29 C
Jakarta
Wednesday, April 24, 2024

Petani di Gadabung Keluhkan Gagal Tanam

PULANG PISAU – Produksi
padi di Kabupaten Pulang Pisau terancam turun. Pasalnya, sejumlah petani di Desa
Gadabung, Kecamatan Pandih Batu mengalami gagal tanam, akibat naiknya pirit di
lahan pertanian mereka.

Desa Gadabung
merupakan salah satu lumbung padi di Kabupaten Pulang Pisau. Kondisi ini
membuat petani di wilayah itu menjerit. “Empat hektare lahan saya gagal tanam,”
kata Imam, salah satu petani di desa tersebut saat dikonfirmasi Kalteng Pos, Kamis
(5/3).

Imam mengaku,
akibat kondisi itu, dia mengalami kerugian yang cukup besar. “Kerugian saya
sekitar Rp20 juta lebih. Itu hanya untuk bibit dan operasional. Untuk pupuk
belum terhitung,” ungkapnya.

Dia mengaku,
biasanya dalam satu kali musim tanam dirinya bisa panen padi sebanyak 5,65 ton
per hektare. “Kalau empat hektare, sudah berapa?” katanya lagi.

Imam mengaku,
dari seluruh lahan pertanian di desanya ada sekitar 30 persen lebih yang
mengalami gagal tanam. “Padinya tidak mau tumbuh, karena pirit naik. Ini
terjadi karena adanya kemarau panjang yang mengakibatkan tanam sempat kering,”
ujarnya.

Dia juga
mengungkapkan, terkait kondisi itu, gabungan kelompok tani sudah melaporkan
permasalahan tersebut ke Dinas Pertanian Pulang Pisau. “Namun sampai saat ini
belum ada respons. Belum ada petugas yang turun,” akuinya.

Padahal,
lanjutnya, pihaknya menginginkan adanya solusi dari Dinas Pertanian untuk
mengatasi masalah tersebut. “Kalau memang ada obat, apa obatnya yang bisa
dipergunakan untuk mempercepat pemulihan kondisi tanah,” harapnya.

Baca Juga :  Penanaman di 3 Ribu Hektare Lahan Ekstensifikasi Rampung Maret

Memang, lanjut
dia, yang paling bagus untuk mengatasi hal itu adalah pencucian lahan melalui
air hujan. “Namun itu juga memerlukan waktu,” ucapnya.

Dia mengaku
tidak menginginkan kejadian serupa terulang lagi saat kemarau panjang.
“Kejadian semacam ini pernah terjadi sekitar empat tahun lalu dan sekarang
terulang lagi setelah adanya kemarau panjang,” ucapnya.

Untuk itu dia
mengusulkan, ke depan ada pembuatan sumur bor di sawah. “Sehingga saat terjadi
kemarau panjang bisa dilakukan untuk mengairi sawah. Sehingga lahan tidak
teroksidasi dan pirit tidak naik,” harap Imam.

Namun, lanjut
dia, sumur itu dengan kedalaman 100 meter lebih. “Karena untuk mendapatkan air
dengan PH yang ideal, kedalamannya harus 100 meter lebih. Kalau kurang dalam,
airnya juga banyak mengandung zat besi yang bersifat racun bagi tanah dan
tanaman,” jelasnya.

Selain itu,
lanjut dia, pihaknya juga menginginkan kolam di area persawahan juga
difungsikan kembali. “Sehingga jika sewaktu-waktu terjadi kenaikan pirit, kolam
itu bisa difungsikan,” ucapnya.

Imam juga mengungkapkan,
selain desanya, ada beberapa desa lainnya yang mengalami hal serupa. Di
antaranya, Desa Belanti Siam, Pantik dan Desa Sanggang. “Namun di desa tersebut
tidak seberapa. Desa kami yang terparah,” tandasnya.

Baca Juga :  Tahun Ini, 12 Bangunan SD di Pulpis Direhab

Terpisah, Kepala
Dinas Pertanian Pulang Pisau Slamet Untung Rianto mengungkapkan, untuk
mengatasi pirit itu memang sulit. Karena itu terjadi secara alami dan untuk
membersihkan perlu proses pencucian saat hujan.

“Kalau secara
fisik yang bisa kami lakukan yaitu melakukan pembinaan dan pengaturan pola
tanam. Kalau menurunkan pirit belum bisa. Sebenarnya, saat program serasai juga
ada kegiatan pembenahan tanah. Kebetulan saat kegiatan itu jalan, petani sudah
tanam. Jadi aplikasi pola tanam tidak dilaksanakan,” kata Slamet.

Pirit adalah mineral tanah yang mengandung unsur besi dan belerang, disebut
juga bahan sulfidik (FeS2). Pirit biasanya terdapat pada tanah hasil endapan
pantai atau rawa yang terbentuk dalam kondisi payau atau asin. Lapisan tanah
yang mengandung pirit lebih dari 0,75% disebut sebagai lapisan pirit.

Saat ditanya
terkait permintaan masyarakat untuk dibuatkan sumur bor, menurut dia, hal itu
bisa saja dilaksanakan. “Namun harus masuk musrenbang dan pelaksanaannya nanti
bisa kita lakukan secara keroyokan,” ujarnya.

