NANGA BULIK, PROKALTENG.CO – Bagi masyarakat adat Dayak Tomun, khususnya penganut kepercayaan Kaharingan, Tari Babukung bukan sekadar atraksi tari biasa. Tari Babukung adalah ritual penghantar kematian yang sarat dengan makna keramat dan mistik, hanya dapat dipertunjukkan dalam upacara kematian dan memiliki nilai spiritual yang mendalam.
“Awalnya, pementasan Tari Babukung sebagai bagian dari festival sempat menimbulkan pro dan kontra di kalangan pemangku adat,” kata seorang tokoh adat yang memilih untuk tidak disebutkan namanya, di Nanga Bulik, Sabtu (10/8).
Namun, melalui pendekatan yang hati-hati dan dialog yang mendalam, pertunjukan Tari Babukung akhirnya diterima dalam konteks festival. Kini, Tari Babukung telah menjadi salah satu produk budaya yang sangat dihargai dan setiap tahun dinikmati oleh berbagai kalangan melalui gelaran Festival Budaya Babukung.
Selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada pandemi Covid-19, Festival Budaya Babukung tetap digelar, meski dalam format virtual atau daring. Bupati Lamandau periode 2016-202,  Hendra Lesmana kala itu memutuskan untuk mengangkat tema ‘The Power of Culture’ sebagai cara untuk mempertahankan tradisi dan mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah krisis.
“Gagasan untuk menggelar Festival Budaya secara daring bertujuan agar festival ini tetap menjadi daya dorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga kesinambungan budaya di tengah pandemi,” tandas Hendra Lesmana.
Dengan adaptasi yang kreatif dan penghargaan terhadap nilai-nilai budaya, Festival Budaya Babukung kini menjadi simbol kekuatan dan ketahanan adat Dayak Tomun yang bisa dinikmati oleh masyarakat luas. (bib)