BANDUNG – Institut Teknologi Bandung (ITB) resmi
dipimpin seorang Rektor perempuan untuk pertama kalinya sepanjang sejarah.
Ia adalah Profesor N R Reini D Wirahadikusuma yang adalah Guru Besar dari
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB.
Terpilihnya Reini juga merupakan hal bersejarah bagi ITB karena ini adalah
kali pertama kampus itu dipimpin oleh rektor perempuan.
Usai pelantikan, Reini menyadari dia memiliki tanggung jawab besar sebagai
Rektor perempuan pertama ITB.
“Mengenai Rektor pertama wanita itu, saya juga belum terlalu ini ya. Masih
blank, masih blank saja gitu,†jelasnya, usai pelantikan di ITB, Senin (20/1).
Akan tetapi, ia menuturkan mendapat banyak masukan, baik dari rekan maupun
kolega.
“Saya menyadari ya, setelah disampaikan berkali-kali, teman-teman yang
menelepon selalu menyampaikan tersebut, bahwa it’s a big deal ya. Betul itu dan
saya juga paham,†terangnya.
Reini bercerita bahwa selama dia bekerja menjadi dosen hingga meraih gelar profesor,
semua itu dia lakukan karena ingin jadi role model.
Dia mengakui bahwa kiprahnya ini tak lepas dari peran keluarga, terutama
suami dan anak-anak.
Reini merupakan wanita kelahiran Jakarta 25 Oktober 1968. Reini sebelumnya
merupakan staf pengajar di program studi Teknik Sipil di Fakultas Teknik Sipil
dan Lingkungan ITB.
Sarjana teknik sipil dengan pengutamaan Rekayasa Struktur dan Geoteknik itu
setelah lulus dengan predikat cum laude pada 1991 menjadi pengajar di
almamaternya sejak 1992.
Reini lalu melanjutkan studi hingga meraih gelar Master in Engineering dari
Purdue University, Amerika Serikat pada tahun 1996.
Setelah itu, Reini melanjutkan studi S3 di universitas yang sama hingga
lulus 1999.
Reini juga tercatat menjabat menjadi Ketua Kelompok Keahlian Manajemen dan
Rekayasa Konstruksi di ITB hingga 2023 mendatang.
Motivasi dirinya menjadi Rektor adalah sebagai ungkapan syukur berkiprah di
ITB selama 25 tahun lebih.
“Saya ingin memberi lebih baik lagi kepada ITB, agar ITB menjadi tempat
yang nyaman bagi mahasiswa, dosen, tenaga pendidikan, dan stakeholder lainnya,â€
terangnya.
Dengan pendekatan Human Capital Management, tenaga kependidikan dan staf
profesional didorong memperkuat fungsi-fungsi manajemen institusi.
“Sedangkan dosen lebih fokus pada peran sebagai ujung tombak riset
unggulan,†jelasnya. (arf/pojoksatu/kpc)