26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Spirit dan Strategi Penyiapan Guru Masa Depan

HARI Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang
diperingati tiap 2 Mei bukanlah sekadar momentum untuk mengingat ”hari
pendidikan” atau tentang kiprah dan pemikiran para tokoh pendidikan. Kendati
peringatan berasal dari kata dasar ingat, pemaknaan terhadapnya harus sampai ke
tahap refleksi dan inovasi.

Dalam Hardiknas ada spirit yang harus digali
dan diwarisi. Juga ada sisi pelaksanaan pendidikan kita yang perlu disoroti dan
dievaluasi. Salah satu yang perlu diberi perhatian adalah guru. Peningkatan
kualitas guru merupakan kunci peningkatan kualitas pendidikan. Karena itu,
diperlukan strategi khusus dalam mempersiapkan guru masa depan.

Kaitannya dengan itu, dalam ”kertas kerja”
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril bertajuk
”Optimalisasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam Pengembangan
Guru Masa Depan” yang disampaikan secara daring pada rapat koordinasi
pelaksanaan program profesi guru (PPG) di Bali pada 5–7 April 2021, ada tiga penopang
dalam merevitalisasi pengembangan guru masa depan.

Pertama, merancang dan menyiapkan guru masa
depan berdasar filosofi pendidikan Indonesia. Yakni, guru masa depan harus
memandang anak dengan rasa hormat, mengajar-mendidik secara holistis, dan mengajar-mendidik
secara relevan. Prinsip tersebut didasarkan pada filosofi Ki Hadjar Dewantara
”ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”.

Kedua, implementasi konsep Merdeka Belajar
dalam pengembangan pendidikan guru lewat beberapa strategi. Di antaranya adalah
sebagai berikut. (1) kolaborasi dan pembinaan antarsekolah. (2) Meningkatkan
kualitas guru dan kepala sekolah melalui perbaikan sistem rekrutmen,
peningkatan kualitas pelatihan, penilaian, serta pengembangan komunitas atau platform
pembelajaran. (3) Membangun platform pendidikan nasional berbasis teknologi,
proyek, berpusat pada siswa, interdisipliner, relevan, dan kolaboratif. (4)
Membentuk pendidikan tinggi kelas dunia serta mempererat hubungan dengan
industri dan kemitraan global. (5) Menyederhanakan mekanisme akreditasi dan
memberikan otonomi lebih kepada perguruan tinggi.

Baca Juga :  Perokok Berada di Posisi Lebih Berbahaya jika Terserang Covid-19

Ketiga, mendorong LPTK untuk menciptakan
inovasi dalam mengembangkan pendidikan guru lewat beberapa gagasan. Yaitu
perlunya menciptakan mekanisme ”pengadaan” guru yang terintegrasi,
mengembangkan model alternatif yang inovatif dalam PPG, selektif dalam
penerimaan mahasiswa PPG, meningkatkan kualitas sistem pembelajaran PPG,
menjamin lulusan PPG sebagai guru pemula yang kompeten, serta evaluasi PPG yang
berkelanjutan.

Gagasan tersebut sangat bagus dan akan makin
utuh serta ampuh jika didukung optimalisasi peran LPTK sebagai lembaga yang
bertanggung jawab terhadap hal itu. Lantas apa yang dapat dilakukan?

 

Kenali Lingkungan Sekolah

Mendikbud Nadiem Anwar Makarim melalui
program Merdeka Belajar berkeinginan mendekatkan mahasiswa dengan dunia kerja
nyata. Realisasinya di kampus dalam bentuk kegiatan belajar tiga semester di
luar program studi: satu semester di luar prodi dalam kampus yang sama dan dua
semester di luar kampus. Kampus mengirimkan mahasiswa untuk belajar ke luar dan
dapat dikuatkan dengan mendatangkan praktisi atau profesional luar kampus untuk
mengajar atau memberikan pelatihan di kampus.

Tiga semester itu menjadi ruang mendekatkan
mahasiswa prodi pendidikan dengan lingkungan sekolah. Sekolah merupakan
laboratorium bagi mahasiswa prodi pendidikan. Karena itu, LPTK, idealnya, harus
memiliki sekolah laboratorium atau lab school. Pengenalan mahasiswa ke sekolah
dapat dimulai pada semester kedua.

Reorientasi Kurikulum

Terhadap kurikulum prodi pendidikan harus
dilakukan reorientasi dan restrukturisasi. Kurikulum tidak bisa hanya dimaknai
sebagai muatan serangkaian substansi kajian dalam rentang waktu tertentu. Tapi
juga mengatur proses pembelajaran, bagaimana mengevaluasi hasil belajar dan
program pembelajaran keseluruhan, serta seluruh aktivitas keprodian.

