25.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Perokok Berada di Posisi Lebih Berbahaya jika Terserang Covid-19

UNDANG-undang Kesehatan tahun 2009 menyatakan sehat merupakan hak atas setiap orang. Tak hanya itu, setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. Mereka berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab.

Selain hak, setiap orang di Indonesia juga mempunyai kewajiban dalam mencapai sehat tersebut. Hal itu berarti setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Pada pasal 11 UU tersebut menyebutkan bahwa ”Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya” dan “Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung jawabnya”.

Artinya dalam mencapai sehat, setiap orang harus berkolaborasi. Tidak hanya sehat individu. Tetapi sehat secara kelompok atau komunitas.

Sasaran dari kesehatan sudah jelas yaitu menjaga orang tetap sehat, tidak jatuh sakit, dan menyehatkan kembali orang yang telah sakit. Salah satu perilaku yang menjadi penyebab sakit adalah merokok. Hari ini adalah Hari Anti Rokok Sedunia. Karena itu, perlulah dipahami tentang bahaya merokok ini bagi kesehatan masyarakat.

Di Indonesia, sebanyak tiga orang merokok di antara sepuluh orang yang berusia 10 tahun ke atas. Artinya ada anak-anak yang telah merokok. Bahkan, target pemerintah menurunkan persentase perokok remaja menjadi lima persen belum tercapai. Ironisnya, malah terjadi sebaliknya. Persentase perokok di kalangan remaja meningkat hampir dua kali lipat.

Padahal telah banyak bukti yang menunjukkan dampak gawat merokok terhadap kesehatan. Bukti tersebut menyebutkan merokok bertanggung jawab terhadap 25 penyakit yang bersifat kronis maupun akut. Menular maupun tidak menular. Serta tidak hanya gangguan pada paru-paru, tapi juga rupa-rupa.

Empat puluh tahun yang lalu telah dibuktikan bahwa di Jepang, paparan asap rokok kepada istri perokok bisa menyebabkan kanker paru-paru. Sekarang bagaimana dengan penyakit baru Covid-19?

Lebih dari setahun kita telah bersama dengan Covid-19. Apakah perokok lebih rentan terhadap penyakit ini? Apakah perokok memiliki risiko Covid-19 lebih parah bahkan kematian?

Baca Juga :  Bergandengan Tangan Melawan Pandemi

Sampai saat ini, kasus baru perhari berada pada angka 5000-an sampai 6000-an dengan ratusan kematian. Suatu angka yang tidak dikehendaki oleh siapapun karena kita tidak mau yang kita kenal harus berpulang ke Rahmatullah karena Covid-19. Kenapa kasus kematian di Indonesia sangat tinggi. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Salah satunya adalah riwayat merokok.

Terdapat empat mekanisme mengapa asap rokok berhubunganan erat dengan Covid-19. Pertama, asap rokok yang masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan kelumpuhan pada bulu getar (cilia) yang terdapat pada saluran pernafasan.

Akibatnya, setiap ada benda asing termasuk virus yang masuk melalui saluran pernafasan tidak berhasil dikeluarkan dari tubuh. Ini menyebabkan, virus akan turun terus masuk ke paru-paru. Orang jadi mudah terinfeksi virus.

Kedua, asap rokok akan menurunkan kekebalan tubuh orang yang menghisapnya. Jadi, tubuh tidak cukup kebal untuk melawan virus Covid-19. Nikotin yang ada pada rokok akan menekan kekebalan tubuh. Selain itu, Covid-19 akan membawa risiko kematian lebih tinggi kepada orang dengan komorbid.

Lantas, apa hubungan komorbid dengan merokok? Asap rokok akan menyebabkan perubahan sel-sel dalam tubuh menjadi bersifat ganas sehingga memicu timbul kanker.

Asap rokok juga menyebabkan penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah. Ini bisa menghilangkan kelenturan dinding pembuluh darah sehingga tekanan darah menjadi tinggi.

Selain itu penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah juga menyebabkan pembuntuan. Akibatnya, suplai makanan dan oksigen ke jaringan atau organ tubuh menjadi terganggu.

 

Gangguan aliran darah ini akan menyebabkan serangan jantung atau penyakit jantung koroner, dan stroke. Asap rokok juga menyebabkan kerja insulin menjadi terganggu sehingga bisa muncul penyakit kencing manis atau diabetes mellitus.

Banyak penyakit tersebut merupakan komorbid pada Covid-19. Penyakit itu akan memperburuk perjalanan penyakit Covid-19 sehingga membutuhkan ventilator maupun ruang perawatan intensif (ICU). Bahkan, akibat terparah bisa menyebabkan kematian. Inilah mekanisme yang ketiga, asap rokok berkaitan dengan kondisi komorbid.

Mekanisme terakhir, kebiasan merokok juga meningkatkan risiko tangan bersentuhan dengan mulut dan hidung. Sebab, tidak mungkin merokok sembari memakai masker. Pasti masker dibuka.

