26.7 C
Jakarta
Tuesday, April 15, 2025

Istana Siapkan Draft Perppu KPK

JAKARTA – Presiden Joko Widodo mempertimbangkan untuk menerbitkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait Undang-Undang
Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Belum diketahui
kapan Perppu tersebut akan diterbitkan. Namun, pihak istana sudah menyiapkan
draf-nya.

Hal itu disampaikan Mensesneg,
Pratikno. Menurutnya, sudah menjadi tugasnya mempersiapkan segala sesuatu untuk
presiden. “Kita antisipasi apa pun keputusan Presiden dalam beberapa hari ke
depan. Yang jelas tugas staf adalah menyiapkan segala sesuatu yang akan
diputuskan pimpinan,” kata Pratikno di Masjid Baiturrahman Istana Kepresidenan
Jakarta, Jumat (27/9).

Namun, dia tidak menyampaikan
kapan Jokowi akan mengeluarkan Perppu tersebut. “Soal itu hanya presiden yang
tahu. Saya hanya mempersiapkan saja. Waktunya tergantung presiden,” imbuhnya.

Seperti diketahui pada Kamis
(26/9), Presiden Jokowi mengatakan mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu UU
KPK. Namun, Jokowi menegaskan masih akan mengkalkulasinya. Terutama dari sisi
politik. Kepala Negara juga belum dapat memastikan kapan akan menerbitkan
Perppu UU KPK tersebut.

Revisi UU KPK berlangsung sangat
singkat. Yakni 13 hari. Dimulai 3 September 2019 DPR menyetujui usulan revisi
UU KPK yang diusulkan Baleg DPR. Presiden lalu menandatangani surat presiden (surpres)
pada 11 September 2019. Selanjutnya rapat paripurna DPR RI mengesahkannya pada
17 September.

Baca Juga :  Atap Sekolah Kembali Ambruk, DPR Pertanyakan Sistem Pengawasan

Dalam Pasal 22 UUD 1945
menyebutkan perppu mempunyai fungsi dan muatan yang sama dengan undang-undang.
Bedanya dari segi pembentukannya saja. Perppu dibentuk oleh Presiden tanpa
persetujuan DPR RI. Alasan penerbitan Perppu karena ada suatu hal yang sangat
genting. KPK sendiri menyebutkan ada 26 masalah dari revisi UU Nomor 30 tahun
2002 tentang KPK.

Sementara itu, pengamat
komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menilai
Presiden Jokowi masih mengamati dinamika politik sebelum memutuskan menerbitkan
Perppu.

Menurut dia, saat ini Jokowi
masih menimbang-nimbang tentang dinamika politik yang mungkin timbul. Terutama
munculnya kekuatan lain yang menolak diterbitkannya Perppu. “Kekuatan lain
tersebut bisa jadi berasal dari kelompok masyarakat ataupun elit-elit politik
yang memiliki kepentingan terhadap revisi UU KPK,” ujar Emrus di Jakarta, Jumat
(27/9).

Dia mengingatkan agar Jokowi cermat
dalam mengelola desakan masyarakat. Termasuk desakan mahasiswa terkait
penerbitan Perppu KPK. Jika Presiden salah mengambil keputusan, maka hal
tersebut dapat berdampak pada kelangsungan pemerintahan dua periode Jokowi.
“Presiden harus bisa mengelola itu. Bisa diterima bisa ditolak. Tapi kalau dia
salah kelola, berbahaya,” papar Direktur Eksekutif Lembaga Emrus Corner ini.

Baca Juga :  Tolak Jokowi 3 Periode, Faisal Basri: Utang Menumpuk, Cukup

Secara teoritis, lanjutnya,
Jokowi bisa saja melakukan pertemuan dengan elit-elit politik yang memiliki
kepentingan terhadap revisi UU KPK. Dialektika dalam rangka kompromi politik
semacam itu merupakan hal yang wajar. “Biasanya dalam pengelolaan, dilakukan
pertemuan-pertemuan dengan para pihak. Nantinya akan dilakukan komunikasi
politik antara pihak-pihak ini. Sehingga ada titik kompromi. Bisa saja Perppu
dikeluarkan. Tetapi ada pasal tertentu yang boleh jadi dipertahankan. Atau
pasal tertentu tidak dipertahankan, tetapi ada perubahan di sana sini,”
ucapnya.

Terpisah, pengamat hukum tata
negara dari Universitas Andalas Padang, Feri Amsari, menyatakan rencana Jokowi
menerbitkan Perppu UU KPK akan menyelamatkan lembaga antirasuah itu dari
pelemahan. Dia mendorong pemerintah segera mengeluarkan Perppu tersebut. “Saya
kira Perppu itu akan menyelamatkan KPK serta mengembalikan tingkat kepercayaan
publik kepada Jokowi,” kata Feri.

Sumber masalah keributan dan
adanya aksi unjuk rasa oleh mahasiswa ini adalah revisi UU KPK yang diinisiasi
parpol melalui DPR dan disetujui Jokowi. Presiden dianggap punya peran penting
mengembalikan kekuatan KPK. Opsi Perppu KPK terbaik adalah membatalkan seluruh
revisi UU KPK dan menyeleksi ulang pimpinan KPK. (rh/fin/kpc)

JAKARTA – Presiden Joko Widodo mempertimbangkan untuk menerbitkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait Undang-Undang
Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Belum diketahui
kapan Perppu tersebut akan diterbitkan. Namun, pihak istana sudah menyiapkan
draf-nya.

