32.4 C
Jakarta
Thursday, July 17, 2025

Kasus Pemerasan di Kemenaker, Cak Imin dan Hanif Bisa Dipanggil KPK

PROKALTENG.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku tetap membuka peluang untuk memanggil Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi periode 2009–2014 Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin dan Menteri Ketenagakerjaan periode 2014-2019 Hanif Dhakiri sebagai saksi.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan pernyataan tersebut usai dua mantan Staf Khusus Menaker era Hanif Dhakiri, yakni Maria Magdalena dan Nur Nadlifah, diperiksa sebagai saksi kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan izin kerja atau rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di lingkungan Kemenaker, yakni pada Selasa (15/7).

“Semua terbuka kemungkinan karena penyidik tentu masih melakukan penyidikan, baik dari beberapa praktik dugaan pemerasan yang terjadi pada era saat ini, yang kemudian membuka peluang bagi penyidik untuk melihat apakah praktik-praktik pemerasan juga terjadi pada era-era sebelumnya. Tentu hal itu sangat terbuka,” ujar Budi dilansir dari ANTARA, Rabu.

Baca Juga :  KPK Periksa Dua Saksi Kasus Suap Harun Masiku, Buronan yang Masih Dicari

Sebelumnya, KPK pada 5 Juni 2025 mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.

KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.

Bila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat, sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.

Baca Juga :  Asesmen Nasional Jenjang SMK, Berlangsung Hingga November

Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024. (ant)

PROKALTENG.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku tetap membuka peluang untuk memanggil Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi periode 2009–2014 Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin dan Menteri Ketenagakerjaan periode 2014-2019 Hanif Dhakiri sebagai saksi.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan pernyataan tersebut usai dua mantan Staf Khusus Menaker era Hanif Dhakiri, yakni Maria Magdalena dan Nur Nadlifah, diperiksa sebagai saksi kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan izin kerja atau rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di lingkungan Kemenaker, yakni pada Selasa (15/7).

“Semua terbuka kemungkinan karena penyidik tentu masih melakukan penyidikan, baik dari beberapa praktik dugaan pemerasan yang terjadi pada era saat ini, yang kemudian membuka peluang bagi penyidik untuk melihat apakah praktik-praktik pemerasan juga terjadi pada era-era sebelumnya. Tentu hal itu sangat terbuka,” ujar Budi dilansir dari ANTARA, Rabu.

Baca Juga :  KPK Periksa Dua Saksi Kasus Suap Harun Masiku, Buronan yang Masih Dicari

Sebelumnya, KPK pada 5 Juni 2025 mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.

KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.

Bila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat, sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.

Baca Juga :  Asesmen Nasional Jenjang SMK, Berlangsung Hingga November

Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024. (ant)

Terpopuler

Artikel Terbaru