JAKARTA – DPR RI mengklaim telah menyelesaikan
pembahasan dan perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP). Substansi urusan politik dan hukum sudah selesai. Salah
satunya terkait pasal penghinaan Presiden. Saat ini, Panitia Khusus (Pansus)
tinggal menyempurnakan penjelasan beberapa pasal.
Anggota Pansus RUU KUHP Arsul Sani mengatakan fraksi-fraksi di DPR
menginginkan ada pagar dalam penjelasan di RUU KUHP. Tujuannya agar tidak
menjadi pasal karet. Dia mencontohkan pasal-pasal terkait delik kesusilaan,
perzinaan, kumpul kebo, dan perbuatan cabul. Termasuk yang melibatkan sesama
jenis.
“Misalnya terkait perzinaan, kumpul kebo disepakati sebagai delik aduan.
Namun yang melapor diperluas. Jalau KUHP saat ini yang bisa mengadu hanya suami
atau istri. Nanti diperluas menjadi orang tua dan anaknya juga bisa,†jelas
Arsul di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9).
Terkait pasal penghinaan presiden, juga sudah rampung. Pasal 218 ayat 1
menyebutkan setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan
martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
“Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan
umum atau pembelaan diri,†demikian bunyi Pasal 218 ayat 2.
Hukuman diperberat bagi yang menyiarkan hinaan tersebut. Ancaman hukumannya
dinaikkan menjadi 4,5 tahun penjara.
Soal mengkritik kepada presiden, pada pasal lainnya menegaskan perbuatan
baru menjadi delik apabila ada aduan dari Presiden atau Wakil Presiden.
“Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan oleh kuasa
Presiden atau Wakil Presiden,â€.
Seluruh pasal yang sudah final saat ini sedang disusun redaksionalnya oleh
tenaga ahli DPR dan ahli bahasa. Setelah itu diambil dalam keputusan tingkat I
di Komisi III DPR dan pleno Komisi III DPR.
Anggota Pansus RKUHP Taufiqulhadi menjelaskan, Panja RUU KUHP telah
berhasil menyelesaikan pembahasannya untuk menggantikan KUHP lama. “Misi
dekolonialisasi hukum pidana nasional sudah hampir selesai. Tinggal sedikit
lagi,†ucapnya.
Menurutnya, untuk menelusuri pasal-pasal yang masih tumpang tindih atau
multi tafsir, sudah selesai. Sejumlah pasalmulti-tafsir sudah tidak ada lagi.
“Berikutnya, hasil Panja ini akan dibawa ke Komisi III DPR untuk mendapat
pandangan fraksi sebelum dibawa ke paripurna 25 September,†jelasnya.
Selanjutnya, RKUHP yang akan disahkan pada paripurna mendatang akan tetap
disebut KUHP. (yah/fin/rh/kpc)