27.1 C
Jakarta
Thursday, December 12, 2024

Mencermati Investasi Aset Kripto

SALAH satu aset cryptocurrency yang terkenal saat ini, yakni
bitcoin, kerap dianggap sebagai instrumen investasi baru yang potensial dalam
memaksimalkan keuntungan. Konon, keuntungan yang ditawarkan begitu menggiurkan
karena peningkatan valuasinya dari waktu ke waktu yang luar biasa.

Daya tarik bitcoin adalah
kenaikan yang fantastis sehingga membuat orang membelinya.

Faktor pendorong lainnya, bitcoin
dinilai sebagai ”aset yang aman” dan tidak terpengaruh kebijakan ekonomi global
hingga kondisi perekonomian, terutama di masa pandemi ini.

Lonjakan
Harga yang Luar Biasa

Mata uang kripto paling kondang,
bitcoin, memiliki kapitalisasi pasar (market capitalization) di atas 1 triliun
dolar AS setelah lonjakan harga yang dialami tahun ini. Harga bitcoin sempat
menyentuh level 58.858 dolar AS. Alhasil, total kapitalisasi pasar mata uang
kripto itu telah menembus 2 triliun dolar AS untuk kali pertama dalam sejarah.
Itu didorong lonjakan yang terjadi dua bulan terakhir seiring dengan kenaikan
permintaan dari investor institusi. Untuk bitcoin, harganya bergerak cenderung
positif seiring keterlibatan investor institusional yang berniat meningkatkan
return-nya.

Perusahaan milik Elon Musk,
Tesla, dikabarkan membeli bitcoin sebesar 1 miliar dolar AS sebagai ”cadangan
kas”-nya dan telah menerima pembayaran dengan mata uang kripto tersebut.
Sementara itu, Morgan Stanley juga membolehkan sejumlah kliennya untuk
menambahkan bitcoin ke dalam portofolio investasinya. Perusahaan-perusahaan
lain seperti Mastercard dan PayPal dikabarkan juga menyiapkan langkah untuk menyambut
bitcoin ke dalam sistemnya.

Investor
Tetap Perlu Waspada

Di tengah lonjakan harga aset
mata uang kripto, investor tetap harus waspada. Sebagai contoh, harga Dogecoin,
salah satu aset kripto, melonjak 400 persen dalam kurun waktu seminggu. Hal
yang memicu kekhawatiran akan terjadinya gelembung di pasar cryptocurrency.

Baca Juga :  BTS Meal dan Diplomasi Budaya Korea

Menurut survei Bank of America
(13/4/2021), hampir 3 dari 4 atau setara 74 persen dari responden investor
profesional melihat bitcoin sebagai gelembung. Mereka juga menilai bitcoin ada di
peringkat kedua daftar perdagangan yang paling ramai, tepat di belakang saham
teknologi. Tak heran, beberapa investor sudah memandang bitcoin sebagai
gelembung spekulatif. Para ahli investasi mengatakan, orang-orang membeli
cryptocurrency bukan karena mereka berpikir aset kripto memiliki nilai yang
berarti. Namun, mereka berharap orang lain akan memburunya sehingga mendorong
harga naik. Kemudian, mereka dapat menjual dan menghasilkan keuntungan secara
cepat.

Maka, tepat jika para pakar
investasi mengingatkan, ketika semua orang melakukan itu, gelembung harga
akhirnya harus meledak dan investor pemula akan dibiarkan merugi jika tak bisa
”keluar tepat waktu”. Celakanya, sulit memastikan kapan gelembung itu akan pecah.
Artinya, unsur tiba-tiba, dadakan, dan kejutan senantiasa membayangi mereka yang
berinvestasi di aset kripto.

Regulasi dan supervisi pun
diperlukan untuk menertibkan mekanisme transaksi aset kripto, apa pun namanya,
supaya pergerakan pasarnya terkelola dengan baik. Aspek perlindungan investor
ikut dikedepankan. Kemauan politik yang kuat untuk menerbitkan regulasi sangat
mendesak karena ada jargon di kalangan pengelola aset kripto di Amerika Serikat
yang berprinsip bahwa ”regulasi adalah salah satu ancaman terbesar bagi
kripto”.

