PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) atau penyedot yang marak di Kalimantan Tengah kembali disorot. Aktivitas yang berlangsung di aliran Sungai Kahayan ini terbukti merusak lingkungan, namun pada saat yang sama menjadi tumpuan ekonomi masyarakat pedalaman.
Kondisi itulah yang membuat pemerintah daerah mendorong solusi melalui skema Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan pembentukan Koperasi Merah Putih untuk menata dan melembagakan aktivitas tambang rakyat.
Gubernur Kalteng, Agustiar Sabran, mengakui kerusakan alam yang terjadi di sejumlah wilayah, termasuk Kasongan dan Gunung Mas. Namun penertiban represif sulit dijalankan saat ini, karena persoalan tambang ilegal berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup masyarakat. Hal itu ia sampaikan dalam diskusi terbuka bersama awak media di Istana Isen Mulang, Palangka Raya, Rabu (3/12/25).
“Kami mempelajari persoalan ini. Ini memang buah simalakama. Satu sisi harus menegakkan aturan, tapi di sisi lain ekonomi masyarakat belum kuat,” ujar Agustiar.
Ia menyebut aparat pun menghadapi dilema moral di lapangan. “Ini urusan perut. Polisi juga serba salah kalau harus menindak masyarakatnya sendiri,” tambahnya.
Sebagai jalan tengah, pemerintah daerah telah menyampaikan kondisi ini kepada pemerintah pusat. Presiden, lanjut Agustiar, mengarahkan pembentukan Koperasi Merah Putih agar penambangan rakyat tidak lagi dilakukan secara liar dan perorangan, tetapi terorganisasi melalui badan hukum seperti koperasi atau UMKM.
“Nanti arahnya tidak lagi IPR perorangan, tapi lewat koperasi. Supaya jelas pemasukan untuk PAD dan tertib penataannya,” jelasnya.
Wakil Gubernur Kalteng, Edy Pratowo, menegaskan bahwa usulan WPR dari sejumlah kabupaten sudah disampaikan ke pemerintah pusat melalui Dinas ESDM.
“Pak Gubernur sudah mengusulkan beberapa WPR dari tiap kabupaten sebagai solusi bagi masyarakat. Datanya lengkap di ESDM,” ujarnya.
Saat ini, pemerintah daerah menunggu keputusan final dari pemerintah pusat yang sedang melakukan evaluasi dan penataan ulang perizinan pertambangan.
“Sudah ditanggapi, tapi pemerintah pusat sedang menata perizinan. Kita sabar dulu,” lanjut Edy.
Meski pendekatan sementara masih persuasif, pemerintah memastikan penertiban hukum akan diberlakukan secara ketat ketika regulasi WPR dan Koperasi Merah Putih telah resmi berjalan.
“Untuk jangka menengah dan panjang pasti ada penertiban. Kalau kebijakan legalisasi sudah keluar, tambang ilegal tidak bisa lagi dibiarkan,” pungkas Agustiar. (her)


