PROKALTENG.CO-Bersama perwakilan tiga pasangan capres-cawapres, kemarin (14/12) KPU secara resmi menggelar evaluasi pelaksanaan debat perdana Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Salah satu yang disoroti adalah desain venue panggung dan keriuhan penonton yang dinilai mengganggu jalannya debat.
Dalam debat perdana, panggung menggunakan sistem town hall. Dalam konsep tersebut, semua paslon berada di tengah, dikelilingi para undangan dan penonton.
Menurut Komisioner KPU RI August Mellaz, secara desain, konsep tersebut menarik. Sebab, paslon dekat dengan audiens. Namun, ada sejumlah kendala teknis. ”Meski menarik, ada keterbatasan juga dalam konteks broadcast, lighting segala macam,” ujarnya di kantor KPU RI tadi malam.
Untuk debat selanjutnya, lanjut dia, konsep venue akan dipertimbangkan lebih lanjut. Selain itu, KPU mempertimbangkan adanya atribut lain di panggung seperti podium. Namun, itu baru sebatas usulan.
Hal lain yang menjadi sorotan adalah ketaatan pada tata tertib. Diakuinya, masih ditemukan insiden-insiden yang membuat acara kurang kondusif. ”Jadi, nanti lebih memperkuat koordinasi antara KPU dengan tim paslon,” imbuhnya.
Salah satu insiden yang menjadi sorotan adalah perilaku cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka yang kedapatan melakukan provokasi ke arah penonton untuk lebih bersemangat. Mellaz mengatakan, peristiwa itu menjadi catatan yang disampaikan KPU kepada tim paslon nomor urut 2. ”Teguran disampaikan ke tim paslon,” terangnya.
Sementara itu, Juru Bicara Anies-Muhaimin Surya Tjandra mengatakan, salah satu catatan pihaknya adalah akses bagi kelompok difabel. Dari keluhan yang diterima, banyak kelompok difabel yang tidak memahami isi debat. KPU memang menyediakan peraga bahasa isyarat. Namun, dari keluhan yang masuk, jenis bahasa isyarat yang digunakan sudah tidak update. ”Banyak isyaratnya itu sudah ketinggalan, jadi sudah tidak dipakai oleh tuli yang sekarang,” ujarnya.
Selain itu, ukuran alat peraga untuk tayangan di televisi terlalu kecil. ”Jadi nggak kelihatan. Jadi, kami mengusulkan supaya ada perbaikan,” kata mantan politikus PSI tersebut.
Bahasa isyarat yang tak dipahami, kata Surya, bisa berdampak fatal. Sebab, bisa jadi dimaknai berbeda dari maksud yang sebenarnya. ”Ada istilah (bahasa isyarat) bebas demokrasi itu isyaratnya jadi sebagian teman-teman tuli menangkapnya perkosa,” tuturnya.
Untuk itu, dia mengusulkan agar kualitas juru bahasa isyarat ditingkatkan. Bahkan, perlu satu capres satu juru bahasa isyarat. ”Kenapa? Karena debat. Ketika dia cuma satu juru bahasa isyarat, padahal perdebatan, mereka nggak tahu siapa yang sedang bicara,” tegasnya.
Sementara itu, untuk debat ketiga, KPU mengisyaratkan akan menggunakan hotel sebagai lokasi pelaksanaan debat. Namun, untuk detail hotelnya, KPU masih menunggu usulan dari pihak penyiaran. (far/c6/fal/jpg)