32.2 C
Jakarta
Saturday, September 21, 2024

Jurnalis Tempo Dianiaya Saat Akan Konfirmasi Kasus Korupsi

PROKALTENG.CO – Seorang jurnalis Tempo di Surabaya, Nurhadi,
mengaku mengalami kekerasan verbal dan fisik dari oknum aparat Polri, ketika
sedang melakukan kerja jurnalistiknya. Peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu (27/3/
2021), hingga Minggu (28/3/2021) dini hari. Kronologis peristwa tersebut viral
di aplikasi perpesanan Whatsapp.

Dari kronologis peristiwa yang
tersebar aplikasi Whatsapp, disebutkan jika Nurhadi yang hendak melakukan
konfirmasi pada bekas Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu Angin Prayitno
Aji. Konfirmasi dilakukan terkait kasus suap yang melibatkan Angin Prayitno
Aji, dan kini sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sabtu petang, Angin Prayitno Aji
sedang menggelar pesta pernikahan anaknya di Gedung Samudra, Morokembang. Angin
berbesan dengan Kombes Ahmad Yani, mantan Karo Perencanaan Polda Jatim.

Nurhadi tiba pukul 18:25 WIB.
Karena tak bisa bebas keluar masuk, ia dan seorang rekannya, masuk melalui
pintu samping.

Ketika berada di dalam gedung,
Nurhadi mengambil foto mempelai dan orang tua yang ada di pelaminan, sebanyak
dua kali. Foto diambil untuk memastikan, apakah Angin Prayitno Aji benar ada di
pelaminan tersebut.

Belakangan, Nurhadi baru
mengetahui jika undangan dilarang mengambil foto. Sehingga, aksinya di dalam,
mengundang perhatian sejumlah ajudan. Seorang ajudah sempat memotretnya, dan ia
kemudian dibawa ke bagian belakang gedung.

Di sana, setelah keluarga
mempelai perempuan menyebut tak kenal dengan Nurhadi, anggota TNI yang berjaga
di luar lantas membawanya masuk ke mobil patroli dan dibawa ke pos mereka.
Nurhadi diinterogasi dengan baik-baik, tanpa ada pemukulan.

Ia juga menjelaskan jika tak
ingin memotret suasana pernikahan, melainkan hendak melakukan konformasi pada Angin
Prayitno Aji.

Setelah itu, ia lantas dibawa ke
Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Di tengah perjalanan, ia lantas dibawa kembali
ke Gedung Samudra Morokembang, dan diturunkan di dekat musala.

Di situ sudah ramai orang. Ada
ajudan Angin, polisi, sampai puluhan. Tak lama turun dari mobil, ia sudah
disambut pukulan, dikiting, ditampar. “Yang paling kejam si ajudan Angin.
Bahkan dia sampai bilang, mau pilih UGD atau kuburan,” kata Nurhadi dalam
kronologisnya.

Menurutnya, saat itu ada pula
menantu Angin yang seorang polisi. Ia memberi uang sekitar Rp 600 ribu.
“Saya menolak. Sebagai balasan, saya ditampar dan ditendang lagi. Dia
memaksa saya memegang uang itu lalu difoto-foto,” tulisnya.

Baca Juga :  Jalani Rapid Test, 26 Pegawai KPK Reaktif

Tak berhenti di situ, ajudan
Angin juga beberapa kali memukul perut, dada, menggampar kuping, memaksa
membuka hp dan email, serta merestart hp, sehingga semua data Nurhadi, hilang.

Kejadian penyiksaan ini
berlangsung sekitar dua jam. Acara resepsi selesai. Semua ajudan Angin ikut
balik ke Jakarta, dan Nurhadi diserahkan ke anak asuh Kombes Ahmad Yani,
Purwanto dan Firman. “Mereka juga tadinya ikut menjotos saya. Keduanya
mengaku anggota Binmas Polda Jatim,” katanya.

Kedua pria itu lantas membawa
Nurhadi dan seorang temannya ke Hotel Arcadia, seberang JMP. Di sana obrolan
mulai cair. Mereka memaksa Nurhadi menerima uang tersebut.

Mereka juga meminta ini dianggap
aja selesai dan mengantar sampai rumah. Kalau tidak mau diantar, mereka
mengancam akan menjerat saya dengan UU ITE. 
“Nggak enak karo sampeyan
Mas,” kata Pak Pur dan Firman,” tulisnya.

