Site icon Prokalteng

TP4 dan TP4D Dinilai Hambat Laju Investasi

tp4-dan-tp4d-dinilai-hambat-laju-investasi

JAKARTA – Keberadaan Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintah, dan
Pembangunan Pusat (TP4P) dan Tim Pengawal, Pengaman Pemerintahan dan
Pembangunan Daerah (TP4D) justru menghambat investasi. Istana pun menyambut
baik wacana tersebut.

Kepala Staf Kepresidenan (KSP)
Moeldoko mengatakan rencana pembubaran TP4 dan TP4D Kejaksaan Agung mendapat
dukungan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pembubaran agar laju investasi tak
terhambat.

“Intinya Presiden kemarin sangat
jelas, jangan aparat penegak hukum justru menjadi penghambat jalannya
investasi,” kata Moeldoko di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Jumat
(22/11).

Awalnya TP4 dan TP4D dibentuk
dengan tujuan mendampingi para pemerintah daerah membuat program-program agar
tidak terlibat dalam korupsi. Tapi pada praktiknya banyak keluhan bahwa fungsi
TP4 ini justru dijadikan alat untuk mengambil keuntungan.

“Aparat itu justru harapan
Presiden memberikan dukungan, pengawalan sehingga investasi yang berjalan di
daerah-daerah itu bisa berjalan dengan baik,” ungkap Moeldoko.

Dia meminta agar kehadiran aparat
jangan sampai makin membuat suasana rumit.

“Ini kira-kira evaluasi seperti
itu yang dilakukan sehingga ke depan nanti harapannya semua aparat penegak
hukum justru ikut mengawal jalannya investasi, jangan menjadi faktor
penghambat,” tambah Moeldoko.

Namun bila aparat kepolisan dan
Kejaksaan melihat ada penyelewengan, Moeldoko menilai penegakan hukum tetap
dapat dilakukan.

“Kalau aparat kepolisian dan
kejaksaan melihat bahwa ini seharusnya mudah, ini harus dijalankan pemerintah
daerah, tapi kenapa pemerintah daerah membuat ribet, di situ lah fungsi-fungsi
aparat bisa menjembatani, menjadi ‘bridging’ antara pemerintah daerah dan
investor sehingga nanti semua bisa berjalan relatif mudah,” jelasnya.

Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad
Sahroni memandang rencana pembubaran TP4P dan TP4D harus dipertimbangkan secara
bijak.

“Rencana tersebut harus berangkat
dari niat serta pemikiran untuk membangun bangsa, tidak semata-mata atas dasar
rumor yang belum teruji kebenarannya,” katanya.

Bila ada rumor terkait oknum TP4P
dan TP4D menyalahgunakan tugas dan wewenangnya, maka seharusnya langkah yang
ditempuh adalah melaporkan ke penegak hukum. Sehingga rumor tersebut dapat
diuji menjadi sebuah fakta hukum atau tidak.

“Berbahaya sekali apabila kita
gegabah membubarkan unit kerja pemerintah hanya bersumber dari rumor. Bisa-bisa
pemerintahan ini bubar karena rumor,” tegas politisi Partai NasDem ini.

Sahroni menjelaskan, dasar
pembentukan TP4P dan TP4D sebenarnya bertujuan mengawal dan mendampingi
pemerintah dalam membuat program-program agar tidak terlibat dalam korupsi.

Jika dalam perjalanannya ada
oknum-oknum yang menyalahgunakan tugas dan wewenangnya untuk kepentingan
pribadi atau orang lain, maka yang harus dilakukan adalah penindakan pelakunya
dan bukan pembubaran organisasinya.

“Ibarat mencari tikus di dalam
lumbung, membersihkannya bukan dengan membakar lumbung tetapi mencari agar
tikusnya hilang, lumbungnya tetap dapat dioptimalkan sesuai fungsinya,” tutur
Sahroni.

Persoalan ini, menurutnya, justru
sekaligus menjadi pembuktian atas pernyataan Jaksa Agung beberapa waktu lalu
yang menegaskan akan membersihkan oknum-oknum jaksa nakal di lingkungan
kerjanya.

“Dengan demikian evaluasi dan
langkah ke depan semua melalui proses yang terukur,” ucapnya.

Jaksa Agung ST Burhanuddin
sebelumnya berencana mengevaluasi program TP4, yang telah berjalan sejak 2015.
Burhanudin menilai program yang dibuat di era mantan Jaksa Agung Muhammad
Prasetyo itu memiliki banyak masalah dalam penerapannya.

Jaksa Agung 2014-2019 HM Prasetyo
membentuk TP4D di tingkat Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan
Negeri pada berdasarkan Keputusan Jaksa Agung RI tertanggal 1 Oktober 2015
untuk mengawal, mengamankan dan mendukung keberhasilan jalannya pemerintahan
dan pembangunan melalui upaya-upaya pencegahan dan persuasif baik di tingkat
pusat maupun daerah sesuai wilayah hukum penugasan masing-masing.

Namun KPK bahkan melakukan
Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Agustus 2019 terhadap Jaksa Kejaksaan Negeri
Yogyakarta Eka Safitri yang juga anggota Tim TP4D bersama Jaksa di Kejari
Surakarta, Satriawan Sulaksono. Keduanya telah ditetapkan tersangka penerima
suap dalam kasus lelang proyek pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan
Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta TA 2019. (gw/fin/kpc)

Exit mobile version