Memasuki masa
kepemimpinan periode ke-2, Presiden Jokowi beserta Menteri Kabinetnya gencar
meneruskan pembangunan infrastruktur. Dalam waktu dekat, Pemerintah akan
membangun akses jalan raya menghubungkan Bandara Internasional Yogyakarta
dengan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur.
Program nasional
bertajuk Bedah Menoreh tersebut akan melintasi jajaran pegunungan Menoreh yang
membentang dari utara ke selatan sebagian wilayah Kulonprogo, Purworejo dan
Magelang. Pemerintah menyiapkan berbagai skenario untuk menjadikan jalur
tersebut menjadi kawasan agroekowisata terpadu. Kementerian Pertanian ambil
bagian melalui program pengembangan kawasan buah dan tanaman hias.
Direktur Jenderal
Hortikuktura Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto, saat dihubungi di
Jakarta, Minggu (22/9), menyebut pihaknya akan mendukung pengembangan
agroekowisata tersebut.
“Tahun 2020 kita akan
kembangkan kebun Lengkeng Kateki, Manggis Kaligesing, Bunga Krisan dan tanaman
obat di kawasan Pegunungan Menoreh meliputi sebagian wilayah Kabupaten
Kulonprogo, Purworejo dan Magelang. Konsepnya dibuat terpadu dengan
pengembangan agroekowisata agar lebih sustainable atau berkelanjutan,†ujar
pria yang akrab dipanggil Anton ini.
Selain bernilai
ekonomis tinggi, kata Anton, pengembangan buah-buahan di kawasan tersebut
sekaligus mendukung konservasi lingkungan. Model pengembangan kawasan buah
tersebut sesuai dengan Grand Design Pengembangan Kawasan Hortikultura Berbasis
Korporasi 2020-2024 yang terus digodog jajarannya.
“Daya saing lengkeng
baik di pasar lokal dan internasional terletak pada cita rasa yang manis legit
dan dagingnya yang tebal. Oleh karena itu perlu terus dikembangkan jenis
kelengkeng yang adaptif di daerah tropis dengan cita rasa seperti di atas,â€
tambah Anton.
Dikonfirmasi terpisah,
Direktur Buah dan Florikultura, Liferdi Lukman, mengatakan pihaknya telah
mengalokasikan kegiatan pengembangan buah lengkeng varietas Kateki melalui APBN
2020.
“Secara nasional,
tahun 2020 kami targetkan pengembangan kawasan lengkeng seluas 600 hektare.
Luasannya akan terus ditingkatkan dari tahun ke tahun. Untuk Kulonprogo dan
Magelang saja akan kami alokasikan sekitar 200 hektare. Tambah lagi di Gunung
Kidul 100 hektare. Konsepnya, selain peningkatan produksi dan pengurangan
impor, juga disinergikan dengan pengembangan agroekowisata setempat,†kata
Liferdi.
Menurut Liferdi,
dipilihnya buah tersebut karena buah manis legit yang biasa disebut ‘mata dewa’
banyak digemari masyarakat namun belum banyak dikembangkan skala luas di dalam
negeri.
“Kita masih ada impor
lengkeng terutama dari Thailand. Meskipun jumlah impor terus turun seiring
dengan peningkatan produksi, lengkeng termasuk jenis buah sub tropis. Indonesia
sebenarnya sangat cocok dikembangkan. Dengan pendekatan kawasan korporasi
terpadu hulu-hilir, kami optimis dalam 3 tahun ke depan impor lengkeng akan
berkurang secara bertahap, paling tidak 20-30 persen setiap tahunnya,†ungkap
pria Minang tersebut.
Lebih lanjut Liferdi
menjelaskan saat ini Indonesia memiliki banyak lengkeng varietas unggulan yang
daya adaptasi luas, rasanya manis. Daging buahnya tebal dan tidak kalah dengan
lengkeng impor.
“Varietas Kateki
menjadi salah satu varietas yang dinilai mampu mengimbangi kualitas lengkeng
impor asal Thailand. Masyarakat kita sudah banyak yang mengembangkan lengkeng
secara swadaya. Catatan kami tidak kurang dari 2.400 hektare lengkeng yang
telah dikembangkan mulai dari Sumut, Lampung, seluruh pulau Jawa, Sulsel,
Kaltim hingga NTB,†bebernya.
