja yang dilakukan oleh para ketua
MPA yang telah memasukkan proposal ke pihak DLH.

“Penandatanganan kontrak dilakukan di kantor
DLH antara Pak Arianto dengan para ketua MPA
,” ujar Agus Salim lagi.

Agus Salim juga mengaku, setelah  proposal dan kontrak kerja dilakukan, proses
pekerjaan proyek pembuatan sumur bor untuk 900 titik oleh pihak MPA melalui
pihak ketiga tersebut pun mulai dikerjakan. Pena
ndatanganan kontrak itu
sekaligus proses pencairan dana tahap pertama kepada pihak MPA untuk memulai
pekerjaan.
Adapun anggaran untuk satu MPA
yang mengerjakan sumur bor sebanyak 50 titik tersebut sebesar Rp293.000.000-.

Saat ditanya oleh jaksa, selain
kelengkapan  proposal  apakah ada dokumen lain yang dibuatkan oleh
untuk pihak ketiga, Agus Salim mengaku bahwa ia juga membuatkan dokumen
kelengkapan administrasi untuk laporan pekerjaan.

“Selang lima hari setelah
pencairan pertama, mereka harus mengirimkan laporan pekerjaan tahap pertama
untuk pencairan berikutnya
,” tuturnya.

Agus Salim pun diperintahkan oleh terdakwa
Arianto untuk meminta laporan pekerjaan tahap pertama tersebut kepada para
ketua MPA.
“Yang menyetorkan laporan pekerjaan cuman tiga MPA,
yang
lainnya belum
,” ujar Agus Salim.

Karena  belum ada laporan pekerjaan dari para ketua
MPA,
Agus Salim pun melaporkan hal tersebut kepada Arianto,
yang
kemudian memerintahkan dirinya untuk segera menagih laporan tersebut kepada
ketua kelompok MPA.

“Jadi perintah Pak
Arianto jelas, saudara disuruh tagih
kan,”
tanya jaksa Imran lagi.

“Iya pak,” jawab Agus
Salim lagi sambil menyambung keterangannya bahwa Kiswo
,
Wiwin, dan
David selanjutnya datang
kepadanya dan meminta dibuatkan proposal laporan pekerjaan yang akan digunakan
untuk proses kelengkapan administrasi pencairan dana tahap kedua.

Akhirnya Agus Salim pun mengakui bahwa dirinya
pun memenuhi permintaan ketiga orang tersebut. Dia pun mengakui kalau
permintaan ketiga orang tersebut untuk meminta dirinya membuat laporan
pekerjaan tersebut juga tidak dilaporkannya kepada Arianto.

Ditambahkannya, dalam membuat dokumen proposal
maupun laporan pekerjaan tersebut, ia mendapat bantuan dari empat orang
karyawan kontrak yang juga bekerja di kantor DLH Kalteng.

Mereka
adalah Dony Alexander, Ahmad Astam Noor, Marsudi Nogroho, dan Dody Pratama yang
juga turut dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kemarin.

Agus Salim juga mengaku menerima uang sebesar
Rp109.000.000 terkait pembuatan laporan tersebut yang diberikan oleh pihak
ketiga tersebut.

“Uang itu kami bagi rata berlima,
masing-masing
dapat
Rp20 juta,” kata Agus Salim
sambil menyangkal bahwa uang itu bukanlah 
upah mereka  membuat proposal
dan  laporan  yang dianggap anggota majelis hakim sebagai fiktif.

Baca Juga :  Rutan klas IIA, Fasilitasi Vaksinasi 100 Orang WBP

“Saya bilang kepada
mereka bahwa saya bersedia membuatkan mereka laporan asal anggaran pembuatan
laporan sebesar Rp8.300.000 yang ada di dalam RAB diserahkan kepada kami yang
membuat dokumen laporan
,” ujar
Agus Salim.

