26.4 C
Jakarta
Sunday, November 24, 2024

Masyarakat Dibatasi Besar-besaran, TKA Bebas Masuk

JAKARTA – DPR RI menyayangkan, saat sebagian kepala daerah
mendapatkan persetujuan oleh pemerintah pusat melaksanakan kebijakan Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) dan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat untuk
mengatasi wabah COVID-19, Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Cina justru masuk
Indonesia.

Jika kebijakan PSBB tidak
dibarengi proteksi terhadap WNI dari potensi ancaman dari luar negeri, maka
kebijakan PSBB menjadi omong kosong. Anggota Komisi I DPR RI Toriq Hidayat
mengatakan, saat ini Cina termasuk lima besar negara-negara dengan jumlah kasus
positif COVID-19 dan korban meninggal terbanyak akibat wabah ini. Selain
Amerika Serikat, Italia, Spanyol dan Jerman.

“Pemerintah harus mencegah
masuknya TKA dan wisatawan asing yang berasal dari negara-negara tersebut.
Bahkan untuk alasan darurat. Pencegahan ini harus dilakukan hingga wabah ini
selesai,” tegas Toriq di Jakarta, Selasa (21/4).

Melihat kondisi darurat COVID-19
di Indonesia, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) membentuk Tim COVID-19.
Salah satu rekomendasi dari Tim COVID-19 FPKS untuk mencegah masuknya TKA dari
negara-negara berstatus bahaya adalah mencabut Permenhumkam nomor 11 Tahun 2020
Tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik
Indonesia.

Permenhumkam ini diterbitkan oleh
Pemerintah dalam rangka mencegah wabah COVID-19 dari negara lain masuk ke
Indonesia. Namun FPKS menemukan kelemahan pada Permenhumkam ini. Pada Pasal 3
disebutkan pelarangan dikecualikan. Sehingga menjadi dalih dari TKA Cina dan
yang lainnya tetap bisa masuk ke Indonesia.

“Saya selaku anggota Komisi I DPR
RI dari Fraksi PKS dan bermitra dengan Kementerian Luar Negeri yang memiliki
tanggung jawab memberikan proteksi warga negara Indonesia dari potensi ancaman
luar negeri meminta agar Menteri Luar Negeri bersama Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia segera mencabut Permenhumkam nomor 11 Tahun 2020 Tentang
Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik Indonesia. Mari
kita putus rantai wabah COVID-19 di Indonesia,” papar Toriq.

Baca Juga :  Tak Tanggung-tanggung, Ribuan Personel Dikerahkan untuk Mengawal FPI

Ia memberikan apresiasi kepada
para tenaga medis yang terus berusaha mengobati para pasien COVID-19. Apresiasi
juga disampaikan kepada seluruh Kepala Daerah yang berusaha keras memutus
rantai penyebaran COVID-19 dari daerah yang dinyatakan sebagai zona merah ke
daerah yang dinyatakan sebagai zona hijau. Yakni dengan mengajukan permohonan
penetapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kepada pemerintah
pusat.

“Mengobati pasien COVID-19 agar
sembuh adalah hal penting. Tetapi di waktu yang sama usaha untuk memutus rantai
penyebarannya melalui PSBB juga sangat penting,” ucapnya.

Sementara itu, anggota DPR RI
Hidayatullah berpandangan konstitusionalitas Peraturan Presiden (Perpres) No.
54 Tahun 2020 Tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN Tahun Anggaran 2020
bermasalah.

“Dalam kondisi krisis berat
seperti apapun, belum ada preseden pemerintahan sebelumnya yang gunakan Perpres
untuk Perubahan APBN. Ini baru pertama terjadi dalam sejarah. Perubahan APBN
hanya diatur dalam Perpres. Ini meyalahi tradisi dan konstitusi bernegara.
Berbagai negara juga sama. Kebijakan fiskal atau belanja negara sebesar apapun
untuk menghadapi Pandemi COVID-19 ini, pihak eksekutif selalu melibatkan
parlemen,” jelas Hidayatullah di Jakarta, Selasa (21/4).

