Oleh: Dr. Miar., S.E., M.Si., CERA
PEMINDAHAN Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara ke Kalimantan Timur membuka lembaran baru dalam sejarah pembangunan Indonesia. Namun, gaung transformasi ini tak hanya menggema di lokasi IKN, tetapi juga menyebar ke provinsi-provinsi tetangga, termasuk Kalimantan Tengah.
Dulu dikenal sebagai daerah penyangga dengan ekonomi berbasis sumber daya alam, Kalimantan Tengah kini berpeluang mengambil peran lebih besar sebagai motor pembangunan kawasan dan bahkan nasional.
Kalimantan Tengah berada tepat di jantung Pulau Kalimantan, menjadikannya secara geografis sangat strategis. Sebagai provinsi terluas kedua di Kalimantan, wilayah ini kaya akan sumber daya alam mulai dari tambang, perkebunan, hingga hutan tropis yang luas.
Namun selama bertahun-tahun, kekayaan ini belum sepenuhnya menjadi lokomotif pembangunan karena berbagai keterbatasan infrastruktur, aksesibilitas, dan orientasi pembangunan yang masih berpusat di wilayah barat Indonesia.
Kini, dengan pembangunan IKN, Kalimantan Tengah berada dalam radius pengaruh langsung. Konektivitas antarprovinsi akan meningkat, arus barang dan manusia akan lebih dinamis, dan investasi akan mengalir lebih deras.
Kalimantan Tengah tak lagi sekadar penyangga, melainkan menjadi simpul penting dalam sistem logistik dan ekonomi nasional yang baru. Pemerintah pusat telah mencanangkan penguatan infrastruktur di Kalimantan untuk mendukung IKN, termasuk pembangunan jalan penghubung lintas provinsi, jalur kereta api, dan pengembangan pelabuhan.
Kalimantan Tengah dapat memanfaatkan momen ini untuk membangun kawasan industri hijau berbasis sumber daya berkelanjutan, mengembangkan agropolitan dan ecotourism, serta membentuk pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Perubahan paradigma dari ekonomi ekstraktif ke ekonomi bernilai tambah sangat penting. Hilirisasi komoditas seperti kelapa sawit, karet, dan tambang perlu diperkuat agar nilai ekonomi tidak keluar dari daerah. Di sinilah peran pemerintah daerah, pelaku usaha, dan akademisi menjadi krusial dalam menyusun strategi pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Menjadi motor pembangunan menuntut kesiapan bukan hanya dalam infrastruktur, tetapi juga sumber daya manusia (SDM). Kalimantan Tengah perlu menyiapkan generasi muda yang terampil, adaptif, dan inovatif untuk mengisi berbagai sektor pembangunan. Investasi dalam pendidikan vokasi, digitalisasi desa, dan pelatihan tenaga kerja harus menjadi prioritas.
Di sisi lain, tata kelola pemerintahan juga harus berbenah. Transparansi, kepastian hukum, serta kemudahan perizinan menjadi kunci untuk menarik investor sekaligus menciptakan iklim usaha yang sehat. Pemerintah daerah harus mampu menjadi fasilitator dan akselerator pembangunan, bukan sekadar regulator.
Pembangunan Indonesia ke depan menuntut desentralisasi pertumbuhan. Kalimantan Tengah, dengan segala potensinya, harus berani mengambil posisi sebagai pusat pertumbuhan baru di luar Jawa. Peran ini bukan sesuatu yang datang dengan sendirinya, melainkan harus diperjuangkan melalui kerja nyata dan visi jangka panjang.
Akhirnya Kalimantan Tengah dari daerah yang dulu dianggap pinggiran, Kalimantan Tengah kini berdiri di persimpangan sejarah. Apakah akan tetap menjadi penyangga, atau akan berubah menjadi motor utama pembangunan Indonesia di masa depan, sangat bergantung pada bagaimana daerah ini memanfaatkan momentum yang ada saat ini.
*) Penulis adalah Dosen FEB UPR/Ketua Dewan Penasehat ISEI Cabang Palangka Raya untuk Wilayah Kalimantan Tengah