Mereka kemudian mengantar Nurhadi
ke rumahnya, sekitar pukul 01.00 WIB. “Saat hendak turun dari mobil, saya
menaruh uang itu di dekat persneleng,” tulisnya.

Minggu (28/3/2021), Nurhadi
kemudian melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya ke SPKT Polda Jatim,
Surabaya.

Pantauan Ngopibareng.id (jaringan prokalteng.co), Nurhadi hadir gedung SPKT
Polda Jatim sekira pukul 13.30 WIB didampingi Ketua Aliansi Jurnalis Independen
(AJI) Surabaya Eben Haezer Panca, koordinator KonTras Surabaya Fatkhul Khoir, perwakilan
LBH Lentera Salawati Taher, LBH Pers, LBH Surabaya, serta beberapa kuasa hukum
lainnya.

Setelah melalui proses selama
kurang lebih 4 jam 15 menit atau sekira pukul 16.45 WIB, laporan tersebut
diterima oleh pihak kepolisian yang langsung mengeluarkan Surat Laporan, yang
kemudian berlanjut untuk proses visum di RS Bhayangkara Polda Jatim.

Ketua AJI Surabaya, Eben Haezer
Panca mengatakan, laporan ini dilayangkan karena telah mengancam nyawa dari
jurnalis yang sedang bertugas di lapangan. “Prinsipnya Kami mendesak agar
kepolisian mengusut kasus jni dan membawa pelaku ke pengadilan. Karena kami
harap ini agar bisa kinerja polisi lebih profesional karena menurut pengakuan
Mas Nur Hadi ada oknum kepolisian dan TNI juga,” kata Eben.

Baca Juga :  Wapres Sebut Kini PAUD Pun Terpapar Radikalisme

Menurutnya, kasus ini menjadi
pelajaran kepada para penegak hukum agar dapat menghargai kerja jurnalistik
para wartawan. “Ini menunjukkan aparat penegak hukum masih melihat
jurnalis sebagai ancaman. Kasus ini jadi pelajaran agar aparat penegak hukum
menghargai kerja jurnalistik. Apalagi, kerja Mas Nur Hadi ini mengarah ke
kepentingan publik terkait suap pajak,” harapnya.

Dalam kesempatan tersebut Ketua
AJI Surabaya meminta kepada pihak kepolisian untuk memberikan jaminan keamanan
kepada korban dan keluarga yang tak hanya diserang secara fisik, tapi juga
secara psikologi.

Untuk itu juga, Eben mengaku,
akan memberikan perlindungan dengan menempatkan Nurhadi dan istrinya ke safe
house yang dirahasiakan lokasinya. “Termasuk tim psikologi. Sementara
memang belum, tapi akan kita lihat kalau memang dibutuhkan akan kita
datangkan,” pungkasnya.

Sementara itu, Redaksi Majalah
Tempo meminta Kapolda Jawa Timur, Irjen Nico Afinta menindaklanjuti laporan
kekerasan, serta memeriksa anggotanya yang terlibat dalam penganiaayaan
tersebut.

Tempo menilai kekerasan ini
merupakan tindak pidana yang melanggar setidaknya dua aturan yakni pasal 170
KUHP mengenai penggunaan kekerasan secara bersama-sama terhadap orang atau
barang, dan pasal 18 ayat 1 UU Pers tentang tindakan yang menghambat atau menghalangi
kegiatan jurnalistik. “Ancaman hukuman untuk pelanggaran ini adalah
seberat-beratnya  lima tahun enam bulan
penjara” kata Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Wahyu Dhyatmika.

Penganiayaan tersebut juga
merupakan serangan terhadap kebebasan pers dan melanggar Undang Undang Pers
Nomor 40 Tahun 1999. Tempo mengutuk aksi kekerasan tersebut dan menuntut semua
pelakunya diadili serta dijatuhi hukuman sesuai hukum yang berlaku.

Atas peristiwa ini, redaksi Tempo
meminta kepada Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta menindaklanjuti kasus
kekerasan terhadap jurnalis Tempo dan memeriksa semua anggotanya yang terlibat.
“Setelah semua berkas penyidikan lengkap, kami menuntut pelakunya dibawa ke
meja hijau untuk menerima hukuman yang setimpal, sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku” katanya. 

Tempo juga meminta Kapolri
Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memerintahkan jajarannya di Divisi Profesi
dan Pengamanan Mabes Polri untuk memproses pelaku secara disiplin profesi dan
memastikan kasus ini merupakan aksi kekerasan terakhir yang dilakukan polisi
terhadap jurnalis.

