Site icon Prokalteng

Ogah Disalahkan, Sekjen DPD Ngaku Tak Mau Nabrak Undang-Undang

ogah-disalahkan-sekjen-dpd-ngaku-tak-mau-nabrak-undang-undang

Polemik
pencabutan undangan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas pada Sidang Tahunan dan
Sidang Bersama MPR/DPR/DPD, Jumat (16/8) terus bergulir. Lantaran kasus itu
Sekjen Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Reydonnyzar Moenek dianggap telah
merendahkan wibawa sang ratu.

Namun, Sekjen yang akrab disapa Donny itu
menolak disalahkan. Ia menegaskan, kesekjenan yang dipimpinnya justru telah
berbuat sesuai aturan yang ada. Karena tidak mau sampai menabrak aturan dan
perundang-undangan.

“Kami (Kesekjenan DPD RI), malah berbuat
sesuai aturan. Malah justru kami mengambil langkah koordinasi. Jadi esensi dari
pencabutan undangan itu lebih pada tindakan koreksi secara administrasi,” ujar
Donny saat menggelar konfrensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta,
Rabu (21/8).

Bahkan, Donny menegaskan, jika dirinya tidak
mencabut undangan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas yang sudah dipecat oleh Badan
Kehormatan DPD, maka ia bisa dianggap melanggar undang-undang.

“Kalau saya (Sekjen DPD) tidak melakukan
tindakan policy adminitrasi ya akan berhadapan dengan UU,” timpalnya.

Dalam penjelasanya, Donny juga meceritakan
soal pengurusan sekitar 3.100 undangan sidang bersama DPD dan DPR. Ia pun
menyamakan dengan mengurus surat undangan acara pernikahan.

“Bayangkan kompleksitas yang harus kami hadapi
dengan menulis 3.100 undangan. Ini seperti urus undangan mau mantenan, ya mohon
maaf pasti ada yang ketelingsut (hilang, red),” bebernya.

Pihaknya kemudian melakukan penyisiran dan
ternyata GKR Hemas masih diundang. Berdasarkan hal tersebut, maka Sekjen
DPD RI mengambil langkah berkoordinasi dengan Sekjen MPR RI untuk meminta dan
mencabut undangan pada Sidang Tahunan dan Sidang Bersama a.n. Ibu GKR Hemas.

“Undangan dimaksud dikelompokkan berdasarkan
tata urut keprotokolan dan didistribusikan secara simultan kepada pihak-pihak
terkait, dimulai sejak tanggal 9 Agustus 2019. Sesuai protap terhadap undangan
itu, kami lakukan penyisiran final pada tanggal 15 Agustus 2019. Dengan maksud
untuk mendapatkan akurasi terhadap undangan yang sudah atau yang belum
diundang,” tegasnya.

Sebelumnya, anggota DPD RI non aktif, GKR
Hemas menerima perlakuan tidak menyenangkan saat akan menghadiri sidang tahunan
bersama DPR-MPR, Jumat 16 Agustus 2019. Undangan yang sudah diterima isteri
Sultan Yogyakarta itu dibatalkan sepihak oleh Sekjen DPD RI.

Menanggapi hal tersebut, Peneliti Forum
Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi Lucius Karus mengatakan, setiap kesalahan
kekeliruan administratif  yang dilakukan oleh pejabat negara, apalagi
kesekjenan suatu lembaga negara harus mendapat sanksi berupa evaluasi.

Menurutnya, Evaluasi itu dilakukan sebagai
bentuk peringatan supaya ke depannya pihak kesekjenan mampu bekerja lebih baik.
Karena hal ini merupakan kesalahan fatal bagi lembaga seperti DPD ini.

“Setiap kesalahan serius yang dilakukan oleh
pejabat, yang memunculkan persoalan tata negara, sudah seharusnya dievaluasi.
Kerja sekjen itu harus berdasarkan aturan, bukan pesanan pihak tertentu,” kata
Lucius, kepada wartawan, Jakarta, Rabu (21/8).

