SAMPIT, PROKALTENG.CO– Konflik etnis yang pernah terjadi awal tahun 2000 lalu, membuat Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mencari cara untuk mencegah hal itu terjadi kembali. Rapat evaluasi peraturan daerah (Perda) Kabuapten Kotim Nomor 5 tahun 2004 tentang penanganan penduduk dampak konflik etnikpun digelar di ruang Anggre Tewu, Kantor Setda Kotim, Rabu (15/5).
Wakil Bupati (Wabup) Kotim, Irawati, mengatakan gesekan antar etnik merupakan potensi ancaman yang perlu diwaspadai dalam tatanan berkehidupan di masyarakat. Hal itu juga menjadi indikator terpenting dalam menciptakan rasa aman di tengah-tengah masyarakat.
“Ancaman diharmonisasi dan disintegrasi bangsa merupakan potensi ancaman yang perlu diwaspadai bersama,” ujar Irawati.
Konflik etnik berpotensi mengganggu kondisifitas daerah di Kabupaten Kotim. Terlebih lagi konflik berlatar belakang suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Sehingga hal-hal demikian perlu dideteksi sedini mungkin agar tidak lagi terjadi di Bumi Habaring Hurung.
“Kita punya cerita kelam tahun 2001 lalu. Tentunya tidak ingin ini terjadi lagi. Pencegahan ini tidak hanya menjafi tugas TNI dan Polri tetapi harus bersama-sama,” terang Irawati.
Masyarakat diminta terlibat untuk bersama-sama menjaga kondisifitas dan mencegah konflik terjadi. Peran aktif masyarakat dalam menjaga kerukunan antar SARA juga dinilai penting dalam mencegah konflik antar etnik terjadi.
“Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, masyarakat berhak ikut terlibat dalam pembentukan kebijakan publik dan peran pemerintah daerah yaitu memberikan ruang untuk aspirasi masyarakat,” tandasnya.(sli/kpg)