Sementara empat pegawai kontrak DLH Kalteng
yang ikut membantu Agus Salim membuat dokumen proposal dan laporan pekerjaan
pembuatan sumur bor untuk pihak ketiga, yakni Dony Alexander, Ahmad Astam Noor,
Marsudi Nogroho, dan Dody Pratama yang turut dihadirkan sebagai saksi dalam
persidangan itu, membenarkan kesaksian Agus Salim.

“Kami cuman disuruh bekerja saja sama Pak Agus
Salim, jadi tidak tahu masalah sebenarnya
,” ucap Marsudi Nugroho.

Sementara, terdakwa  Arianto saat diminta tanggapannya
oleh majelis hakim terkait keterangan dari para pegawai kontrak di DLH, ia mengatakan
jika dirinya memang sama sekali tak mengetahui soal perbuatan para pegawainya
tersebut.

“Saya sama sekali tidak
tahu yang mulia
,” ujar Arianto kepada majelis hakim.

Saat ditemui usai sidang,
tim JPU
dari Kejari Palangka Raya mengatakan, pihaknya tak serta-merta memercayai
keterangan yang disampaikan Agus Salim dalam sidang.

“Kesaksian Agus Salim tadi, yang mengatakan
membuat seluruh laporan administrasi tanpa sepengetahuan terdakwa Arianto, itu
fakta sidang yang harus kita akui, walaupun dia menyampaikan  berbagai macam alasannya
,”
kata jaksa
Imran Adiguna
kepada Kalteng Pos.  

Kesaksian tersebut,
menurut Imran, tidak bisa dijadikan patokan bahwa kasus tersebut merupakan
tanggung jawab sepenuhnya Agus Salim.
“Kalau
kita
melihat hirarki keorganisasian,
dia (Agus
Salim)
inikan
bukan pegawai tetap,
apalagi ini bukan pekerjaan di bidangnya, karena Agus Salim
sendiri sebenarnya bertugas di bagian PPK I, sedangkan ini pekerjaan PPK II. Jadi,
soal ini harus kita cek lagi
,” ujar Imran Adiguna.

Lebih lanjut, jaksa yang bertugas
pada Seksi
Pidana Khusus
Kejari Palangka Raya ini mempertanyakan kemampuan dari saksi
Agus Salim yang berani memutuskan sendiri berbagai kebijakan yang dilakukan
tanpa sepengetahuan Arianto selaku ketua PPK II.

“Kenapa ia seorang tenaga
kontrak berani mengambil kebijakan seperti ini
,” ujar Imran yang merasa
janggal bahwa Arianto selaku PPK tidak tahu soal perbuatan Agus Salim tersebut.

Meskipun demikian, Imran mengakui dengan adanya
keterangan Agus Salim,
proses pembuktian keterlibatan terdakwa Arianto dalam kasus
ini menjadi seolah terputus.

“Berdasarkan kesaksian Agus Salim, pembuktian
keterlibatan Arianto
dalam tanda kutip terputus di situ, karena ada orang yang
pasang badan untuknya
,” katanya.

“Kami masih ada saksi lain. Apalagi tadi
dikatakan Agus Salim bahwa dia terlibat dalam proyek ini karena ada penunjukan
langsung dari Pak Arianto, itu faktanya,” ucap Imran
.

Di tempat
yang sama, Rahmadi G Lentam selaku penasihat hukum terdakwa Arianto mengatakan,
fakta persidangan membuktikan bahwa terdakwa Arianto memang tidak terlibat
dalam kasus ini.
“Kita lihat saja sesuai fakta sidang. Saksi
menerangkan apa yang di
a tahu, dia dengar, dan dia lihat. Dan alasan-alasannya hanya
itu saja sebetulnya
,” ujar Rahmadi.

PALANGKA RAYA, KALTENGPOS.COSidang
lanjutan perkara pidana korupsi proyek pengerjaan sumur bor melalui Dinas
Lingkungan Hidup
(DLH) Kalteng pada 2018
lalu terungkap fakta baru. Salah satu saksi membela terdakwa Arianto dalam
sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis malam (1/10).

