SAMPIT, PROKALTENG.CO– Di Kotawaringin Timur (Kotim), arus balik sering kali membawa wajah-wajah baru yang turut merantau dengan harapan mendapat penghidupan lebih baik.
Namun, kenyataan tak selalu seindah harapan. Banyak dari mereka justru menambah panjang daftar warga kurang mampu di kabupaten ini. Bupati Kotim Halikinnor mengungkapkan, derasnya arus pendatang yang masuk ke wilayahnya menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka kemiskinan.
Meski dalam persentase menunjukkan tren menurun, secara absolut, Kotim masih menjadi daerah dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Kalimantan Tengah.
“Setiap tahun angka kemiskinan kita memang menurun. Tapi karena penduduk kita paling banyak, dan banyak di antaranya adalah pendatang, maka angka itu tetap terlihat tinggi dibandingkan kabupaten lain,” ujar Halikin, Selasa (22/4).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, angka kemiskinan di Kotim turun secara bertahap dari 5,95 persen pada 2022 menjadi 5,66 persen pada 2024. Namun, dengan status sebagai daerah dengan jumlah penduduk terbanyak di provinsi ini, jumlah warga miskin pun masih dominan.
“Setelah Lebaran, biasanya ada warga yang kembali dari mudik membawa serta lima sampai sepuluh orang keluarganya. Mereka datang untuk mencari pekerjaan, tapi tidak semuanya siap secara kemampuan atau informasi. Akhirnya, sebagian besar justru menambah beban data kemiskinan kita,” jelasnya.
Kabupaten Kotim yang mudah diakses melalui jalur darat, laut, maupun udara menjadikannya daerah terbuka bagi siapa pun. Hal ini di satu sisi menunjukkan potensi besar dari segi ekonomi, namun di sisi lain juga menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah.
“Kami tidak bisa menutup akses orang datang ke sini. Tapi memang ada pendatang yang akhirnya terlantar, dan dalam beberapa kasus, kami harus bantu mereka kembali ke daerah asal,” ungkapnya.
Meski begitu, pemerintah daerah tidak tinggal diam. Berbagai langkah strategis terus dijalankan untuk menekan angka kemiskinan. Di antaranya melalui pemberdayaan UMKM dan program bantuan untuk 3.000 pelaku usaha kecil yang dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Kami terus berupaya mengantisipasi kemiskinan ini dengan membangun kolaborasi dan memperkuat sektor ekonomi rakyat. Tantangannya memang kompleks, terutama karena mobilitas penduduk yang tinggi,” katanya. (sli/ans/kpg)