PROKALTENG.CO – Seorang jurnalis Tempo di Surabaya, Nurhadi,
mengaku mengalami kekerasan verbal dan fisik dari oknum aparat Polri, ketika
sedang melakukan kerja jurnalistiknya. Peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu (27/3/
2021), hingga Minggu (28/3/2021) dini hari. Kronologis peristwa tersebut viral
di aplikasi perpesanan Whatsapp.

Dari kronologis peristiwa yang
tersebar aplikasi Whatsapp, disebutkan jika Nurhadi yang hendak melakukan
konfirmasi pada bekas Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu Angin Prayitno
Aji. Konfirmasi dilakukan terkait kasus suap yang melibatkan Angin Prayitno
Aji, dan kini sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sabtu petang, Angin Prayitno Aji
sedang menggelar pesta pernikahan anaknya di Gedung Samudra, Morokembang. Angin
berbesan dengan Kombes Ahmad Yani, mantan Karo Perencanaan Polda Jatim.

Nurhadi tiba pukul 18:25 WIB.
Karena tak bisa bebas keluar masuk, ia dan seorang rekannya, masuk melalui
pintu samping.

Ketika berada di dalam gedung,
Nurhadi mengambil foto mempelai dan orang tua yang ada di pelaminan, sebanyak
dua kali. Foto diambil untuk memastikan, apakah Angin Prayitno Aji benar ada di
pelaminan tersebut.

Belakangan, Nurhadi baru
mengetahui jika undangan dilarang mengambil foto. Sehingga, aksinya di dalam,
mengundang perhatian sejumlah ajudan. Seorang ajudah sempat memotretnya, dan ia
kemudian dibawa ke bagian belakang gedung.

Di sana, setelah keluarga
mempelai perempuan menyebut tak kenal dengan Nurhadi, anggota TNI yang berjaga
di luar lantas membawanya masuk ke mobil patroli dan dibawa ke pos mereka.
Nurhadi diinterogasi dengan baik-baik, tanpa ada pemukulan.

Ia juga menjelaskan jika tak
ingin memotret suasana pernikahan, melainkan hendak melakukan konformasi pada Angin
Prayitno Aji.

Setelah itu, ia lantas dibawa ke
Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Di tengah perjalanan, ia lantas dibawa kembali
ke Gedung Samudra Morokembang, dan diturunkan di dekat musala.

Di situ sudah ramai orang. Ada
ajudan Angin, polisi, sampai puluhan. Tak lama turun dari mobil, ia sudah
disambut pukulan, dikiting, ditampar. “Yang paling kejam si ajudan Angin.
Bahkan dia sampai bilang, mau pilih UGD atau kuburan,” kata Nurhadi dalam
kronologisnya.

Menurutnya, saat itu ada pula
menantu Angin yang seorang polisi. Ia memberi uang sekitar Rp 600 ribu.
“Saya menolak. Sebagai balasan, saya ditampar dan ditendang lagi. Dia
memaksa saya memegang uang itu lalu difoto-foto,” tulisnya.

Baca Juga :  Jalani Rapid Test, 26 Pegawai KPK Reaktif

Tak berhenti di situ, ajudan
Angin juga beberapa kali memukul perut, dada, menggampar kuping, memaksa
membuka hp dan email, serta merestart hp, sehingga semua data Nurhadi, hilang.

Kejadian penyiksaan ini
berlangsung sekitar dua jam. Acara resepsi selesai. Semua ajudan Angin ikut
balik ke Jakarta, dan Nurhadi diserahkan ke anak asuh Kombes Ahmad Yani,
Purwanto dan Firman. “Mereka juga tadinya ikut menjotos saya. Keduanya
mengaku anggota Binmas Polda Jatim,” katanya.

Kedua pria itu lantas membawa
Nurhadi dan seorang temannya ke Hotel Arcadia, seberang JMP. Di sana obrolan
mulai cair. Mereka memaksa Nurhadi menerima uang tersebut.

Mereka juga meminta ini dianggap
aja selesai dan mengantar sampai rumah. Kalau tidak mau diantar, mereka
mengancam akan menjerat saya dengan UU ITE. 
“Nggak enak karo sampeyan
Mas,” kata Pak Pur dan Firman,” tulisnya.

Mereka kemudian mengantar Nurhadi
ke rumahnya, sekitar pukul 01.00 WIB. “Saat hendak turun dari mobil, saya
menaruh uang itu di dekat persneleng,” tulisnya.