Baca Juga :  Data Tanaman Pangan Akurat dan Ketahanan Pangan Berkelanjutan

Risiko virus SARS-CoV-2 masuk ke dalam tubuh meningkat secara langsung bila ada orang dengan Covid-19 berada di dekatnya. Tentu saja sambil berbicara, batuk, ataupun bersin. Atau virus masuk ke dalam tubuh secara tidak langsung melalui tangan yang bersentuhan dengan mulut dan hidung.

Selanjutnya, risiko terinfeksi Covid-19 juga meningkat akibat imunitas tubuh tidak terbentuk oleh karena nikotin menekan kekebalan tubuh.

Jadi, saat ini, merupakan waktu yang tepat bagi perokok untuk memutuskan berhenti merokok. Selain isu mengenai imunitas yang sangat berperan pada penyakit virus ini, ada isu tentang komorbid yang menjadi pemberat perjalanan virus korona.

Hingga kini, meskipun telah ada senjata baru yang melengkapi protokol kesehatan melawan Covid-19 yaitu vaksinasi, tapi kita masih belum tahu kapan pandemi ini akan berakhir. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah.

Maka saatnya kita sebagai individu turut memberikan kontribusi untuk mengakhiri pandemi ini, seperti yang diamanahkan dalam Undang-undang kesehatan. Dengan berhenti merokok, selain menyelamatakan diri sendiri, perokok juga bisa menyelamatkan orang lain yang menjadi tanggungjawabnya.

Lebih jauh lagi, dengan berhenti merokok, maka biaya perawatan dan pengobatan untuk Covid-19 bisa dihemat. Sebab Covid-19 bersama penyakit komorbid yang disebut dengan catastrophic diseases bisa menggerus dana BPJS maupun anggaran perawatan Covid-19.

 

Sasaran yang lebih mulia adalah, dengan berhenti merokok kita bakal menjadi role model yang baik bagi anak-anak generasi penerus bangsa. Sehingga angka perokok pada anak-anak juga akan menurun.

Sebab, anak-anak tidak melihat lagi orang dewasa di sekitarnya merokok. Salah satu pemicu anak-anak merokok adalah melihat orang dewasa di sekitarnya merokok.

Rasanya kita sepakat anak-anak adalah awal dari suatu peradaban. Kita tidak mau peradaban di Indonesia hilang. Saatnya memutuskan, sekaranglah waktu yang tepat untuk berhenti merokok. (*)

 

Dr. dr. Santi Martini, M. Kes, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

UNDANG-undang Kesehatan tahun 2009 menyatakan sehat merupakan hak atas setiap orang. Tak hanya itu, setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. Mereka berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab.

Selain hak, setiap orang di Indonesia juga mempunyai kewajiban dalam mencapai sehat tersebut. Hal itu berarti setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Pada pasal 11 UU tersebut menyebutkan bahwa ”Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya” dan “Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung jawabnya”.

Artinya dalam mencapai sehat, setiap orang harus berkolaborasi. Tidak hanya sehat individu. Tetapi sehat secara kelompok atau komunitas.

Sasaran dari kesehatan sudah jelas yaitu menjaga orang tetap sehat, tidak jatuh sakit, dan menyehatkan kembali orang yang telah sakit. Salah satu perilaku yang menjadi penyebab sakit adalah merokok. Hari ini adalah Hari Anti Rokok Sedunia. Karena itu, perlulah dipahami tentang bahaya merokok ini bagi kesehatan masyarakat.

Di Indonesia, sebanyak tiga orang merokok di antara sepuluh orang yang berusia 10 tahun ke atas. Artinya ada anak-anak yang telah merokok. Bahkan, target pemerintah menurunkan persentase perokok remaja menjadi lima persen belum tercapai. Ironisnya, malah terjadi sebaliknya. Persentase perokok di kalangan remaja meningkat hampir dua kali lipat.

Padahal telah banyak bukti yang menunjukkan dampak gawat merokok terhadap kesehatan. Bukti tersebut menyebutkan merokok bertanggung jawab terhadap 25 penyakit yang bersifat kronis maupun akut. Menular maupun tidak menular. Serta tidak hanya gangguan pada paru-paru, tapi juga rupa-rupa.

Empat puluh tahun yang lalu telah dibuktikan bahwa di Jepang, paparan asap rokok kepada istri perokok bisa menyebabkan kanker paru-paru. Sekarang bagaimana dengan penyakit baru Covid-19?

Lebih dari setahun kita telah bersama dengan Covid-19. Apakah perokok lebih rentan terhadap penyakit ini? Apakah perokok memiliki risiko Covid-19 lebih parah bahkan kematian?

Baca Juga :  Bergandengan Tangan Melawan Pandemi

Sampai saat ini, kasus baru perhari berada pada angka 5000-an sampai 6000-an dengan ratusan kematian. Suatu angka yang tidak dikehendaki oleh siapapun karena kita tidak mau yang kita kenal harus berpulang ke Rahmatullah karena Covid-19. Kenapa kasus kematian di Indonesia sangat tinggi. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Salah satunya adalah riwayat merokok.

