25.6 C
Jakarta
Thursday, April 3, 2025

Pemerintah Bakal Larang Pemda Gunakan Dana BOS Untuk Bayar Gaji Guru H

JAKARTA – Pemerintah menghimbau kepada Pemerintah daerah (Pemda),
untuk tidak lagi menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk
membayar gaji guru honorer.

Deputi bidang Koordinasi
Pendidikan dan Agama, Kemenko PMK, Agus Sartono menegaskan, bahwa kedepan
pemerintah tidak lagi membolehkan pemda menggunakan dana BOS untuk membayar
gaji guru honorer. Untuk itu, pemerintah tengah mengatur mekanisme baru dalam penggunaan
dana BOS.

“Longgarnya pengawasan dana BOS,
menjadi celah pemda terus merekrut guru honorer baru. Mereka beralasan guru PNS
banyak yang pensiun. Satu sisi pemerintah melakukan moratorium. Sementara
proses belajar mengajar harus tetap berjalan. Makanya pemanfaatannya dana BOS
bagi siswa tidak maksimal,” kata Agus di Jakarta, Selasa (24/9)

Parahnya lagi, besaran gaji guru
honorer ini cukup bervariasi. Daerah yang punya kelebihan, berani menggaji
dengan standar UMR. Sedangkan yang minim, hanya berdasarkan besaran dana BOS Rp
150 ribu per bulan.

“Dengan penataan kembali dana
BOS, gaji guru honorer lebih manusiawi. Sementara ini solusi yang ditawarkan
adalah gaji guru honorer dimasukkan ke pos DAU (dana alokasi umum),” ujarnya.

Agus juga meminta, pemerintah
daerah untuk menyalurkan kelebihan transfer dana alokasi umum (DAU) untuk
membayar gaji honorer. Pasalnya, dana transfer daerah melebihi dari jumlah
pegawai yang ada.

Baca Juga :  Puan Maharani Keras: Pak Jokowi, New Normal Jangan Buru-Buru, Bikin Ke

Ia mencontohkan, data Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Untuk pembayaran gaji guru dan tenaga kependidikan
(GTK) PNS dihitung berdasarkan data pokok pendidikan (dapodik).

“Semisal jumlahnya 100 orang,
maka yang harusnya ditransfer hanya untuk 100. Faktanya, yang ditransfer
melebihi dari jumlah tersebut sehingga terjadi silfa,” ungkapnya.

Menurut Agus, mestinya pemda
memiliki kelebihan dana untuk meningkatkan gaji honorer. Namun sayangnya, pemda
malah justru menggunakan anggaran tersebut untuk urusan lain.

“Sayangnya, sebagian besar pemda
malah keberatan dan beralasan tidak ada anggaran. Pemda mau menjalankan tiga
mekanisme penyelesaian honorer K2 bila gajinya bersumber dari pusat. Padahal,
DAU yang ditransfer ke daerah sudah berlebihan,” imbuhnya.

Menurut Agus, pemda harus punya
rapor anggaran. Misalnya, anggaran pendidikan dicantumkan berapa yang
dialokasikan pemda dari sumber pendapatan asli daerah.

“Jangan semuanya bergantung ke
pusat. Pusat sudah memenuhi kewajiban sesuai UU Sisdiknas, di mana anggaran
pendidikan 20 persen dari APBN. Nah, daerah bagaimana,” tegasnya.

“Kalau Pemda memenuhi kewajiban
itu, saya yakin tidak ada honorer yang gajinya Rp 150 ribu. Pemda akan berani
membayar gaji honorer setara UMR,” sambungnya.

Baca Juga :  Masuk Kantor Damri Wajib Bawa Surat Bebas Covid-19

Sementara itu, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy meminta kepada pemerintah daerah
maupun sekolah, untuk tidak lagi mengutak-atik dana bantuan operasional sekolah
(BOS) untuk membayar gaji guru honorer.

“Kami sedang memperjuangkan agar
gaji guru honorer mulai 2020 tidak diambilkan dari dana BOS tapi dari dana
alokasi umum (DAU),” kata Muhadjir.

Muhadjir menegaskan, bahwa dana
BOS seharusnya digunakan untuk biaya operasional dan juga pembelian gawai untuk
meningkatkan mutu pembelajaran. Akan tetapi, saat ini dana BOS banyak digunakan
untuk gaji guru honorer.

“Maka sekarang dikunci, BOS tidak
lagi bisa digunakan untuk bayar gaji guru honorer tapi untuk digitalisasi
sekolah,” uajrnya.

Selain itu, pihaknya juga meminta
agar sekolah tidak lagi mengangkat guru honorer. Untuk itu, dia meminta guru
yang pensiun untuk dikontrak oleh sekolah, agar tetap mengajar di sekolah itu
sampai ada guru penggantinya.

