25.1 C
Jakarta
Monday, April 14, 2025

22 Orang Ikut Seleksi Capim KPK, Pendaftaran Masih Dibuka

Panitia seleksi calon pimpinan (Pansel Capim)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima 22 orang pendaftar calon
pimpinan KPK periode 2019-2023. Mereka datang dari beragam latar belakang.

“Hingga saat ini setahu saya masih 22 orang.
Tapi detailnya saya tidak tahu,” kata anggota pansel capim KPK Hendardi kepada
JawaPos.com, Minggu (23/6).

Hendardi belum bisa merinci latar belakang
dari 22 orang yang telah mendaftar sebagai capim KPK jilid 5 itu. Pihaknya
masih menerima berkas pendaftaran pimpinan lembaga antirasuah hingga 4 Juli
2019 mendatang. Artinya pendaftaran masih dibuka. “Nanti di hari terakhir akan
banyak yang daftar,” ucap Hendardi.

Direktur Eksekutif SETARA Institute
berpendapat, dalam pencarian calon pimpinan ke depan, pansel harus fokus pada
calon yang betul-betul paham terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU),
mengingat hal tersebut masih menjadi kekurangan pada periode pimpinan saat ini.

Baca Juga :  Karen Sebut Investasi BMG bukan untuk Akuisisi

Fakta itu itu merujuk pada data penelitian
Indonesia Corruption Watch (ICW). Dari data itu disebutkan bahwa hanya 15 kasus
yang dikenakan pasal TPPU dari 300 kasus yang sebetulnya bisa dikenakan TPPU.
Sebagai contoh, kasus e-KTP seharusnya dapat dikenakan pasal TPPU karena dugaan
korupsi itu dilakukan pada 2009.

“Itu kan berarti uang hasil korupsi sudah ke
mana-mana. Bahkan dalam dakwaan dua orang yang pertama ada loh daftar
penerimanya. Itu harusnya kena TPPU dan KPK sejak awal seharusnya memang sudah
menerapkan pasal TPPU,” jelasnya.

Di pihak lain, peneliti Indonesia Corruption
Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, rekam jejak calon pimpinan KPK harus
menjadi catatan serius. Pansel diminta melakukan seleksi ketat tanpa kompromi.

“Itu salah satu catatan serius yang rasanya
harus dipertimbangkan matang-matang oleh Pansel dalam menjaring calon pimpinan
KPK,” ujar Kurnia.

Baca Juga :  PNS di Kota Siap-siap Bakal Dipindahkan ke Pedesaan

Namun, belakangan justru masif isu terkait
syarat dan prasyarat menjadi capim KPK seolah hanya boleh dari seseorang yang
berlatar belakang aparat penegak hukum. Padahal, isu tersebut tidak benar
adanya.

“Tidak ada kewajiban dalam peraturan
perundang-undangan manapun yang menyebutkan bahwa pimpinan KPK mesti berasal
dari instansi penegak hukum tertentu,” tegas Kurnia.

Menurut dia, berdasarkan peraturan KPK
disebutkan, bahwa calon pimpinan KPK tidak boleh berasal dari instansi mana
pun. Dengan kata lain, calon harus mundur jika ingin mendaftar sebagai pimpinan
KPK.

“Ini penting, mengingat Pasal 3 UU KPK telah
secara gamblang menyebutkan bahwa KPK adalah lembaga negara yang dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun,” tukasnya.(jpc)

 

 

Panitia seleksi calon pimpinan (Pansel Capim)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima 22 orang pendaftar calon
pimpinan KPK periode 2019-2023. Mereka datang dari beragam latar belakang.

“Hingga saat ini setahu saya masih 22 orang.
Tapi detailnya saya tidak tahu,” kata anggota pansel capim KPK Hendardi kepada
JawaPos.com, Minggu (23/6).

Hendardi belum bisa merinci latar belakang
dari 22 orang yang telah mendaftar sebagai capim KPK jilid 5 itu. Pihaknya
masih menerima berkas pendaftaran pimpinan lembaga antirasuah hingga 4 Juli
2019 mendatang. Artinya pendaftaran masih dibuka. “Nanti di hari terakhir akan
banyak yang daftar,” ucap Hendardi.

Direktur Eksekutif SETARA Institute
berpendapat, dalam pencarian calon pimpinan ke depan, pansel harus fokus pada
calon yang betul-betul paham terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU),
mengingat hal tersebut masih menjadi kekurangan pada periode pimpinan saat ini.

Baca Juga :  Karen Sebut Investasi BMG bukan untuk Akuisisi

Fakta itu itu merujuk pada data penelitian
Indonesia Corruption Watch (ICW). Dari data itu disebutkan bahwa hanya 15 kasus
yang dikenakan pasal TPPU dari 300 kasus yang sebetulnya bisa dikenakan TPPU.
Sebagai contoh, kasus e-KTP seharusnya dapat dikenakan pasal TPPU karena dugaan
korupsi itu dilakukan pada 2009.

“Itu kan berarti uang hasil korupsi sudah ke
mana-mana. Bahkan dalam dakwaan dua orang yang pertama ada loh daftar
penerimanya. Itu harusnya kena TPPU dan KPK sejak awal seharusnya memang sudah
menerapkan pasal TPPU,” jelasnya.

Di pihak lain, peneliti Indonesia Corruption
Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, rekam jejak calon pimpinan KPK harus
menjadi catatan serius. Pansel diminta melakukan seleksi ketat tanpa kompromi.

“Itu salah satu catatan serius yang rasanya
harus dipertimbangkan matang-matang oleh Pansel dalam menjaring calon pimpinan
KPK,” ujar Kurnia.

Baca Juga :  PNS di Kota Siap-siap Bakal Dipindahkan ke Pedesaan

Namun, belakangan justru masif isu terkait
syarat dan prasyarat menjadi capim KPK seolah hanya boleh dari seseorang yang
berlatar belakang aparat penegak hukum. Padahal, isu tersebut tidak benar
adanya.

“Tidak ada kewajiban dalam peraturan
perundang-undangan manapun yang menyebutkan bahwa pimpinan KPK mesti berasal
dari instansi penegak hukum tertentu,” tegas Kurnia.

Menurut dia, berdasarkan peraturan KPK
disebutkan, bahwa calon pimpinan KPK tidak boleh berasal dari instansi mana
pun. Dengan kata lain, calon harus mundur jika ingin mendaftar sebagai pimpinan
KPK.

“Ini penting, mengingat Pasal 3 UU KPK telah
secara gamblang menyebutkan bahwa KPK adalah lembaga negara yang dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun,” tukasnya.(jpc)

 

 

Terpopuler

Artikel Terbaru