Baca Juga :  Potret Pendidikan Tanah Air: 333.645 Ruang Kelas Butuh Perbaikan

Ia menekankan dalam sistem
ketatanegaraan di Indonesia, masalah APBN telah diatur dengan sangat rinci dan
jelas pada Bab VIII UUD NRI Tahun 1945, tentang Hal Keuangan Pasal 23.
“Penetapan Perubahan APBN dengan Peraturan Presiden (Perpres) jelas
bertentangan dengan Pasal 23 UUD NRI 1945. Ini tidak sesuai dengan pasal
tersebut. Paling tidak, harusnya Perubahan APBN, kalaupun sangat-sangat
terpaksa pemerintah bisa gunakan peraturan perundang-undangan sederajat.
Seperti Perppu. Kalau Perpres tidak sepadan dengan yang dimaksud UUD 1945,”
terangnya.

Hidayatullah menilai kalau
Perubahan APBN ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan sederajat atau
Perppu, maka Presiden akan tetap melibatkan DPR dengan pertimbangan DPD untuk
melakukan pembahasan Perubahan APBN tersebut. Meski proses pembahasannya
terbatas, pilihannya menolak atau menerima Perppu tersebut.

Menurutnya, seluruh Presiden RI
selama memimpin selalu menetapkan APBN setiap tahun dengan Undang-undang atau
peraturan perundang-undangan sederajat. Hal ini sebagaimana diamanatkan oleh
Pasal 23 UUD Tahun 1945. Bahkan ketika Indonesia menghadapi krisis yang sangat
berat.

“Negara kita dari awal berdiri
sampai sekarang sudah pernah melewati berbagai krisis dan masalah yang berat.
Tetapi para pemimpin sebelumnya selalu menjaga proses APBN tetap sesuai
konstitusi. Hari ini kita menghadapi kenyataan yang buruk, ketika Perubahan
APBN hanya diatur dalam Perpres. Penghormatan antar lembaga negara juga menjadi
meredup. Ini mengkhawatirkan,” pungkasnya.

JAKARTA – DPR RI menyayangkan, saat sebagian kepala daerah
mendapatkan persetujuan oleh pemerintah pusat melaksanakan kebijakan Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) dan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat untuk
mengatasi wabah COVID-19, Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Cina justru masuk
Indonesia.

Jika kebijakan PSBB tidak
dibarengi proteksi terhadap WNI dari potensi ancaman dari luar negeri, maka
kebijakan PSBB menjadi omong kosong. Anggota Komisi I DPR RI Toriq Hidayat
mengatakan, saat ini Cina termasuk lima besar negara-negara dengan jumlah kasus
positif COVID-19 dan korban meninggal terbanyak akibat wabah ini. Selain
Amerika Serikat, Italia, Spanyol dan Jerman.

“Pemerintah harus mencegah
masuknya TKA dan wisatawan asing yang berasal dari negara-negara tersebut.
Bahkan untuk alasan darurat. Pencegahan ini harus dilakukan hingga wabah ini
selesai,” tegas Toriq di Jakarta, Selasa (21/4).

Melihat kondisi darurat COVID-19
di Indonesia, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) membentuk Tim COVID-19.
Salah satu rekomendasi dari Tim COVID-19 FPKS untuk mencegah masuknya TKA dari
negara-negara berstatus bahaya adalah mencabut Permenhumkam nomor 11 Tahun 2020
Tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik
Indonesia.

Permenhumkam ini diterbitkan oleh
Pemerintah dalam rangka mencegah wabah COVID-19 dari negara lain masuk ke
Indonesia. Namun FPKS menemukan kelemahan pada Permenhumkam ini. Pada Pasal 3
disebutkan pelarangan dikecualikan. Sehingga menjadi dalih dari TKA Cina dan
yang lainnya tetap bisa masuk ke Indonesia.