Menurutnya, ada beberapa kemungkinan terkait
pencabutan nama GKR dari daftar undangan Sidang Tahunan MPR/DPD. Pertama, klaim
pemecatan yang dilakukan oleh BK DPD tampaknya tak dikoordinasi dengan jajaran
kesekretariatan DPD yang membuat sekjen DPD masih tetap mencatat Ratu Hemas
sebagai anggota DPD.

“Jadi memang pemecatan GKR Hemas ini belum
terkoordinasi dengan baik. Karena masih menjatat GKR Hemas sebagai anggota
DPD,” katanya.

Kedua, lanjut Lucius, bisa juga pemecatan itu
memang cacat secara prosedural maupun substantif. Oleh karena itu, keputusan
pemecatan itu tak bisa dieksekusi oleh Kesekjenan DPD. Menurutnya, Kesekjenan
pasti paham prosedur administratif soal pemberhentian anggota.

“Kalau sekjen hanya menjadi kaki tangan pihak
lain, saya kira tak ada alasan untuk mempertahankannya,” tegas Lucius.

Kronoligis

Anggota DPD RI Periode 2014-2019 Gusti Kanjeng
Ratu (GKR) Hemas non-aktif menerima perlakuan tak menyenangkan saat akan
menghadiri Sidang Tahunan MPR pada Jumat 16 Agustus 2019 lalu. Pasalnya,
undangan yang sudah diterima Hemas dibatalkan sepihak.

Hemas terpaksa legowo menerima surat
pembatalan yang dikirimkan Setjen DPD dan MPR. Padahal ia sudah siap menghadiri
Sidang Tahunan dan mendengarkan langsung pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo
atau Jokowi.

“Secara mengejutkan, GKR Hemas yang sudah
menerima undangan dan bersiap hadir, secara sepihak dicabut undangan
kehadirannya melalui surat yang dikirim Sekretaris Jenderal DPD Reydonnyzar
Moenek dan surat dari Sekretaris Jenderal MPR RI, Ma’ruf Cahyono,” ujar aktivis
perempuan sekaligus ahli hukum tata negara Bivitri Susanti dalam konferensi
pers di kawasan Jakarta Pusat, Minggu (18/8).

Pembatalan itu merujuk putusan Badan
Kehormatan (BK) DPD RI dalam surat No 02.00/ 1963/DPD RI//2019 yang isinya
melakukan Pencabutan Undangan Bagi GKR Hemas (Anggota DPD No 8-53).

Kata Bivitri, Hemas telah menerima undangan
sidang tahunan sejak 3 hari sebelum acara digelar, atau Rabu 14 Agustus 2019.
Namun saat hari H, dirinya diberitahu kalau undangan tersebut dicabut.
Dibatalkan 6 jam sebelum pembukaan pukul 08.30 WIB.

“Jadi surat yang sama diterbitkan oleh Sekjen
MPR RI, dengan merujuk surat dari Setjen DPD RI. Melalui Surat No
B-Z317/H.M-.04.03/B~11/Setjend MPR/08/2019, Sekjen MPR mencabut undangan bagi
GKR Hemas untuk menghadiri acara penting tersebut. Kedua surat tersebut diterima
oleh GKR Hemas pada dini hari 16 Agustus 2019,” bebernya.

“Jadi ada dua surat, pertama dari DPD RI
pencabutan undangan diterima pukul 02.00 WIB, Sekjen MPR RI diterima 04.00 WIB,
isinya pembatalan, sama,” sambungnya.

Kendati, Hemas enggan memprotes pembatalan
undangan dirinya. Istri Sultan Raja Jogyakarta ini enggan membuat gaduh saat
sidang tahunan MPR 2019 berlangsung.

“Tindakan Ibu Kanjeng Ratu Hemas memutuskan
tidak hadir dan tidak melakukan protes untuk menghormati sidang umum 2019,”
ujarnya.(jpg)

 

Exit mobile version