Slamet tidak
menampik, akibat kondisi itu akan mempengaruhi produksi padi di Pulang Pisau.
Namun menurut dia, hal itu tidak berpengaruh signifikan. “Mudah-mudahan dapat
tertutup dari produksi wilayah lain,” tandasnya. (art/ens
/nto)

PULANG PISAU – Produksi
padi di Kabupaten Pulang Pisau terancam turun. Pasalnya, sejumlah petani di Desa
Gadabung, Kecamatan Pandih Batu mengalami gagal tanam, akibat naiknya pirit di
lahan pertanian mereka.

Desa Gadabung
merupakan salah satu lumbung padi di Kabupaten Pulang Pisau. Kondisi ini
membuat petani di wilayah itu menjerit. “Empat hektare lahan saya gagal tanam,”
kata Imam, salah satu petani di desa tersebut saat dikonfirmasi Kalteng Pos, Kamis
(5/3).

Imam mengaku,
akibat kondisi itu, dia mengalami kerugian yang cukup besar. “Kerugian saya
sekitar Rp20 juta lebih. Itu hanya untuk bibit dan operasional. Untuk pupuk
belum terhitung,” ungkapnya.

Dia mengaku,
biasanya dalam satu kali musim tanam dirinya bisa panen padi sebanyak 5,65 ton
per hektare. “Kalau empat hektare, sudah berapa?” katanya lagi.

Imam mengaku,
dari seluruh lahan pertanian di desanya ada sekitar 30 persen lebih yang
mengalami gagal tanam. “Padinya tidak mau tumbuh, karena pirit naik. Ini
terjadi karena adanya kemarau panjang yang mengakibatkan tanam sempat kering,”
ujarnya.

Dia juga
mengungkapkan, terkait kondisi itu, gabungan kelompok tani sudah melaporkan
permasalahan tersebut ke Dinas Pertanian Pulang Pisau. “Namun sampai saat ini
belum ada respons. Belum ada petugas yang turun,” akuinya.

Padahal,
lanjutnya, pihaknya menginginkan adanya solusi dari Dinas Pertanian untuk
mengatasi masalah tersebut. “Kalau memang ada obat, apa obatnya yang bisa
dipergunakan untuk mempercepat pemulihan kondisi tanah,” harapnya.

Baca Juga :  Penanaman di 3 Ribu Hektare Lahan Ekstensifikasi Rampung Maret

Memang, lanjut
dia, yang paling bagus untuk mengatasi hal itu adalah pencucian lahan melalui
air hujan. “Namun itu juga memerlukan waktu,” ucapnya.

Dia mengaku
tidak menginginkan kejadian serupa terulang lagi saat kemarau panjang.
“Kejadian semacam ini pernah terjadi sekitar empat tahun lalu dan sekarang
terulang lagi setelah adanya kemarau panjang,” ucapnya.

Untuk itu dia
mengusulkan, ke depan ada pembuatan sumur bor di sawah. “Sehingga saat terjadi
kemarau panjang bisa dilakukan untuk mengairi sawah. Sehingga lahan tidak
teroksidasi dan pirit tidak naik,” harap Imam.

Namun, lanjut
dia, sumur itu dengan kedalaman 100 meter lebih. “Karena untuk mendapatkan air
dengan PH yang ideal, kedalamannya harus 100 meter lebih. Kalau kurang dalam,
airnya juga banyak mengandung zat besi yang bersifat racun bagi tanah dan
tanaman,” jelasnya.

Selain itu,
lanjut dia, pihaknya juga menginginkan kolam di area persawahan juga
difungsikan kembali. “Sehingga jika sewaktu-waktu terjadi kenaikan pirit, kolam
itu bisa difungsikan,” ucapnya.

Imam juga mengungkapkan,
selain desanya, ada beberapa desa lainnya yang mengalami hal serupa. Di
antaranya, Desa Belanti Siam, Pantik dan Desa Sanggang. “Namun di desa tersebut
tidak seberapa. Desa kami yang terparah,” tandasnya.

Baca Juga :  Tahun Ini, 12 Bangunan SD di Pulpis Direhab

Terpisah, Kepala
Dinas Pertanian Pulang Pisau Slamet Untung Rianto mengungkapkan, untuk
mengatasi pirit itu memang sulit. Karena itu terjadi secara alami dan untuk
membersihkan perlu proses pencucian saat hujan.

“Kalau secara
fisik yang bisa kami lakukan yaitu melakukan pembinaan dan pengaturan pola
tanam. Kalau menurunkan pirit belum bisa. Sebenarnya, saat program serasai juga
ada kegiatan pembenahan tanah. Kebetulan saat kegiatan itu jalan, petani sudah
tanam. Jadi aplikasi pola tanam tidak dilaksanakan,” kata Slamet.

Pirit adalah mineral tanah yang mengandung unsur besi dan belerang, disebut
juga bahan sulfidik (FeS2). Pirit biasanya terdapat pada tanah hasil endapan
pantai atau rawa yang terbentuk dalam kondisi payau atau asin. Lapisan tanah
yang mengandung pirit lebih dari 0,75% disebut sebagai lapisan pirit.

Saat ditanya
terkait permintaan masyarakat untuk dibuatkan sumur bor, menurut dia, hal itu
bisa saja dilaksanakan. “Namun harus masuk musrenbang dan pelaksanaannya nanti
bisa kita lakukan secara keroyokan,” ujarnya.

Slamet tidak
menampik, akibat kondisi itu akan mempengaruhi produksi padi di Pulang Pisau.
Namun menurut dia, hal itu tidak berpengaruh signifikan. “Mudah-mudahan dapat
tertutup dari produksi wilayah lain,” tandasnya. (art/ens
/nto)

Terpopuler

Artikel Terbaru