Minggu (28/3/2021), Nurhadi
kemudian melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya ke SPKT Polda Jatim,
Surabaya.

Pantauan Ngopibareng.id (jaringan prokalteng.co), Nurhadi hadir gedung SPKT
Polda Jatim sekira pukul 13.30 WIB didampingi Ketua Aliansi Jurnalis Independen
(AJI) Surabaya Eben Haezer Panca, koordinator KonTras Surabaya Fatkhul Khoir, perwakilan
LBH Lentera Salawati Taher, LBH Pers, LBH Surabaya, serta beberapa kuasa hukum
lainnya.

Setelah melalui proses selama
kurang lebih 4 jam 15 menit atau sekira pukul 16.45 WIB, laporan tersebut
diterima oleh pihak kepolisian yang langsung mengeluarkan Surat Laporan, yang
kemudian berlanjut untuk proses visum di RS Bhayangkara Polda Jatim.

Ketua AJI Surabaya, Eben Haezer
Panca mengatakan, laporan ini dilayangkan karena telah mengancam nyawa dari
jurnalis yang sedang bertugas di lapangan. “Prinsipnya Kami mendesak agar
kepolisian mengusut kasus jni dan membawa pelaku ke pengadilan. Karena kami
harap ini agar bisa kinerja polisi lebih profesional karena menurut pengakuan
Mas Nur Hadi ada oknum kepolisian dan TNI juga,” kata Eben.

Baca Juga :  Wapres Sebut Kini PAUD Pun Terpapar Radikalisme

Menurutnya, kasus ini menjadi
pelajaran kepada para penegak hukum agar dapat menghargai kerja jurnalistik
para wartawan. “Ini menunjukkan aparat penegak hukum masih melihat
jurnalis sebagai ancaman. Kasus ini jadi pelajaran agar aparat penegak hukum
menghargai kerja jurnalistik. Apalagi, kerja Mas Nur Hadi ini mengarah ke
kepentingan publik terkait suap pajak,” harapnya.

Dalam kesempatan tersebut Ketua
AJI Surabaya meminta kepada pihak kepolisian untuk memberikan jaminan keamanan
kepada korban dan keluarga yang tak hanya diserang secara fisik, tapi juga
secara psikologi.

Untuk itu juga, Eben mengaku,
akan memberikan perlindungan dengan menempatkan Nurhadi dan istrinya ke safe
house yang dirahasiakan lokasinya. “Termasuk tim psikologi. Sementara
memang belum, tapi akan kita lihat kalau memang dibutuhkan akan kita
datangkan,” pungkasnya.

Sementara itu, Redaksi Majalah
Tempo meminta Kapolda Jawa Timur, Irjen Nico Afinta menindaklanjuti laporan
kekerasan, serta memeriksa anggotanya yang terlibat dalam penganiaayaan
tersebut.

Tempo menilai kekerasan ini
merupakan tindak pidana yang melanggar setidaknya dua aturan yakni pasal 170
KUHP mengenai penggunaan kekerasan secara bersama-sama terhadap orang atau
barang, dan pasal 18 ayat 1 UU Pers tentang tindakan yang menghambat atau menghalangi
kegiatan jurnalistik. “Ancaman hukuman untuk pelanggaran ini adalah
seberat-beratnya  lima tahun enam bulan
penjara” kata Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Wahyu Dhyatmika.

Penganiayaan tersebut juga
merupakan serangan terhadap kebebasan pers dan melanggar Undang Undang Pers
Nomor 40 Tahun 1999. Tempo mengutuk aksi kekerasan tersebut dan menuntut semua
pelakunya diadili serta dijatuhi hukuman sesuai hukum yang berlaku.

Atas peristiwa ini, redaksi Tempo
meminta kepada Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta menindaklanjuti kasus
kekerasan terhadap jurnalis Tempo dan memeriksa semua anggotanya yang terlibat.
“Setelah semua berkas penyidikan lengkap, kami menuntut pelakunya dibawa ke
meja hijau untuk menerima hukuman yang setimpal, sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku” katanya. 

Tempo juga meminta Kapolri
Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memerintahkan jajarannya di Divisi Profesi
dan Pengamanan Mabes Polri untuk memproses pelaku secara disiplin profesi dan
memastikan kasus ini merupakan aksi kekerasan terakhir yang dilakukan polisi
terhadap jurnalis.

Terpopuler

Artikel Terbaru