Untuk mengakomodasi kegiatan di atas, perlu
dilakukan penyesuaian kurikulum prodi pendidikan, baik terkait dengan substansi
kajian, proses pembelajaran, dan sebagainya. Orientasi kurikulum harus
disesuaikan dengan profil lulusan yang diharapkan, yang tentu saja harus sesuai
dengan dasar filosofi pendidikan.

Baca Juga :  Efek Bola Pantul

 

Pengaturan Masa Studi

 

Masa studi S-1 idealnya empat tahun atau delapan
semester. Pada setiap semester terdapat 12 hingga 16 kali pertemuan. Artinya,
dalam satu semester mahasiswa hanya diwajibkan hadir di kampus selama empat
bulan, selebihnya mereka di luar kampus.

Waktu dua bulan yang dijadikan sebagai masa
transisi bisa dimanfaatkan untuk membuka semester pendek. Dua bulan itu
dikalikan delapan semester. Jadi, ada sekitar 1 tahun 4 bulan yang bisa
dioptimalkan untuk ”mencetak” calon guru profesional.

 

Rekrutmen Libatkan LPTK

 

Dari empat tahapan proses penyiapan calon guru,
input, internal processing, output, dan outcome, peran LPTK selama ini terbatas
pada tiga proses awal saja. Proses seleksi mahasiswa baru (proses input) pun
saat ini dikendalikan LTMPT untuk PTN.

Tes seleksi masuk perguruan tinggi (tes
skolastik atau tes minat dan bakat) oleh LTMPT selama ini belum mampu
menyeleksi calon mahasiswa yang memiliki bakat dan minat menjadi guru. Jika itu
berhasil dilakukan, kita akan benar-benar mendidik mahasiswa yang memang tepat
pada jalurnya, menjadi guru.

Proses pendidikan berikutnya adalah PPG yang
harus dirancang linier dengan program S-1 pendidikannya dan input dari lulusan
tersebut. Dengan demikian, kualitas lulusan PPG akan dapat dijamin kualitasnya.
Program ini akan lebih bermakna apabila mahasiswa diasramakan dan biaya
pendidikan ditanggung pemerintah.

Berikutnya, LPTK harus diberi wewenang untuk
merekrut lulusan PPG yang benar-benar berkualitas. Demikian beberapa gagasan
yang dapat dijadikan pertimbangan untuk memerankan LPTK sebagai lembaga
terdepan dalam menyiapkan guru profesional. Semoga. (*)

Bambang Yulianto, Guru Besar FBS dan Wakil
Rektor Bidang Akademik Unesa

HARI Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang
diperingati tiap 2 Mei bukanlah sekadar momentum untuk mengingat ”hari
pendidikan” atau tentang kiprah dan pemikiran para tokoh pendidikan. Kendati
peringatan berasal dari kata dasar ingat, pemaknaan terhadapnya harus sampai ke
tahap refleksi dan inovasi.

Dalam Hardiknas ada spirit yang harus digali
dan diwarisi. Juga ada sisi pelaksanaan pendidikan kita yang perlu disoroti dan
dievaluasi. Salah satu yang perlu diberi perhatian adalah guru. Peningkatan
kualitas guru merupakan kunci peningkatan kualitas pendidikan. Karena itu,
diperlukan strategi khusus dalam mempersiapkan guru masa depan.

Kaitannya dengan itu, dalam ”kertas kerja”
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril bertajuk
”Optimalisasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam Pengembangan
Guru Masa Depan” yang disampaikan secara daring pada rapat koordinasi
pelaksanaan program profesi guru (PPG) di Bali pada 5–7 April 2021, ada tiga penopang
dalam merevitalisasi pengembangan guru masa depan.

Pertama, merancang dan menyiapkan guru masa
depan berdasar filosofi pendidikan Indonesia. Yakni, guru masa depan harus
memandang anak dengan rasa hormat, mengajar-mendidik secara holistis, dan mengajar-mendidik
secara relevan. Prinsip tersebut didasarkan pada filosofi Ki Hadjar Dewantara
”ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”.

Kedua, implementasi konsep Merdeka Belajar
dalam pengembangan pendidikan guru lewat beberapa strategi. Di antaranya adalah
sebagai berikut. (1) kolaborasi dan pembinaan antarsekolah. (2) Meningkatkan
kualitas guru dan kepala sekolah melalui perbaikan sistem rekrutmen,
peningkatan kualitas pelatihan, penilaian, serta pengembangan komunitas atau platform
pembelajaran. (3) Membangun platform pendidikan nasional berbasis teknologi,
proyek, berpusat pada siswa, interdisipliner, relevan, dan kolaboratif. (4)
Membentuk pendidikan tinggi kelas dunia serta mempererat hubungan dengan
industri dan kemitraan global. (5) Menyederhanakan mekanisme akreditasi dan
memberikan otonomi lebih kepada perguruan tinggi.

