PROKALTENG.CO – Fenomena downtrading atau peralihan konsumsi ke rokok yang lebih murah terus terjadi. Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Direktorat Jenderal Bea Cukai Mohammad Aflah Farobi menjelaskan, kenaikan harga rokok memicu terjadinya fenomena downtrading.
“Terjadi karena gap harga jual eceran antara golongan (rokok) yang semakin jauh. Jadi, harga jual rokok golongan I dengan golongan II dan golongan III ini memang dibuat ada gap,” ujarnya dilansir dari jawapos.com, Selasa (26/9).
Aflah menjelaskan, pemerintah sendiri menahan kenaikan tarif cukai untuk sigaret kretek tangan (SKT) di level maksimal 5 persen. Hal itu dikarenakan produksi SKT banyak menyedot tenaga kerja atau padat karya.
Makin besarnya tarif cukai tentu membuat harga jual eceran (HJE) menjadi lebih mahal. Alhasil, konsumen cenderung memilih mengonsumsi rokok yang lebih terjangkau.
“Tapi kalau rokok golongan I, (kenaikan tarif cukainya) sekitar 10 persen. Sehingga, dengan kenaikan yang semakin tinggi ini mengakibatkan yang terkena downtrading tentunya dari golongan I turun ke golongan II atau bahkan turun ke golongan III,” jelasnya.
Aflah memerinci, untuk sigaret kretek mesin (SKM) golongan I turun mencapai 14 persen. Sementara untuk golongan II justru naik 8,4 persen. Kemudian, golongan III naik 32,6 persen.
Dari sisi perlindungan tenaga kerja, Aflah menyebut pengenaan tarif cukai terbilang tepat. Sebab, rokok jenis SKT menyedot banyak tenaga kerja.
Fenomena downtrading yang terjadi tentu berdampak pada penerimaan cukai.
“Efek dari penerimaannya, karena penurunan penerimaan dari golongan I dengan penerimaan golongan III memang tidak seimbang. Turun cukup tajam karena HJE tinggi, walaupun volume golongan II dan III naik tinggi, tapi karena tarifnya lebih rendah maka cukainya juga lebih rendah,” jelasnya. (pri/jawapos.com)