Terdapat empat mekanisme mengapa asap rokok berhubunganan erat dengan Covid-19. Pertama, asap rokok yang masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan kelumpuhan pada bulu getar (cilia) yang terdapat pada saluran pernafasan.

Akibatnya, setiap ada benda asing termasuk virus yang masuk melalui saluran pernafasan tidak berhasil dikeluarkan dari tubuh. Ini menyebabkan, virus akan turun terus masuk ke paru-paru. Orang jadi mudah terinfeksi virus.

Kedua, asap rokok akan menurunkan kekebalan tubuh orang yang menghisapnya. Jadi, tubuh tidak cukup kebal untuk melawan virus Covid-19. Nikotin yang ada pada rokok akan menekan kekebalan tubuh. Selain itu, Covid-19 akan membawa risiko kematian lebih tinggi kepada orang dengan komorbid.

Lantas, apa hubungan komorbid dengan merokok? Asap rokok akan menyebabkan perubahan sel-sel dalam tubuh menjadi bersifat ganas sehingga memicu timbul kanker.

Asap rokok juga menyebabkan penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah. Ini bisa menghilangkan kelenturan dinding pembuluh darah sehingga tekanan darah menjadi tinggi.

Selain itu penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah juga menyebabkan pembuntuan. Akibatnya, suplai makanan dan oksigen ke jaringan atau organ tubuh menjadi terganggu.

 

Gangguan aliran darah ini akan menyebabkan serangan jantung atau penyakit jantung koroner, dan stroke. Asap rokok juga menyebabkan kerja insulin menjadi terganggu sehingga bisa muncul penyakit kencing manis atau diabetes mellitus.

Banyak penyakit tersebut merupakan komorbid pada Covid-19. Penyakit itu akan memperburuk perjalanan penyakit Covid-19 sehingga membutuhkan ventilator maupun ruang perawatan intensif (ICU). Bahkan, akibat terparah bisa menyebabkan kematian. Inilah mekanisme yang ketiga, asap rokok berkaitan dengan kondisi komorbid.

Mekanisme terakhir, kebiasan merokok juga meningkatkan risiko tangan bersentuhan dengan mulut dan hidung. Sebab, tidak mungkin merokok sembari memakai masker. Pasti masker dibuka.

Baca Juga :  Data Tanaman Pangan Akurat dan Ketahanan Pangan Berkelanjutan

Risiko virus SARS-CoV-2 masuk ke dalam tubuh meningkat secara langsung bila ada orang dengan Covid-19 berada di dekatnya. Tentu saja sambil berbicara, batuk, ataupun bersin. Atau virus masuk ke dalam tubuh secara tidak langsung melalui tangan yang bersentuhan dengan mulut dan hidung.

Selanjutnya, risiko terinfeksi Covid-19 juga meningkat akibat imunitas tubuh tidak terbentuk oleh karena nikotin menekan kekebalan tubuh.

Jadi, saat ini, merupakan waktu yang tepat bagi perokok untuk memutuskan berhenti merokok. Selain isu mengenai imunitas yang sangat berperan pada penyakit virus ini, ada isu tentang komorbid yang menjadi pemberat perjalanan virus korona.

Hingga kini, meskipun telah ada senjata baru yang melengkapi protokol kesehatan melawan Covid-19 yaitu vaksinasi, tapi kita masih belum tahu kapan pandemi ini akan berakhir. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah.

Maka saatnya kita sebagai individu turut memberikan kontribusi untuk mengakhiri pandemi ini, seperti yang diamanahkan dalam Undang-undang kesehatan. Dengan berhenti merokok, selain menyelamatakan diri sendiri, perokok juga bisa menyelamatkan orang lain yang menjadi tanggungjawabnya.

Lebih jauh lagi, dengan berhenti merokok, maka biaya perawatan dan pengobatan untuk Covid-19 bisa dihemat. Sebab Covid-19 bersama penyakit komorbid yang disebut dengan catastrophic diseases bisa menggerus dana BPJS maupun anggaran perawatan Covid-19.

 

Sasaran yang lebih mulia adalah, dengan berhenti merokok kita bakal menjadi role model yang baik bagi anak-anak generasi penerus bangsa. Sehingga angka perokok pada anak-anak juga akan menurun.

Sebab, anak-anak tidak melihat lagi orang dewasa di sekitarnya merokok. Salah satu pemicu anak-anak merokok adalah melihat orang dewasa di sekitarnya merokok.

Rasanya kita sepakat anak-anak adalah awal dari suatu peradaban. Kita tidak mau peradaban di Indonesia hilang. Saatnya memutuskan, sekaranglah waktu yang tepat untuk berhenti merokok. (*)

 

Dr. dr. Santi Martini, M. Kes, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

Terpopuler

Artikel Terbaru