PROKALTENG.CO–Debat capres-cawapres riuh diperbincangkan seiring rencana KPU mengubah format. Sebenarnya, seberapa berpengaruh pelaksanaan debat terhadap elektabilitas pasangan calon (paslon)? Bagaimana efektivitasnya dalam mendongkrak suara?
Lembaga Survei Indonesia (LSI) memastikan bahwa debat capres-cawapres memang membawa pengaruh terhadap peningkatan elektabilitas. Namun, angkanya terbilang kecil.
Menurut Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan, pengaruh debat terhadap elektabilitas berkisar antara 3 hingga 5 persen. Tidak seberapa. ”Tak banyak berpengaruh ke elektabilitas,” jelasnya.
Namun, beda cerita bila kandidat melakukan kesalahan fatal dalam debat tersebut. Kesalahan itu akan berdampak serius terhadap elektabilitas paslon.
”Entah salah menjawab atau dalam bersikap selama debat,” kata Djayadi.
Sebenarnya, lanjut dia, fungsi debat lebih banyak untuk memperkuat orang-orang yang sudah mendukung sedari awal. Jadi, mereka semakin yakin dengan kandidat yang akan dipilih. ”Sebab, yang menonton itu pendukung masing-masing kandidat,” paparnya.
Namun, debat juga bisa berpengaruh terhadap pemilih yang masih ragu-ragu dan pemilih kritis. Asalkan, format debat harus memungkinkan untuk masing-masing kandidat berdebat secara substantif, interaktif, dan saling adu gagasan. ”Yang paling penting tidak formalistis,” tegasnya.
Dalam empat kali pilpres sebelumnya, debat capres-cawapres cenderung monoton, formalistis, dan terkesan bak lomba pidato. ”Karena moderator tidak berfungsi sebagai pembawa acara. Tidak dapat mengajukan pertanyaan lanjutan,” ulasnya.
Konsep debat semacam itu membuat penonton tidak bisa melihat kualitas sebenarnya dari para kandidat. Nah, debat Pilpres 2024, tampaknya, juga akan kembali seperti debat yang sudah-sudah. Cenderung kaku dan formalistis. ”Apalagi, lima kali debat, pasangan calon hadir semua,” jelasnya. Rencana peniadaan debat khusus cawapres juga membuat debat sulit untuk substantif.
Djayadi menuturkan, debat yang ideal adalah tiga kali khusus untuk capres dan dua kali untuk cawapres. Lalu, moderator harus diberi wewenang mengajukan pertanyaan pendalaman. Akan lebih baik juga apabila audiens diperbolehkan untuk mengajukan pertanyaan. ”Format tempat tidak hanya berdiri di mimbar, tapi juga duduk berhadapan,” terangnya. (idr/c7/fal)