Baca Juga :  Perokok Berada di Posisi Lebih Berbahaya jika Terserang Covid-19

Ketiga, mendorong LPTK untuk menciptakan
inovasi dalam mengembangkan pendidikan guru lewat beberapa gagasan. Yaitu
perlunya menciptakan mekanisme ”pengadaan” guru yang terintegrasi,
mengembangkan model alternatif yang inovatif dalam PPG, selektif dalam
penerimaan mahasiswa PPG, meningkatkan kualitas sistem pembelajaran PPG,
menjamin lulusan PPG sebagai guru pemula yang kompeten, serta evaluasi PPG yang
berkelanjutan.

Gagasan tersebut sangat bagus dan akan makin
utuh serta ampuh jika didukung optimalisasi peran LPTK sebagai lembaga yang
bertanggung jawab terhadap hal itu. Lantas apa yang dapat dilakukan?

 

Kenali Lingkungan Sekolah

Mendikbud Nadiem Anwar Makarim melalui
program Merdeka Belajar berkeinginan mendekatkan mahasiswa dengan dunia kerja
nyata. Realisasinya di kampus dalam bentuk kegiatan belajar tiga semester di
luar program studi: satu semester di luar prodi dalam kampus yang sama dan dua
semester di luar kampus. Kampus mengirimkan mahasiswa untuk belajar ke luar dan
dapat dikuatkan dengan mendatangkan praktisi atau profesional luar kampus untuk
mengajar atau memberikan pelatihan di kampus.

Tiga semester itu menjadi ruang mendekatkan
mahasiswa prodi pendidikan dengan lingkungan sekolah. Sekolah merupakan
laboratorium bagi mahasiswa prodi pendidikan. Karena itu, LPTK, idealnya, harus
memiliki sekolah laboratorium atau lab school. Pengenalan mahasiswa ke sekolah
dapat dimulai pada semester kedua.

Reorientasi Kurikulum

Terhadap kurikulum prodi pendidikan harus
dilakukan reorientasi dan restrukturisasi. Kurikulum tidak bisa hanya dimaknai
sebagai muatan serangkaian substansi kajian dalam rentang waktu tertentu. Tapi
juga mengatur proses pembelajaran, bagaimana mengevaluasi hasil belajar dan
program pembelajaran keseluruhan, serta seluruh aktivitas keprodian.

Untuk mengakomodasi kegiatan di atas, perlu
dilakukan penyesuaian kurikulum prodi pendidikan, baik terkait dengan substansi
kajian, proses pembelajaran, dan sebagainya. Orientasi kurikulum harus
disesuaikan dengan profil lulusan yang diharapkan, yang tentu saja harus sesuai
dengan dasar filosofi pendidikan.

Baca Juga :  Efek Bola Pantul

 

Pengaturan Masa Studi

 

Masa studi S-1 idealnya empat tahun atau delapan
semester. Pada setiap semester terdapat 12 hingga 16 kali pertemuan. Artinya,
dalam satu semester mahasiswa hanya diwajibkan hadir di kampus selama empat
bulan, selebihnya mereka di luar kampus.

Waktu dua bulan yang dijadikan sebagai masa
transisi bisa dimanfaatkan untuk membuka semester pendek. Dua bulan itu
dikalikan delapan semester. Jadi, ada sekitar 1 tahun 4 bulan yang bisa
dioptimalkan untuk ”mencetak” calon guru profesional.

 

Rekrutmen Libatkan LPTK

 

Dari empat tahapan proses penyiapan calon guru,
input, internal processing, output, dan outcome, peran LPTK selama ini terbatas
pada tiga proses awal saja. Proses seleksi mahasiswa baru (proses input) pun
saat ini dikendalikan LTMPT untuk PTN.

Tes seleksi masuk perguruan tinggi (tes
skolastik atau tes minat dan bakat) oleh LTMPT selama ini belum mampu
menyeleksi calon mahasiswa yang memiliki bakat dan minat menjadi guru. Jika itu
berhasil dilakukan, kita akan benar-benar mendidik mahasiswa yang memang tepat
pada jalurnya, menjadi guru.

Proses pendidikan berikutnya adalah PPG yang
harus dirancang linier dengan program S-1 pendidikannya dan input dari lulusan
tersebut. Dengan demikian, kualitas lulusan PPG akan dapat dijamin kualitasnya.
Program ini akan lebih bermakna apabila mahasiswa diasramakan dan biaya
pendidikan ditanggung pemerintah.

Berikutnya, LPTK harus diberi wewenang untuk
merekrut lulusan PPG yang benar-benar berkualitas. Demikian beberapa gagasan
yang dapat dijadikan pertimbangan untuk memerankan LPTK sebagai lembaga
terdepan dalam menyiapkan guru profesional. Semoga. (*)

Bambang Yulianto, Guru Besar FBS dan Wakil
Rektor Bidang Akademik Unesa

Terpopuler

Artikel Terbaru