Hal itu disampaikan Mensesneg,
Pratikno. Menurutnya, sudah menjadi tugasnya mempersiapkan segala sesuatu untuk
presiden. “Kita antisipasi apa pun keputusan Presiden dalam beberapa hari ke
depan. Yang jelas tugas staf adalah menyiapkan segala sesuatu yang akan
diputuskan pimpinan,” kata Pratikno di Masjid Baiturrahman Istana Kepresidenan
Jakarta, Jumat (27/9).

Namun, dia tidak menyampaikan
kapan Jokowi akan mengeluarkan Perppu tersebut. “Soal itu hanya presiden yang
tahu. Saya hanya mempersiapkan saja. Waktunya tergantung presiden,” imbuhnya.

Seperti diketahui pada Kamis
(26/9), Presiden Jokowi mengatakan mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu UU
KPK. Namun, Jokowi menegaskan masih akan mengkalkulasinya. Terutama dari sisi
politik. Kepala Negara juga belum dapat memastikan kapan akan menerbitkan
Perppu UU KPK tersebut.

Revisi UU KPK berlangsung sangat
singkat. Yakni 13 hari. Dimulai 3 September 2019 DPR menyetujui usulan revisi
UU KPK yang diusulkan Baleg DPR. Presiden lalu menandatangani surat presiden (surpres)
pada 11 September 2019. Selanjutnya rapat paripurna DPR RI mengesahkannya pada
17 September.

Baca Juga :  Atap Sekolah Kembali Ambruk, DPR Pertanyakan Sistem Pengawasan

Dalam Pasal 22 UUD 1945
menyebutkan perppu mempunyai fungsi dan muatan yang sama dengan undang-undang.
Bedanya dari segi pembentukannya saja. Perppu dibentuk oleh Presiden tanpa
persetujuan DPR RI. Alasan penerbitan Perppu karena ada suatu hal yang sangat
genting. KPK sendiri menyebutkan ada 26 masalah dari revisi UU Nomor 30 tahun
2002 tentang KPK.

Sementara itu, pengamat
komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menilai
Presiden Jokowi masih mengamati dinamika politik sebelum memutuskan menerbitkan
Perppu.

Menurut dia, saat ini Jokowi
masih menimbang-nimbang tentang dinamika politik yang mungkin timbul. Terutama
munculnya kekuatan lain yang menolak diterbitkannya Perppu. “Kekuatan lain
tersebut bisa jadi berasal dari kelompok masyarakat ataupun elit-elit politik
yang memiliki kepentingan terhadap revisi UU KPK,” ujar Emrus di Jakarta, Jumat
(27/9).

Dia mengingatkan agar Jokowi cermat
dalam mengelola desakan masyarakat. Termasuk desakan mahasiswa terkait
penerbitan Perppu KPK. Jika Presiden salah mengambil keputusan, maka hal
tersebut dapat berdampak pada kelangsungan pemerintahan dua periode Jokowi.
“Presiden harus bisa mengelola itu. Bisa diterima bisa ditolak. Tapi kalau dia
salah kelola, berbahaya,” papar Direktur Eksekutif Lembaga Emrus Corner ini.

Baca Juga :  Tolak Jokowi 3 Periode, Faisal Basri: Utang Menumpuk, Cukup

Secara teoritis, lanjutnya,
Jokowi bisa saja melakukan pertemuan dengan elit-elit politik yang memiliki
kepentingan terhadap revisi UU KPK. Dialektika dalam rangka kompromi politik
semacam itu merupakan hal yang wajar. “Biasanya dalam pengelolaan, dilakukan
pertemuan-pertemuan dengan para pihak. Nantinya akan dilakukan komunikasi
politik antara pihak-pihak ini. Sehingga ada titik kompromi. Bisa saja Perppu
dikeluarkan. Tetapi ada pasal tertentu yang boleh jadi dipertahankan. Atau
pasal tertentu tidak dipertahankan, tetapi ada perubahan di sana sini,”
ucapnya.

Terpisah, pengamat hukum tata
negara dari Universitas Andalas Padang, Feri Amsari, menyatakan rencana Jokowi
menerbitkan Perppu UU KPK akan menyelamatkan lembaga antirasuah itu dari
pelemahan. Dia mendorong pemerintah segera mengeluarkan Perppu tersebut. “Saya
kira Perppu itu akan menyelamatkan KPK serta mengembalikan tingkat kepercayaan
publik kepada Jokowi,” kata Feri.

Sumber masalah keributan dan
adanya aksi unjuk rasa oleh mahasiswa ini adalah revisi UU KPK yang diinisiasi
parpol melalui DPR dan disetujui Jokowi. Presiden dianggap punya peran penting
mengembalikan kekuatan KPK. Opsi Perppu KPK terbaik adalah membatalkan seluruh
revisi UU KPK dan menyeleksi ulang pimpinan KPK. (rh/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru