26.7 C
Jakarta
Saturday, April 20, 2024

Bupati Talaud Nonaktif Keberatan Dituntut 7 Tahun Penjara

Bupati Talaud nonaktif Sri Wahyumi Maria
Manalip merasa keberatan atas tuntutan hukuman yang dilayangkan oleh jaksa
penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, Sri
dituntut dengan pidana tujuh tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam
bulan kurungan.

“Tujuh tahun penjara ini sangat memberatkan
bagi saya dan sungguh tidak adil. Sepertinya, saya sudah dianggap melakukan
kejahatan luar biasa bagi masyarakat dan daerah yang saya pimpin,” kata Sri
membacakan nota pembelaan atau pleidoi, di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta,
Senin (2/12).

Dalam nota pembelaannya, Sri juga menepis
anggapan bahwa dirinya telah menerima gratifikasi berupa barang maupun uang.
Salah satunya, jam tangan merek Rolex seharga Rp 224,500,000 yang diberikan
seorang pengusaha Bernard Hanafi. Dia mengklaim, pemberiaan itu merupakan
bagian dari hadiah ulang tahunnya.

“Pemberian itu terjadi secara spontan. Karena
Bernard menawarkan lewat telepon, ‘jangan sungkan-sungkan Mi. Saya anggap kita
ini seperti saudara, apa yang bisa saya bantu?’ Sehingga seorang wanita yang
mendapat perhatian dari sahabat secara spontan saya sampaikan, ‘berikan jam
tangan Rolex ya, untuk hadiah ulang tahun saya,’ dan sampai perkara ini
disidangkan saya tak pernah terima jam tangan tersebut,” ucap Sri menirukan
obrolanya dengan Bernard.

Baca Juga :  Tak Main-Main, Kejari Bakal Hadapi Korporasi Pembakar Hutan

Tak hanya itu, Sri juga menampik terkait
anggapan bahwa dirinya telah meminta jatah fee 10 persen atas pembangunan Pasar
Beo dan Pasar Lirung kepada Bernard. Dia mengklaim, perusahaan Bernard tak
pernah mendapatkan proyek atas pembangunan revitalisasi dua pasar tersebut.

“Tanggal 27 April 2019 sudah ada pengumuman
dari Pokja, bahwa perusahaan Bernard tidak menang tender karena tidak memenuhi
syarat, tetapi tanggal 30 (April 2019) saya ditangkap,” ungkap Sri.

Kendati dituntut tujuh tahun penjara, Sri
mempertanyakan langkah tersebut. Dia menilai, tuntutan itu tidak selaras dengan
kinerja dan prestasi yang telah dilakukan sesaat menjabat sebagai Bupati
Talaud. Dia pun berharap, agar majelis hakim Tipikor Jakarta Pusat dapat
memvonis dengan seadil-adilnya.

“Apakah tuntutan ini adalah imbalan atas kerja
keras saya yang selama ini membangun Indonesia dari ujung perbatasan. Apakah
tuntutan ini imbalan bagi saya yg mengangkat harkat dan maratabat orang di
perbatasan. Semoga masih ada keadilan yang tersisa bagi saya. saya ingin pulang
yang mulia,” tukas Sri.

Dalam perkara ini, Sri Wahyumi Maria Manalip
dituntut pidana penjara selama tujuh tahun, denda Rp500 juta subsider enam
bulan kurungan. Bahkan Sri mendapat pidana tambahan yakni dicabutnya hak
politik selama lima tahun.

Baca Juga :  Tertunda Pilgub Kalteng, Pemeriksaan Tersangka Kasus Dugaan Penggelap

Sri Wahyumi dianggap telah meminta orang kepercayaannya
yakni Benhul Lalenoh mencarikan kontraktor yang bersedia menggarap proyek di
Pemerintah Kabupaten Talaud, dengan catatan mau memberikan fee 10 persen.
Lantas, Benhul menawarkan seorang pengusaha bernama Bernard Hanafi untuk
menggarap proyek tersebut.

Sebagai imbalannya, Bernard memberikan fee 10
persen dalam bentuk barang mewah sesuai permintaan Sri Wahyumi. Beberapa barang
mewah itu yakni Handbag Chanel senilai Rp 97,360,000, Tas Balenciaga bernilai
Rp 32,995,000, dan jam tangan Rolex seharga Rp 224,500,000.

Kemudian, anting berlian Adelle bernilai
Rp32,075,000 dan cincin berlian Rp 76,925,000. Terakhir uang tunai sebesar Rp
50,000,000.

Diduga, sejumlah uang itu diberikan terkait
dengan dua proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Talaud yakni Pasar Lirung dan
Pasar Beo. Diduga, terdapat proyek-proyek lain yang dibicarakan oleh ketiga
orang tersebut.