“Saya sedang meletakkan
dasar-dasar agar penerus saya tidak terbebani persoalan guru honorer. Saya
mohon tidak boleh ada pengangkatan guru honorer lagi,” pungkasnya. (der/fin/kpc)

JAKARTA – Pemerintah menghimbau kepada Pemerintah daerah (Pemda),
untuk tidak lagi menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk
membayar gaji guru honorer.

Deputi bidang Koordinasi
Pendidikan dan Agama, Kemenko PMK, Agus Sartono menegaskan, bahwa kedepan
pemerintah tidak lagi membolehkan pemda menggunakan dana BOS untuk membayar
gaji guru honorer. Untuk itu, pemerintah tengah mengatur mekanisme baru dalam penggunaan
dana BOS.

“Longgarnya pengawasan dana BOS,
menjadi celah pemda terus merekrut guru honorer baru. Mereka beralasan guru PNS
banyak yang pensiun. Satu sisi pemerintah melakukan moratorium. Sementara
proses belajar mengajar harus tetap berjalan. Makanya pemanfaatannya dana BOS
bagi siswa tidak maksimal,” kata Agus di Jakarta, Selasa (24/9)

Parahnya lagi, besaran gaji guru
honorer ini cukup bervariasi. Daerah yang punya kelebihan, berani menggaji
dengan standar UMR. Sedangkan yang minim, hanya berdasarkan besaran dana BOS Rp
150 ribu per bulan.

“Dengan penataan kembali dana
BOS, gaji guru honorer lebih manusiawi. Sementara ini solusi yang ditawarkan
adalah gaji guru honorer dimasukkan ke pos DAU (dana alokasi umum),” ujarnya.

Agus juga meminta, pemerintah
daerah untuk menyalurkan kelebihan transfer dana alokasi umum (DAU) untuk
membayar gaji honorer. Pasalnya, dana transfer daerah melebihi dari jumlah
pegawai yang ada.

Baca Juga :  Puan Maharani Keras: Pak Jokowi, New Normal Jangan Buru-Buru, Bikin Ke

Ia mencontohkan, data Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Untuk pembayaran gaji guru dan tenaga kependidikan
(GTK) PNS dihitung berdasarkan data pokok pendidikan (dapodik).

“Semisal jumlahnya 100 orang,
maka yang harusnya ditransfer hanya untuk 100. Faktanya, yang ditransfer
melebihi dari jumlah tersebut sehingga terjadi silfa,” ungkapnya.

Menurut Agus, mestinya pemda
memiliki kelebihan dana untuk meningkatkan gaji honorer. Namun sayangnya, pemda
malah justru menggunakan anggaran tersebut untuk urusan lain.

“Sayangnya, sebagian besar pemda
malah keberatan dan beralasan tidak ada anggaran. Pemda mau menjalankan tiga
mekanisme penyelesaian honorer K2 bila gajinya bersumber dari pusat. Padahal,
DAU yang ditransfer ke daerah sudah berlebihan,” imbuhnya.

Menurut Agus, pemda harus punya
rapor anggaran. Misalnya, anggaran pendidikan dicantumkan berapa yang
dialokasikan pemda dari sumber pendapatan asli daerah.

“Jangan semuanya bergantung ke
pusat. Pusat sudah memenuhi kewajiban sesuai UU Sisdiknas, di mana anggaran
pendidikan 20 persen dari APBN. Nah, daerah bagaimana,” tegasnya.

“Kalau Pemda memenuhi kewajiban
itu, saya yakin tidak ada honorer yang gajinya Rp 150 ribu. Pemda akan berani
membayar gaji honorer setara UMR,” sambungnya.

Baca Juga :  Masuk Kantor Damri Wajib Bawa Surat Bebas Covid-19

Sementara itu, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy meminta kepada pemerintah daerah
maupun sekolah, untuk tidak lagi mengutak-atik dana bantuan operasional sekolah
(BOS) untuk membayar gaji guru honorer.

“Kami sedang memperjuangkan agar
gaji guru honorer mulai 2020 tidak diambilkan dari dana BOS tapi dari dana
alokasi umum (DAU),” kata Muhadjir.

Muhadjir menegaskan, bahwa dana
BOS seharusnya digunakan untuk biaya operasional dan juga pembelian gawai untuk
meningkatkan mutu pembelajaran. Akan tetapi, saat ini dana BOS banyak digunakan
untuk gaji guru honorer.

“Maka sekarang dikunci, BOS tidak
lagi bisa digunakan untuk bayar gaji guru honorer tapi untuk digitalisasi
sekolah,” uajrnya.

Selain itu, pihaknya juga meminta
agar sekolah tidak lagi mengangkat guru honorer. Untuk itu, dia meminta guru
yang pensiun untuk dikontrak oleh sekolah, agar tetap mengajar di sekolah itu
sampai ada guru penggantinya.

“Saya sedang meletakkan
dasar-dasar agar penerus saya tidak terbebani persoalan guru honorer. Saya
mohon tidak boleh ada pengangkatan guru honorer lagi,” pungkasnya. (der/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru