Tindakan masyarakat di
Papua sudah pada level anarkistis pada saat kerusuhan di Jayapura, Kamis
(29/8). Mereka sudah membakar properti dan sejumlah fasilitas publik.
Meski tindakan mereka
sudah pada level itu, pihak Istana masih mengedepankan tindakan dengan
pendekatan kemanusiaan. “Bukan berarti pendekatan keamanan tidak diperlukan,
tapi itu hanya berlaku sebagai the last resort. Upaya terakhir yang boleh
dilakukan dengan standar operasional yang terukur dan akuntabel,†ujar
Jaleswari Pramodhawardhani‎ selaku deputi V bidang Polhukam dan HAM Kantor Staf
Presiden.
Jaleswari mengatakan,
Presiden dalam arahannya kepada Menkopolhukam Wiranto agar melakukan
langkah-langkah strategis untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat
Papua. Termasuk menindak secara tegas siapa pun yang melakukan kekerasan atau
anarkistis dan perusakan fasilitas publik.
“Presiden akan
mengundang para tokoh Papua untuk berdialog bagi kepentingan tanah Papua yang
maju dan damai,†katanya.
Diakui Jaleswari bahwa
yang terjadi di Papua saat ini bukan lagi demonstrasi damai. Melainkan sudah
tindakan anarkistis yang menjelma pada kerusuhan. Semua tindakan itu harus
dihentikan.
“Tugas semua pemangku
kepentingan untuk ikut meredam situasi yang panas ini. Papua adalah kita.
Kewajiban kita semua untuk menciptakan Papua yang berkeadilan dan menjunjung
nilai kemanusiaan,†tuturnya.
Dia menyadadri
persoalan Papua sangat kompleks. Bukan hanya persoalan kesejahteraan tapi juga
soal keamanan. Tindakan anarkistis yang merusak fasilitas umum dan berpotensi
kekerasan atau penghilangan nyawa sesorang tidak dapat dibiarkan. Jika
dibiarkan, negara akan dituduh melakukan pembiaran.
“Jadi semua itu harus
diletakkan sesuai konteksnya dan diletakkan secara proporsional,†katanya.
Menurutnya, tindakan
rasialis itu nyata-nyata harus ditolak. Bukan karena bertentangan dengan nilai
kemanusiaan saja, tapi itu diatur dalam UU yang siapapun pelanggarnya akan
dihukum. Untuk itu Presiden menyerukan penegakkan hukum yang tegas.
“Dalam kasus Surabaya
sudah ada tersangkanya. Dan, dikenai sanksi hukum yang tegas. Harusnya sikap
kita semua sama melakukan penolakan thd semua bentuk diskriminasi, intoleransi,
rasialisme, tanpa pandang bulu,†ungkapnya.
Jaleswari berpendapat,
sikap rasialis beberapa gelintir oknum jangan lantas digeneralisasi seakan itu
adalah sikap sebuah komunitas suku atau etnis tertentu. Insiden Malang dan
Surabaya merupakan pembelajaran bagi semua pihak. “Hal itu agar mengikis dan
menghilangkan sikap rasialis dalam diri kita. Dan memandang manusia setara,â€
pungkasnya.(jpg)