Pasar
Aset Kripto di Indonesia

Di Indonesia sudah banyak basis
penggunanya, bahkan beberapa perusahaan berdiri khusus untuk menjadi platform
jual beli (transaksi) bitcoin. Bitcoin utamanya digunakan dalam transaksi di
internet tanpa menggunakan perantara alias tidak memakai jasa bank. Bitcoin
menerapkan sistem peer-to-peer (P2P). Namun, sistemnya bekerja tanpa
penyimpanan (custody) atau administrator tunggal.

Baca Juga :  Rasa Keadilan

Seperti investasi lainnya,
prinsip beli rendah dan jual tinggi berlaku untuk bitcoin. Menurut kalangan
investor bitcoin, harga bitcoin terus naik seiring permintaan pasar sehingga
banyak investor yang lari ke aset kripto itu. Namun, masyarakat perlu memahami
mekanisme dan risikonya sebelum memutuskan bertransaksi di aset kripto.
Termasuk harus menggunakan sumber dana dari hasil yang legal untuk
berinvestasi. Tidak kalah penting, masyarakat harus memastikan calon pedagang
fisik aset kripto memiliki tanda daftar sebagai calon pedagang fisik aset
kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Rencananya, Bappebti segera
mengesahkan pendirian bursa kripto yang berfokus pada perlindungan pelaku usaha
dan/atau investor agar hubungan antarpihak berjalan dengan baik, jelas, dan
aman. Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa virtual currency,
termasuk bitcoin, tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah sehingga dilarang
digunakan di Indonesia.

BI pun mengimbau masyarakat
berhati-hati dalam berinvestasi di cryptocurrency dengan alasan underlying
asset (aset dasar) yang tidak jelas dan risiko tinggi. Dalam artian lain,
mengingat aspek spekulatifnya begitu tinggi, para investor, lebih-lebih
investor pemula, termasuk investor milenial, harus cermat, cerdas, dan
berhati-hati. Pahami dan kenali seluk-beluknya sebelum memutuskan berinvestasi
di aset kripto, termasuk bitcoin. Sekadar belajar mendiversifikasi investasi
boleh saja, asalkan paham kadar risikonya. Sebab, hampir tidak ada instrumen
investasi yang tidak berisiko atau risk free. Sebaiknya investor ingat prinsip
ini: High risk, high return; low risk,
low return
. (*)

(RYAN KIRYANTO, Kepala Ekonom
Bank BNI)

SALAH satu aset cryptocurrency yang terkenal saat ini, yakni
bitcoin, kerap dianggap sebagai instrumen investasi baru yang potensial dalam
memaksimalkan keuntungan. Konon, keuntungan yang ditawarkan begitu menggiurkan
karena peningkatan valuasinya dari waktu ke waktu yang luar biasa.

Daya tarik bitcoin adalah
kenaikan yang fantastis sehingga membuat orang membelinya.

Faktor pendorong lainnya, bitcoin
dinilai sebagai ”aset yang aman” dan tidak terpengaruh kebijakan ekonomi global
hingga kondisi perekonomian, terutama di masa pandemi ini.

Lonjakan
Harga yang Luar Biasa

Mata uang kripto paling kondang,
bitcoin, memiliki kapitalisasi pasar (market capitalization) di atas 1 triliun
dolar AS setelah lonjakan harga yang dialami tahun ini. Harga bitcoin sempat
menyentuh level 58.858 dolar AS. Alhasil, total kapitalisasi pasar mata uang
kripto itu telah menembus 2 triliun dolar AS untuk kali pertama dalam sejarah.
Itu didorong lonjakan yang terjadi dua bulan terakhir seiring dengan kenaikan
permintaan dari investor institusi. Untuk bitcoin, harganya bergerak cenderung
positif seiring keterlibatan investor institusional yang berniat meningkatkan
return-nya.

Perusahaan milik Elon Musk,
Tesla, dikabarkan membeli bitcoin sebesar 1 miliar dolar AS sebagai ”cadangan
kas”-nya dan telah menerima pembayaran dengan mata uang kripto tersebut.
Sementara itu, Morgan Stanley juga membolehkan sejumlah kliennya untuk
menambahkan bitcoin ke dalam portofolio investasinya. Perusahaan-perusahaan
lain seperti Mastercard dan PayPal dikabarkan juga menyiapkan langkah untuk menyambut
bitcoin ke dalam sistemnya.

Investor
Tetap Perlu Waspada

Di tengah lonjakan harga aset
mata uang kripto, investor tetap harus waspada. Sebagai contoh, harga Dogecoin,
salah satu aset kripto, melonjak 400 persen dalam kurun waktu seminggu. Hal
yang memicu kekhawatiran akan terjadinya gelembung di pasar cryptocurrency.