Kepala Dinas Pertanian
dan Ketahanan Pangan Kabupaten Kulonprogo, Muhammad Aris Nugroho, saat ditemui
di Wates mengaku sangat antusias dan mendukung program korporasi Ditjen
Hortikultura. Program tersebut sejalan dengan skenario pengembangan wilayah
bertajuk Bedah Menoreh yang sudah dirintis sebelumnya.
“Program Bedah Menoreh
disiapkan untuk membedah infrastruktur jalan, sektor pariwisata, pertanian,
moda transportasi, hingga budaya. Adanya bandara YIA dan KSPN Borobudur
menjadikan Kulon Progo dan kabupaten tetangga seperti Purworejo dan Magelang
tidak hanya sekadar tempat transit namun bisa berkembang menjadi destinasi
pariwisata yang menarik. Lha di sinilah hortikultura masuk,†terang Aris
semangat.
Aris menerangkan,
proyek ini akan melalui Kecamatan Temon-Kokap-Girimulyo-Samigaluh-Kalibawang
hingga Borobudur. Pengembangan Lengkeng Kateki diarahkan ke daerah Pengasih,
Sentolo, Wates, Samigaluh dan Bendung Kamijoro. Khusus Samigaluh, sekarang
sudah berkembang berbagai komoditas hortikultura seperti durian, manggis,
krisan dan tanaman obat. Sekarang ini sudah ada Embung Girilangu untuk
mendukung irigasinya.
“Lha kok ndilalahnya,
Pengembangan Korporasi Usaha (PKU) yang digagas oleh Badan Ketahanan Pangan
juga telah masuk ke daerah ini. Jenis kegiatannya meliputi peternakan kambing
PE, olahan susu kambing.dan pembuatan pupuk organik. Kalau ditambah lagi nantinya
perluasan kawasan lengkeng dan buah-buahan lainnya. Tentunya ini akan tambah
mantab,†imbuh Aris dengan logat Jawanya yang khas.
Petani lengkeng di
Desa Tawangsari, Untung, asal Kecamatan Pengasih mengaku senang mengembangkan
Kateki karena dinilai sangat menguntungkan. Saat ini telah berkembang kurang
lebih 11 ribu batang lengkeng Kateki dari bantuan APBN dan APBD II di Desa
Tawangsari. Hampir di setiap pekarangan rumah warga ditanami lengkeng.
“Saya sendiri sudah
nanem sejak 2014. Total punya saya ada 600 batang. Kateki ini bisa diatur
pembuahannya. Petani di sini sudah bisa menerapkan manajemen pemboosteran
sehingga bisa mengatur waktu panen sesuai keinginan. Dalam 1 pohon bisa
menghasilkan 30-70 kg, dengan harga jual Rp 20 – 35 ribu per kg. Setiap tahunnya
omset bisa mencapai 1,4 juta per pohon,†bebernya senang.
Tidak hanya di
Kulonprogo, Kabupaten Gunung Kidul yang luas lahannya 2/3 bagian dari DIY juga
sangat antusias menerima program kawasan lengkeng berbasis korporasi ini.
Kepala Desa Salam Kecamatan Patuk, Sajito, meyakinkan bahwa lahan petani di
desanya siap mengembangkan Kateki seluas 25 hektare difokuskan di lokasi
agrowisata Purbo Selorejo Nawing.
“Saat ini, Dinas PU
sudah masuk membangun jalan menuju agrowisata yang menonjolkan wisata sungai di
bawah bebatuan ini. Tentu akan tambah lengkap apabila ditambahkan dengan wisata
petik lengkeng,†ujarnya.
Senada dengan Sajito,
ketua Kelompok Tani Sedyo Maju, Desa Candisari, Kec. Semanu, Sumanto memimpikan
akan membangun kebun lengkeng agrowisata di desanya.
“Program Kementan
untuk mengembangkan kawasan lengkeng berbasis korporasi memberikan angin segar
bagi warga Desa Candirejo, jelasnya di tengah 129 pohon lengkengnya yang
tertata rapih dan subur menunggu berbuah,†ujar Sumanto.(jpg)