Sidang dipimpin Ketua
Majelis Hakim
Irfanul Hakim dibantu hakim adhoc
Annuar Sakti Siregar dan Dedi Roswandi ini
.
Dalam sidang tersebut,
salah
satu saksi yang dihadirkan j
aksa penuntut umum (JPU),
Agus Salim, mengakui dirinya yang berinisiatif membuat hampir seluruh dokumen
proposal permohonan pengerjaan sumur
bor yang seharusnya
dibuat oleh kelompok masyarakat atau kelompok M
asyarakat
Peduli Api (MPA).

Agus Salim merupakan pegawai honorer di bagian
PPK I
DLH Kalteng. Berdasarkan kesaksian Agus Salim, dalam
pelaksanaan proyek pembuatan sumur bor oleh DLH Kalteng pada tahun 2018 itu,
ada yang dilakukan menggunakan sistem kontraktual swakelola bekerja sama dengan
LPPM, dan ada pula yang langsung swakelola dengan kelompok masyarakat.

“Untuk pekerjaan
pembuatan sumur bor swakelola yang langsung oleh kelompok masyarakat dilakukan
untuk 900 titik
,” kata Agus Salim dalam kesaksiannya
sambil menambahkan bahwa setiap kelompok MPA mengerjakan 50 titik sumur bor.

Agus Salim menyebut nama David,
Wiwin, dan
Kiswo sebagai pihak ketiga yang terlibat dalam 
pekerjaan proyek sumur bor.
Awal mula keterlibatan
pihak ketiga ini, saat dirinya diperintahkan oleh terdakwa Arianto untuk
mengumpulkan  proposal proyek pekerjaan
sumur bor di desa-desa yang telah ditunjuk MPA-nya melakukan pekerjaan
pembuatan sumur bor tersebut.

“Ternyata sampai
mendekati batas waktu akhir pengumpulan proposal,
hanya ada enam
proposal yang masuk
,” ujar Agus Salim lagi.

Karena itu Agus Salim pun melaporkan kepada
Arianto yang merupakan penanggung jawab proyek untuk menanyakan langkah yang
harus diambil selanjutnya.
Arianto pun menginstruksikan kepada Agus
Salim untuk memanggil kembali para ketua kelompok MPA yang belum menyerahkan
proposalnya untuk menagih proposal dimaksud.

“Ternyata sampai batas waktunya belum ada
tanggapan juga,
terus saya lapor ke Pak Arianto.
N
ah,
sesudah itu muncullah orang orang ini
,” ujar Agus Salim
menceritakan awal mula keterlibatan pihak ketiga dalam pekerjaan proyek
tersebut, terutama keterlibatan Wiwin dan David.

Dalam proyek pembuatan sumur bor tersebut,
Wiwin membawahi pomkmas dari Desa Pilang, Bontui, Tanjung Taruna, dan Berkarya.
Sedangkan David memegang pokmas Bahaur dan Jabiren.

“Pada waktu mereka
datang, mereka minta dibuatkan proposal
,” kata Agus Salim seraya
menyebut bahwa selanjutnya ia membuat proposal untuk pokmas yang ditangani Wiwin
dan David.

Dia mengakui bahwa pembuatan proposal untuk
pokmas yang ditangani Wiwin dan David tersebut tanpa sepengetahuan dan izin dari
Arianto.

“Waktu itu Pak Arianto menyuruh saya untuk tetap
tagih ke pokmas” aku Agus Salim lagi.

Adapun alasan Agus Salim berani membuatkan
proposal untuk pokmas yang ditangani Wiwin dan David, yakni karena batas waktu
bagi pokmas untuk memasukkan proposal proyek pekerjaan sumur bor sudah hampir
habis. Sementara berdasarkan aturan, apabila proposal tidak dimasukkan, maka
proyek pekerjaan sumur bor di desa-desa yang telah ditunjuk tersebut tidak bisa
dijalankan.

