JAKARTA – Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Iwan
Syahril meminta para guru tidak memaksakan penuntasan kurikulum. Pembelajaran
yang diberikan guru pada masa pandemi COVID-19 harus menyesuaikan dengan
kemampuan murid.
“Ini menjadi poin utama saat
penyesuaian kurikulum, tidak perlu dituntaskan dan jangan dipaksakan,”
tegas Iwan, Kamis (18/6).
Dia menambahkan, konteks
kurikulum ada dua yakni dari murid dan guru. Dalam hal ini, relasi kurikulum
dengan kebutuhan siswa harus selalu terjadi dan aktif, maka pada situasi
COVID-19 kurikulum menjadi sebuah hal yang perlu disesuaikan dengan keadaan.
“Jadi kurikulum apa pun yang
disederhanakan atau tidak, tetap saja seorang pendidik harus selalu
berinteraksi sehingga pembelajaran harus disesuaikan dengan konteks sekolah dan
murid berada,†ujarnya.
Menurutnya, interaksi yang
dinamis antara guru dan siswa tetap dibutuhkan karena interaksi ini tidak bisa
berjalan sendiri.
Oleh karena itu, kata Iwan, perlu
bantuan dari komunitas seperti Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) untuk
berdiskusi agar mendapat ide baru dalam menjalankan pembelajaran di era
pandemi.
“Dengan demikian, guru mendapat
ide baru untuk bisa menerjemahkan ide-ide materi dalam pembelajaran,â€
ungkapnya.
Iwan juga mengatakan dalam
menentukan skema pembelajaran jarak jauh (PJJ), para guru harus menggunakan
asesmen atau penilaian.
Misalnya, untuk siswa kelas empat
sebelum memasuki materi guru dapat mengulangi terlebih dahulu materi kelas
sebelumnya, sehingga akan membantu guru dalam mengajar sesuai dengan kondisi
anak.
“Asesmen ini dilakukan agar para
guru bisa melihat kondisi tahun ajaran baru ini, kemampuan siswa ada di level
mana, dan para guru perlu menjemputnya. Ini perlu diferensiasi, jadi asesmen
bisa simpel. Materi kelas sebelumnya bisa digunakan untuk tes kondisi murid seperti
apa,†tandasnya.