PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Wali Kota Palangka Raya, Fairid Naparin, kembali menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, provinsi, dan daerah dalam penyusunan Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Hal ini disampaikannya usai menghadiri Musrenbang RKPD Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2026 bersama Wakil Menteri Dalam Negeri di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalimantan Tengah, Kamis (10/4/2025).
Dia menjelaskan bahwa penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tidak bisa dilakukan secara terpisah. Ia menekankan bahwa arah pembangunan harus selaras dengan kebijakan nasional (RPJMN) dan provinsi agar hasilnya maksimal dan tidak tumpang tindih.
“Pemerintah Kota Palangka Raya telah mengusulkan 50 program prioritas dalam RPJMD yang tengah digodok. Dari jumlah tersebut, 12 program sudah dalam proses verifikasi oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah. Harapan kamu tentu verifikasi bisa segera rampung agar program-program tersebut dapat direalisasikan dalam waktu dekat,” jelasnya saat diwawancarai awak media, Kamis (10/4/2025).
Tak hanya soal program, Fairid juga menyoroti persoalan mendasar yang dihadapi Kota Palangka Raya, yakni keterbatasan ruang untuk pembangunan. Ia memaparkan bahwa sekitar 81 persen wilayah kota ini masih tergolong kawasan hutan, sehingga hanya 19 persen yang bisa dimanfaatkan secara legal untuk pembangunan infrastruktur dan layanan publik.
“Ini jadi masalah karena secara eksisting, sekitar 30 hingga 40 persen lahan yang sebenarnya sudah dikuasai dan digunakan masyarakat justru secara administrasi masih termasuk kawasan hutan. Padahal, mereka sudah tinggal dan membuka lahan lama di sana,” ungkap Fairid.
Kondisi tersebut membuat pemerintah kota mengalami hambatan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Lahan-lahan yang seharusnya menjadi sumber pajak tidak bisa dikenakan pajak karena statusnya yang masih hutan, padahal aktivitas ekonomi sudah berjalan di sana.
Akibat dari pernasalahan tersebut, menurut Fairid, warga meminta pembangunan infrastruktur seperti jalan dan fasilitas umum, namun pemerintah terkendala regulasi. Sehingga tidak bisa bergerak leluasa.
“Kami tidak punya dasar hukum untuk bangun jalan atau menarik pajak. Ini situasi yang dilematis,” ujarnya.
Fairid mengatakan bahwa idealnya, Kota Palangka Raya memiliki paling tidak 40 persen wilayah yang bisa dikembangkan. Sebagai ibu kota provinsi, kota ini membutuhkan ruang yang memadai untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan pelayanan publik.
“Idealnya Kota Palangka Raya memiliki setidaknya 40 persen wilayah yang bisa dibangun, mengingat statusnya sebagai ibu kota provinsi dan wilayah yang sedang berkembang,” lanjutnya.
Ia menegaskan bahwa koordinasi dengan kementerian terkait seperti ATR/BPN, KLHK, serta Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah terus dilakukan. Namun ia juga mengingatkan bahwa upaya tersebut perlu ditindaklanjuti secara nyata agar permasalahan tata ruang tidak berlarut-larut.
“Media dan masyarakat harus tahu bahwa ini bukan sekadar masalah teknis pemerintahan, tapi menyangkut masa depan kota dan kehidupan sehari-hari warga. Kita semua perlu terlibat dalam mencari solusi,” pungkasnya. (ndo)