Baca Juga :  Kelotok Tenggelam, Dua Penumpang Lolos dari Maut

“Saya kira Pak Arianto sudah tahu
jika kami
yang mengerjakan proposal tersebut, karena kami di DLH sudah terbiasa, kalau
ada yang meminta dibuatkan proposa
l,
ya kami
bantu buatkan
,” kata David
beralasan sambil mengatakan bahwa selain mengurus proposal untuk 28 pokmas
tersebut, pihaknya juga mengurus proposal dari 22 kelompok pokmas lainnya yang
mengajukan swakelola pengerjaan tipe 3.

Setelah proposal untuk pokmas dibuat,
tahapan
selanjutnya adalah penandatanganan kontrak kerja yang dilakukan oleh para ketua
MPA yang telah memasukkan proposal ke pihak DLH.

“Penandatanganan kontrak dilakukan di kantor
DLH antara Pak Arianto dengan para ketua MPA
,” ujar Agus Salim lagi.

Agus Salim juga mengaku, setelah  proposal dan kontrak kerja dilakukan, proses
pekerjaan proyek pembuatan sumur bor untuk 900 titik oleh pihak MPA melalui
pihak ketiga tersebut pun mulai dikerjakan. Pena
ndatanganan kontrak itu
sekaligus proses pencairan dana tahap pertama kepada pihak MPA untuk memulai
pekerjaan.
Adapun anggaran untuk satu MPA
yang mengerjakan sumur bor sebanyak 50 titik tersebut sebesar Rp293.000.000-.

Saat ditanya oleh jaksa, selain
kelengkapan  proposal  apakah ada dokumen lain yang dibuatkan oleh
untuk pihak ketiga, Agus Salim mengaku bahwa ia juga membuatkan dokumen
kelengkapan administrasi untuk laporan pekerjaan.

“Selang lima hari setelah
pencairan pertama, mereka harus mengirimkan laporan pekerjaan tahap pertama
untuk pencairan berikutnya
,” tuturnya.

Agus Salim pun diperintahkan oleh terdakwa
Arianto untuk meminta laporan pekerjaan tahap pertama tersebut kepada para
ketua MPA.
“Yang menyetorkan laporan pekerjaan cuman tiga MPA,
yang
lainnya belum
,” ujar Agus Salim.

Karena  belum ada laporan pekerjaan dari para ketua
MPA,
Agus Salim pun melaporkan hal tersebut kepada Arianto,
yang
kemudian memerintahkan dirinya untuk segera menagih laporan tersebut kepada
ketua kelompok MPA.

“Jadi perintah Pak
Arianto jelas, saudara disuruh tagih
kan,”
tanya jaksa Imran lagi.

“Iya pak,” jawab Agus
Salim lagi sambil menyambung keterangannya bahwa Kiswo
,
Wiwin, dan
David selanjutnya datang
kepadanya dan meminta dibuatkan proposal laporan pekerjaan yang akan digunakan
untuk proses kelengkapan administrasi pencairan dana tahap kedua.

Akhirnya Agus Salim pun mengakui bahwa dirinya
pun memenuhi permintaan ketiga orang tersebut. Dia pun mengakui kalau
permintaan ketiga orang tersebut untuk meminta dirinya membuat laporan
pekerjaan tersebut juga tidak dilaporkannya kepada Arianto.

Ditambahkannya, dalam membuat dokumen proposal
maupun laporan pekerjaan tersebut, ia mendapat bantuan dari empat orang
karyawan kontrak yang juga bekerja di kantor DLH Kalteng.

Mereka
adalah Dony Alexander, Ahmad Astam Noor, Marsudi Nogroho, dan Dody Pratama yang
juga turut dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kemarin.

Agus Salim juga mengaku menerima uang sebesar
Rp109.000.000 terkait pembuatan laporan tersebut yang diberikan oleh pihak
ketiga tersebut.

“Uang itu kami bagi rata berlima,
masing-masing
dapat
Rp20 juta,” kata Agus Salim
sambil menyangkal bahwa uang itu bukanlah 
upah mereka  membuat proposal
dan  laporan  yang dianggap anggota majelis hakim sebagai fiktif.