Baca Juga :  BTS Meal dan Diplomasi Budaya Korea

Menurut survei Bank of America
(13/4/2021), hampir 3 dari 4 atau setara 74 persen dari responden investor
profesional melihat bitcoin sebagai gelembung. Mereka juga menilai bitcoin ada di
peringkat kedua daftar perdagangan yang paling ramai, tepat di belakang saham
teknologi. Tak heran, beberapa investor sudah memandang bitcoin sebagai
gelembung spekulatif. Para ahli investasi mengatakan, orang-orang membeli
cryptocurrency bukan karena mereka berpikir aset kripto memiliki nilai yang
berarti. Namun, mereka berharap orang lain akan memburunya sehingga mendorong
harga naik. Kemudian, mereka dapat menjual dan menghasilkan keuntungan secara
cepat.

Maka, tepat jika para pakar
investasi mengingatkan, ketika semua orang melakukan itu, gelembung harga
akhirnya harus meledak dan investor pemula akan dibiarkan merugi jika tak bisa
”keluar tepat waktu”. Celakanya, sulit memastikan kapan gelembung itu akan pecah.
Artinya, unsur tiba-tiba, dadakan, dan kejutan senantiasa membayangi mereka yang
berinvestasi di aset kripto.

Regulasi dan supervisi pun
diperlukan untuk menertibkan mekanisme transaksi aset kripto, apa pun namanya,
supaya pergerakan pasarnya terkelola dengan baik. Aspek perlindungan investor
ikut dikedepankan. Kemauan politik yang kuat untuk menerbitkan regulasi sangat
mendesak karena ada jargon di kalangan pengelola aset kripto di Amerika Serikat
yang berprinsip bahwa ”regulasi adalah salah satu ancaman terbesar bagi
kripto”.

Pasar
Aset Kripto di Indonesia

Di Indonesia sudah banyak basis
penggunanya, bahkan beberapa perusahaan berdiri khusus untuk menjadi platform
jual beli (transaksi) bitcoin. Bitcoin utamanya digunakan dalam transaksi di
internet tanpa menggunakan perantara alias tidak memakai jasa bank. Bitcoin
menerapkan sistem peer-to-peer (P2P). Namun, sistemnya bekerja tanpa
penyimpanan (custody) atau administrator tunggal.

Baca Juga :  Rasa Keadilan

Seperti investasi lainnya,
prinsip beli rendah dan jual tinggi berlaku untuk bitcoin. Menurut kalangan
investor bitcoin, harga bitcoin terus naik seiring permintaan pasar sehingga
banyak investor yang lari ke aset kripto itu. Namun, masyarakat perlu memahami
mekanisme dan risikonya sebelum memutuskan bertransaksi di aset kripto.
Termasuk harus menggunakan sumber dana dari hasil yang legal untuk
berinvestasi. Tidak kalah penting, masyarakat harus memastikan calon pedagang
fisik aset kripto memiliki tanda daftar sebagai calon pedagang fisik aset
kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Rencananya, Bappebti segera
mengesahkan pendirian bursa kripto yang berfokus pada perlindungan pelaku usaha
dan/atau investor agar hubungan antarpihak berjalan dengan baik, jelas, dan
aman. Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa virtual currency,
termasuk bitcoin, tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah sehingga dilarang
digunakan di Indonesia.

BI pun mengimbau masyarakat
berhati-hati dalam berinvestasi di cryptocurrency dengan alasan underlying
asset (aset dasar) yang tidak jelas dan risiko tinggi. Dalam artian lain,
mengingat aspek spekulatifnya begitu tinggi, para investor, lebih-lebih
investor pemula, termasuk investor milenial, harus cermat, cerdas, dan
berhati-hati. Pahami dan kenali seluk-beluknya sebelum memutuskan berinvestasi
di aset kripto, termasuk bitcoin. Sekadar belajar mendiversifikasi investasi
boleh saja, asalkan paham kadar risikonya. Sebab, hampir tidak ada instrumen
investasi yang tidak berisiko atau risk free. Sebaiknya investor ingat prinsip
ini: High risk, high return; low risk,
low return
. (*)

(RYAN KIRYANTO, Kepala Ekonom
Bank BNI)

Terpopuler

Artikel Terbaru