Sri Wahyumi dan Benhul diganjar Pasal 12 huruf a atau b ayat (1)
atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP.(jpc)

 

Bupati Talaud nonaktif Sri Wahyumi Maria
Manalip merasa keberatan atas tuntutan hukuman yang dilayangkan oleh jaksa
penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, Sri
dituntut dengan pidana tujuh tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam
bulan kurungan.

“Tujuh tahun penjara ini sangat memberatkan
bagi saya dan sungguh tidak adil. Sepertinya, saya sudah dianggap melakukan
kejahatan luar biasa bagi masyarakat dan daerah yang saya pimpin,” kata Sri
membacakan nota pembelaan atau pleidoi, di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta,
Senin (2/12).

Dalam nota pembelaannya, Sri juga menepis
anggapan bahwa dirinya telah menerima gratifikasi berupa barang maupun uang.
Salah satunya, jam tangan merek Rolex seharga Rp 224,500,000 yang diberikan
seorang pengusaha Bernard Hanafi. Dia mengklaim, pemberiaan itu merupakan
bagian dari hadiah ulang tahunnya.

“Pemberian itu terjadi secara spontan. Karena
Bernard menawarkan lewat telepon, ‘jangan sungkan-sungkan Mi. Saya anggap kita
ini seperti saudara, apa yang bisa saya bantu?’ Sehingga seorang wanita yang
mendapat perhatian dari sahabat secara spontan saya sampaikan, ‘berikan jam
tangan Rolex ya, untuk hadiah ulang tahun saya,’ dan sampai perkara ini
disidangkan saya tak pernah terima jam tangan tersebut,” ucap Sri menirukan
obrolanya dengan Bernard.

Baca Juga :  Tak Main-Main, Kejari Bakal Hadapi Korporasi Pembakar Hutan

Tak hanya itu, Sri juga menampik terkait
anggapan bahwa dirinya telah meminta jatah fee 10 persen atas pembangunan Pasar
Beo dan Pasar Lirung kepada Bernard. Dia mengklaim, perusahaan Bernard tak
pernah mendapatkan proyek atas pembangunan revitalisasi dua pasar tersebut.

“Tanggal 27 April 2019 sudah ada pengumuman
dari Pokja, bahwa perusahaan Bernard tidak menang tender karena tidak memenuhi
syarat, tetapi tanggal 30 (April 2019) saya ditangkap,” ungkap Sri.

Kendati dituntut tujuh tahun penjara, Sri
mempertanyakan langkah tersebut. Dia menilai, tuntutan itu tidak selaras dengan
kinerja dan prestasi yang telah dilakukan sesaat menjabat sebagai Bupati
Talaud. Dia pun berharap, agar majelis hakim Tipikor Jakarta Pusat dapat
memvonis dengan seadil-adilnya.

“Apakah tuntutan ini adalah imbalan atas kerja
keras saya yang selama ini membangun Indonesia dari ujung perbatasan. Apakah
tuntutan ini imbalan bagi saya yg mengangkat harkat dan maratabat orang di
perbatasan. Semoga masih ada keadilan yang tersisa bagi saya. saya ingin pulang
yang mulia,” tukas Sri.

Dalam perkara ini, Sri Wahyumi Maria Manalip
dituntut pidana penjara selama tujuh tahun, denda Rp500 juta subsider enam
bulan kurungan. Bahkan Sri mendapat pidana tambahan yakni dicabutnya hak
politik selama lima tahun.

Baca Juga :  Tertunda Pilgub Kalteng, Pemeriksaan Tersangka Kasus Dugaan Penggelap

Sri Wahyumi dianggap telah meminta orang kepercayaannya
yakni Benhul Lalenoh mencarikan kontraktor yang bersedia menggarap proyek di
Pemerintah Kabupaten Talaud, dengan catatan mau memberikan fee 10 persen.
Lantas, Benhul menawarkan seorang pengusaha bernama Bernard Hanafi untuk
menggarap proyek tersebut.

Sebagai imbalannya, Bernard memberikan fee 10
persen dalam bentuk barang mewah sesuai permintaan Sri Wahyumi. Beberapa barang
mewah itu yakni Handbag Chanel senilai Rp 97,360,000, Tas Balenciaga bernilai
Rp 32,995,000, dan jam tangan Rolex seharga Rp 224,500,000.

Kemudian, anting berlian Adelle bernilai
Rp32,075,000 dan cincin berlian Rp 76,925,000. Terakhir uang tunai sebesar Rp
50,000,000.

Diduga, sejumlah uang itu diberikan terkait
dengan dua proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Talaud yakni Pasar Lirung dan
Pasar Beo. Diduga, terdapat proyek-proyek lain yang dibicarakan oleh ketiga
orang tersebut.

Sri Wahyumi dan Benhul diganjar Pasal 12 huruf a atau b ayat (1)
atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru