25.7 C
Jakarta
Tuesday, September 30, 2025

Jemaah Lelah, Maskapai Payah

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Evaluasi penyelenggaraan ibadah haji 2025 di Kalimantan Tengah menyisakan sederet catatan. Mulai dari jemaah yang tersesat di Mina, fasilitas yang padat, hingga maskapai penerbangan yang membuat stres. Satu masalah belum selesai, yang lain sudah menunggu.

Dilansir dari Kalteng Pos, semua itu dibahas dalam Rapat Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji Kalteng 2025, Senin (28/7), di Ballroom Hotel Aurilla. Plt Kakanwil Kemenag Kalteng, H. Hasan Basri, melaporkan bahwa jumlah jemaah asal Kalteng tahun ini mencapai 1.612 orang. Termasuk di antaranya 81 lansia prioritas. Mereka diberangkatkan melalui Embarkasi Banjarmasin (BDJ), dengan biaya Rp93.310.259 per orang.

Meski secara umum berjalan baik, enam jemaah dari Kalteng meninggal dunia. Mereka berasal dari Pulang Pisau, Kapuas, Kotawaringin Timur, dan Kotawaringin Barat.

Baca Juga :  75.887 Jamaah Haji Sudah Berangkat, Kesehatan Jadi Prioritas

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalteng mencatat bahwa sebagian besar yang wafat menderita penyakit jantung, stroke, dan gangguan pernapasan akut.

“Tingginya angka jemaah risiko tinggi hingga 65 persen menjadi perhatian serius. Sayangnya, banyak di antaranya tidak membawa obat pribadi, dan ini memperberat risiko selama di Tanah Suci,” kata perwakilan Dinkes dalam rapat tersebut.

Masalah teknis di lapangan juga muncul. Perwakilan Kabupaten Barito Timur menyoroti lambatnya transportasi dari Muzdalifah ke Mina. Akibatnya, jemaah kebingungan. Di tenda, ruang yang sempit memaksa sebagian untuk tidur di luar.

Sementara itu, kualitas layanan maskapai penerbangan juga dipertanyakan. Lion Air yang digunakan dinilai tidak layak.

“Tempat duduknya sangat sempit, makanan kurang, dan tidak ada audio. Banyak yang stres dalam perjalanan,” ungkap salah satu perwakilan.

Baca Juga :  7 Calon Jemaah Haji Palangka Raya Sulit Dihubungi, Kemenag Lakukan Pencarian

Rapat itu menyimpulkan perlunya pembenahan dari hulu ke hilir. Pemeriksaan kesehatan harus dilakukan jauh sebelum keberangkatan. Pemilihan maskapai tidak hanya soal harga, tapi juga soal kenyamanan dan kelayakan terbang jarak jauh.

Koordinasi antarpetugas juga menjadi poin penting. Semua harus saling menopang, agar jemaah bisa beribadah dengan aman dan layak. Ini bukan soal teknis semata, tapi bagian dari perlindungan negara kepada warganya dalam perjalanan spiritual yang tidak ringan.

Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan SDM, Hamka, saat membacakan sambutan tertulis Gubernur, menegaskan bahwa evaluasi ini bukan sekadar formalitas.

“Evaluasi adalah cerminan dari tata kelola pemerintahan yang akuntabel dan bertanggung jawab,” ujarnya. (*rif/ala)

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Evaluasi penyelenggaraan ibadah haji 2025 di Kalimantan Tengah menyisakan sederet catatan. Mulai dari jemaah yang tersesat di Mina, fasilitas yang padat, hingga maskapai penerbangan yang membuat stres. Satu masalah belum selesai, yang lain sudah menunggu.

Dilansir dari Kalteng Pos, semua itu dibahas dalam Rapat Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji Kalteng 2025, Senin (28/7), di Ballroom Hotel Aurilla. Plt Kakanwil Kemenag Kalteng, H. Hasan Basri, melaporkan bahwa jumlah jemaah asal Kalteng tahun ini mencapai 1.612 orang. Termasuk di antaranya 81 lansia prioritas. Mereka diberangkatkan melalui Embarkasi Banjarmasin (BDJ), dengan biaya Rp93.310.259 per orang.

Meski secara umum berjalan baik, enam jemaah dari Kalteng meninggal dunia. Mereka berasal dari Pulang Pisau, Kapuas, Kotawaringin Timur, dan Kotawaringin Barat.

Baca Juga :  75.887 Jamaah Haji Sudah Berangkat, Kesehatan Jadi Prioritas

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalteng mencatat bahwa sebagian besar yang wafat menderita penyakit jantung, stroke, dan gangguan pernapasan akut.

“Tingginya angka jemaah risiko tinggi hingga 65 persen menjadi perhatian serius. Sayangnya, banyak di antaranya tidak membawa obat pribadi, dan ini memperberat risiko selama di Tanah Suci,” kata perwakilan Dinkes dalam rapat tersebut.

Masalah teknis di lapangan juga muncul. Perwakilan Kabupaten Barito Timur menyoroti lambatnya transportasi dari Muzdalifah ke Mina. Akibatnya, jemaah kebingungan. Di tenda, ruang yang sempit memaksa sebagian untuk tidur di luar.

Sementara itu, kualitas layanan maskapai penerbangan juga dipertanyakan. Lion Air yang digunakan dinilai tidak layak.

“Tempat duduknya sangat sempit, makanan kurang, dan tidak ada audio. Banyak yang stres dalam perjalanan,” ungkap salah satu perwakilan.

Baca Juga :  7 Calon Jemaah Haji Palangka Raya Sulit Dihubungi, Kemenag Lakukan Pencarian

Rapat itu menyimpulkan perlunya pembenahan dari hulu ke hilir. Pemeriksaan kesehatan harus dilakukan jauh sebelum keberangkatan. Pemilihan maskapai tidak hanya soal harga, tapi juga soal kenyamanan dan kelayakan terbang jarak jauh.

Koordinasi antarpetugas juga menjadi poin penting. Semua harus saling menopang, agar jemaah bisa beribadah dengan aman dan layak. Ini bukan soal teknis semata, tapi bagian dari perlindungan negara kepada warganya dalam perjalanan spiritual yang tidak ringan.

Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan SDM, Hamka, saat membacakan sambutan tertulis Gubernur, menegaskan bahwa evaluasi ini bukan sekadar formalitas.

“Evaluasi adalah cerminan dari tata kelola pemerintahan yang akuntabel dan bertanggung jawab,” ujarnya. (*rif/ala)

Terpopuler

Artikel Terbaru