Baca Juga :  Rutan klas IIA, Fasilitasi Vaksinasi 100 Orang WBP

“Saya bilang kepada
mereka bahwa saya bersedia membuatkan mereka laporan asal anggaran pembuatan
laporan sebesar Rp8.300.000 yang ada di dalam RAB diserahkan kepada kami yang
membuat dokumen laporan
,” ujar
Agus Salim.

Sementara empat pegawai kontrak DLH Kalteng
yang ikut membantu Agus Salim membuat dokumen proposal dan laporan pekerjaan
pembuatan sumur bor untuk pihak ketiga, yakni Dony Alexander, Ahmad Astam Noor,
Marsudi Nogroho, dan Dody Pratama yang turut dihadirkan sebagai saksi dalam
persidangan itu, membenarkan kesaksian Agus Salim.

“Kami cuman disuruh bekerja saja sama Pak Agus
Salim, jadi tidak tahu masalah sebenarnya
,” ucap Marsudi Nugroho.

Sementara, terdakwa  Arianto saat diminta tanggapannya
oleh majelis hakim terkait keterangan dari para pegawai kontrak di DLH, ia mengatakan
jika dirinya memang sama sekali tak mengetahui soal perbuatan para pegawainya
tersebut.

“Saya sama sekali tidak
tahu yang mulia
,” ujar Arianto kepada majelis hakim.

Saat ditemui usai sidang,
tim JPU
dari Kejari Palangka Raya mengatakan, pihaknya tak serta-merta memercayai
keterangan yang disampaikan Agus Salim dalam sidang.

“Kesaksian Agus Salim tadi, yang mengatakan
membuat seluruh laporan administrasi tanpa sepengetahuan terdakwa Arianto, itu
fakta sidang yang harus kita akui, walaupun dia menyampaikan  berbagai macam alasannya
,”
kata jaksa
Imran Adiguna
kepada Kalteng Pos.  

Kesaksian tersebut,
menurut Imran, tidak bisa dijadikan patokan bahwa kasus tersebut merupakan
tanggung jawab sepenuhnya Agus Salim.
“Kalau
kita
melihat hirarki keorganisasian,
dia (Agus
Salim)
inikan
bukan pegawai tetap,
apalagi ini bukan pekerjaan di bidangnya, karena Agus Salim
sendiri sebenarnya bertugas di bagian PPK I, sedangkan ini pekerjaan PPK II. Jadi,
soal ini harus kita cek lagi
,” ujar Imran Adiguna.

Lebih lanjut, jaksa yang bertugas
pada Seksi
Pidana Khusus
Kejari Palangka Raya ini mempertanyakan kemampuan dari saksi
Agus Salim yang berani memutuskan sendiri berbagai kebijakan yang dilakukan
tanpa sepengetahuan Arianto selaku ketua PPK II.

“Kenapa ia seorang tenaga
kontrak berani mengambil kebijakan seperti ini
,” ujar Imran yang merasa
janggal bahwa Arianto selaku PPK tidak tahu soal perbuatan Agus Salim tersebut.

Meskipun demikian, Imran mengakui dengan adanya
keterangan Agus Salim,
proses pembuktian keterlibatan terdakwa Arianto dalam kasus
ini menjadi seolah terputus.

“Berdasarkan kesaksian Agus Salim, pembuktian
keterlibatan Arianto
dalam tanda kutip terputus di situ, karena ada orang yang
pasang badan untuknya
,” katanya.

“Kami masih ada saksi lain. Apalagi tadi
dikatakan Agus Salim bahwa dia terlibat dalam proyek ini karena ada penunjukan
langsung dari Pak Arianto, itu faktanya,” ucap Imran
.

Di tempat
yang sama, Rahmadi G Lentam selaku penasihat hukum terdakwa Arianto mengatakan,
fakta persidangan membuktikan bahwa terdakwa Arianto memang tidak terlibat
dalam kasus ini.
“Kita lihat saja sesuai fakta sidang. Saksi
menerangkan apa yang di
a tahu, dia dengar, dan dia lihat. Dan alasan-alasannya hanya
itu saja sebetulnya
,” ujar Rahmadi.

Terpopuler

Artikel Terbaru