“Saya selaku anggota Komisi I DPR
RI dari Fraksi PKS dan bermitra dengan Kementerian Luar Negeri yang memiliki
tanggung jawab memberikan proteksi warga negara Indonesia dari potensi ancaman
luar negeri meminta agar Menteri Luar Negeri bersama Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia segera mencabut Permenhumkam nomor 11 Tahun 2020 Tentang
Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik Indonesia. Mari
kita putus rantai wabah COVID-19 di Indonesia,” papar Toriq.

Baca Juga :  Tak Tanggung-tanggung, Ribuan Personel Dikerahkan untuk Mengawal FPI

Ia memberikan apresiasi kepada
para tenaga medis yang terus berusaha mengobati para pasien COVID-19. Apresiasi
juga disampaikan kepada seluruh Kepala Daerah yang berusaha keras memutus
rantai penyebaran COVID-19 dari daerah yang dinyatakan sebagai zona merah ke
daerah yang dinyatakan sebagai zona hijau. Yakni dengan mengajukan permohonan
penetapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kepada pemerintah
pusat.

“Mengobati pasien COVID-19 agar
sembuh adalah hal penting. Tetapi di waktu yang sama usaha untuk memutus rantai
penyebarannya melalui PSBB juga sangat penting,” ucapnya.

Sementara itu, anggota DPR RI
Hidayatullah berpandangan konstitusionalitas Peraturan Presiden (Perpres) No.
54 Tahun 2020 Tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN Tahun Anggaran 2020
bermasalah.

“Dalam kondisi krisis berat
seperti apapun, belum ada preseden pemerintahan sebelumnya yang gunakan Perpres
untuk Perubahan APBN. Ini baru pertama terjadi dalam sejarah. Perubahan APBN
hanya diatur dalam Perpres. Ini meyalahi tradisi dan konstitusi bernegara.
Berbagai negara juga sama. Kebijakan fiskal atau belanja negara sebesar apapun
untuk menghadapi Pandemi COVID-19 ini, pihak eksekutif selalu melibatkan
parlemen,” jelas Hidayatullah di Jakarta, Selasa (21/4).

Baca Juga :  Potret Pendidikan Tanah Air: 333.645 Ruang Kelas Butuh Perbaikan

Ia menekankan dalam sistem
ketatanegaraan di Indonesia, masalah APBN telah diatur dengan sangat rinci dan
jelas pada Bab VIII UUD NRI Tahun 1945, tentang Hal Keuangan Pasal 23.
“Penetapan Perubahan APBN dengan Peraturan Presiden (Perpres) jelas
bertentangan dengan Pasal 23 UUD NRI 1945. Ini tidak sesuai dengan pasal
tersebut. Paling tidak, harusnya Perubahan APBN, kalaupun sangat-sangat
terpaksa pemerintah bisa gunakan peraturan perundang-undangan sederajat.
Seperti Perppu. Kalau Perpres tidak sepadan dengan yang dimaksud UUD 1945,”
terangnya.

Hidayatullah menilai kalau
Perubahan APBN ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan sederajat atau
Perppu, maka Presiden akan tetap melibatkan DPR dengan pertimbangan DPD untuk
melakukan pembahasan Perubahan APBN tersebut. Meski proses pembahasannya
terbatas, pilihannya menolak atau menerima Perppu tersebut.

Menurutnya, seluruh Presiden RI
selama memimpin selalu menetapkan APBN setiap tahun dengan Undang-undang atau
peraturan perundang-undangan sederajat. Hal ini sebagaimana diamanatkan oleh
Pasal 23 UUD Tahun 1945. Bahkan ketika Indonesia menghadapi krisis yang sangat
berat.

“Negara kita dari awal berdiri
sampai sekarang sudah pernah melewati berbagai krisis dan masalah yang berat.
Tetapi para pemimpin sebelumnya selalu menjaga proses APBN tetap sesuai
konstitusi. Hari ini kita menghadapi kenyataan yang buruk, ketika Perubahan
APBN hanya diatur dalam Perpres. Penghormatan antar lembaga negara juga menjadi
meredup. Ini mengkhawatirkan,” pungkasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru