29.7 C
Jakarta
Wednesday, November 27, 2024

Meski Pro-Kontra, Sistem Zonasi PPDB Tak Bisa Ditawar

PENERAPAN sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB)
masih terus menimbulkan pro dan kontra.

Sejumlah daerah kemudian membuat
petunjuk teknis (juknis) yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi di daerah
masing-masing. Akibatnya, sejumlah juknis justru melenceng dari Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018.

Di DKI Jakarta, misalnya,
ditetapkan PPDB jalur zonasi sebesar 60 persen, nonzonasi 30 persen, sedangkan
jalur prestasi dan luar DKI masing-masing 5 persen dari daya tampung. Kepala
SMAN 61 Jakarta Horale Manullang menjelaskan, ukuran penerapan sistem zonasi
bukan lagi jarak domisili ke sekolah. Melainkan wilayah. Untuk satu sekolah,
zonasinya bisa meliputi beberapa kelurahan di sekitarnya.

“Ada 20 kelurahan yang disepakati
masuk zonasi SMAN 61. Jadi, siswa dari kelurahan-kelurahan itu yang bisa masuk
jalur zonasi. Nanti KK (kartu keluarga, Red) yang akan membuktikan itu,” jelas
Horale saat dihubungi Jawa Pos kemarin.

KK yang ditunjukkan dikeluarkan
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta dan sudah tercatat dalam
sistem data kependudukan sesuai domisili paling akhir 2 Januari 2019. Adapun
dalam kuota zonasi itu, 20 persennya untuk afirmasi atau keluarga ekonomi tidak
mampu. “Jadi, setidaknya dua orang dalam satu rombongan belajar,” kata kepala
sekolah asal Medan, Sumatera Utara, tersebut.

Untuk masuk dengan keterangan
afirmasi, peserta didik harus memenuhi lima syarat. Antara lain merupakan anak
panti asuhan, tercatat dalam KK pemegang kartu pekerja Jakarta, dan pengemudi
Jak Lingko (jaringan angkutan umum di Jakarta). Kemudian memiliki kartu Jakarta
pintar (KJP) atau KJP plus yang aktif dan tercatat dalam data terpadu Dinas
Sosial DKI.

Baca Juga :  Selama Diliburkan, Siswa PAUD Jangan Diberi Tugas

Di wilayah lain, Gubernur Jawa
Tengah Ganjar Pranowo mengusulkan agar aturan zonasi dievaluasi. Dia mendapat
banyak protes masyarakat terkait sistem PPDB tersebut. Terutama soal kuota anak
berprestasi yang terlalu sedikit, yakni hanya 5 persen.

Sebagian orang tua siswa merasa
dirugikan dengan aturan zonasi. Setelah anaknya bertahun-tahun menempuh
pendidikan dengan sungguh-sungguh demi mendapatkan sekolah pilihan, para orang
tua itu merasa impiannya kandas.

Pada beberapa kasus pelaksanaan
PPDB, polemik yang dialami orang tua muncul. Terutama tidak adanya slot siswa
jalur pindah tugas orang tua yang bekerja sebagai karyawan swasta. Saat ini
jalur pindah tugas orang tua hanya berlaku untuk anak aparatur sipil negara
(ASN) dan anggota TNI atau Polri.

Dalam rapat pertemuan dengan
kepala dinas pendidikan se-Indonesia Jumat sore (14/6), Mendikbud Muhadjir
Effendy menegaskan bahwa aturan PPDB sudah final. Aturan jalur, kata Muhadjir,
sudah jelas: zonasi 90 persen, sedangkan jalur prestasi dan perpindahan orang
tua masing-masing 5 persen. “Jangan ada lagi juknis dinas pendidikan daerah
yang menyimpang,” tegas mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.

Muhadjir secara khusus mengimbau
Dinas Pendidikan DKI Jakarta tidak menjalankan aturan sendiri. Sebab, sudah ada
aturan dari pusat yang jelas. Yakni, hanya ada tiga jalur dengan masing-masing
kuota yang telah ditetapkan. “Cukup ikuti saja dan kembangkan sesuai situasi
dan kondisi wilayah masing-masing. Jika dalam suatu wilayah zonasi memiliki
jumlah sekolah yang tidak cukup menampung peserta, dilebarkan saja,” tuturnya.

Mendikbud juga menyinggung kasus
khusus, yakni adanya siswa Pacitan yang rumahnya lebih dekat dengan sekolah di
Wonogiri. “Boleh saja. Tinggal buat kesepakatan bilateral kedua provinsi,
kembangkan zonasinya. Jadi, zonasi itu jangan dipatok kaku,” jelasnya.

Baca Juga :  Percaya atau Tidak, Tak Satupun Warga Badui Terpapar Covid-19

Muhadjir juga memahami bahwa
setiap daerah masih memiliki ketimpangan kualitas pendidikan yang tinggi.
Dengan adanya sistem zonasi, Mendikbud berharap kualitas pendidikan setiap
sekolah itu sama. Tidak ada ketimpangan dengan stigma sekolah favorit dan tidak
favorit. Tujuan sistem zonasi, terang dia, ialah menghilangkan dikotomi antara
sekolah favorit dan nonfavorit. Menghilangkan eksklusivitas dan diskriminasi
sekolah. Berupaya menjadikan semua sekolah sama baiknya dari Sabang sampai
Merauke. Khususnya sekolah negeri.

Muhadjir mengingatkan bahwa
sekolah negeri adalah fasilitas publik milik negara. Semua warga negara
Indonesia berhak menggunakannya. Tidak ada eksklusivitas. Jika ingin anaknya
bersekolah dengan lingkungan yang bagus dan tidak mau campur dengan siswa
miskin, lanjut Muhadjir, orang tua siswa dipersilakan memilih sekolah swasta
yang bagus dan favorit. Dengan konsekuensi membayar lebih mahal.

“Bagi orang tua dengan kemampuan
ekonomi yang kuat, sekolahkan putra-putrinya di sekolah swasta yang
berkualitas. Berilah kesempatan kepada masyarakat biasa untuk menikmati
pelayanan publik, yaitu sekolah-sekolah negeri,” ucapnya.

Harus ada kesadaran dari orang
tua. Banyak sekolah swasta yang lebih bagus. Apalagi, kata Muhadjir, sekolah
swasta juga mendapatkan dana BOS (bantuan operasional sekolah). Ketua PP
Muhammadiyah periode 2015-2020 itu membenarkan adanya kasus tidak adanya slot
jalur pindah tugas orang tua yang bekerja sebagai karyawan swasta.

Meski begitu, lanjut Muhadjir,
sesuai aturan, tidak ada membeda-bedakan pekerjaan orang tua. “Berlaku untuk
semua. Syaratnya sama, menyertakan surat kepindahan tugas dari instansi maupun
perusahaan,” ujarnya. (JPC/KPC)

PENERAPAN sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB)
masih terus menimbulkan pro dan kontra.

Sejumlah daerah kemudian membuat
petunjuk teknis (juknis) yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi di daerah
masing-masing. Akibatnya, sejumlah juknis justru melenceng dari Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018.

Di DKI Jakarta, misalnya,
ditetapkan PPDB jalur zonasi sebesar 60 persen, nonzonasi 30 persen, sedangkan
jalur prestasi dan luar DKI masing-masing 5 persen dari daya tampung. Kepala
SMAN 61 Jakarta Horale Manullang menjelaskan, ukuran penerapan sistem zonasi
bukan lagi jarak domisili ke sekolah. Melainkan wilayah. Untuk satu sekolah,
zonasinya bisa meliputi beberapa kelurahan di sekitarnya.

“Ada 20 kelurahan yang disepakati
masuk zonasi SMAN 61. Jadi, siswa dari kelurahan-kelurahan itu yang bisa masuk
jalur zonasi. Nanti KK (kartu keluarga, Red) yang akan membuktikan itu,” jelas
Horale saat dihubungi Jawa Pos kemarin.

KK yang ditunjukkan dikeluarkan
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta dan sudah tercatat dalam
sistem data kependudukan sesuai domisili paling akhir 2 Januari 2019. Adapun
dalam kuota zonasi itu, 20 persennya untuk afirmasi atau keluarga ekonomi tidak
mampu. “Jadi, setidaknya dua orang dalam satu rombongan belajar,” kata kepala
sekolah asal Medan, Sumatera Utara, tersebut.

Untuk masuk dengan keterangan
afirmasi, peserta didik harus memenuhi lima syarat. Antara lain merupakan anak
panti asuhan, tercatat dalam KK pemegang kartu pekerja Jakarta, dan pengemudi
Jak Lingko (jaringan angkutan umum di Jakarta). Kemudian memiliki kartu Jakarta
pintar (KJP) atau KJP plus yang aktif dan tercatat dalam data terpadu Dinas
Sosial DKI.

Baca Juga :  Selama Diliburkan, Siswa PAUD Jangan Diberi Tugas

Di wilayah lain, Gubernur Jawa
Tengah Ganjar Pranowo mengusulkan agar aturan zonasi dievaluasi. Dia mendapat
banyak protes masyarakat terkait sistem PPDB tersebut. Terutama soal kuota anak
berprestasi yang terlalu sedikit, yakni hanya 5 persen.

Sebagian orang tua siswa merasa
dirugikan dengan aturan zonasi. Setelah anaknya bertahun-tahun menempuh
pendidikan dengan sungguh-sungguh demi mendapatkan sekolah pilihan, para orang
tua itu merasa impiannya kandas.

Pada beberapa kasus pelaksanaan
PPDB, polemik yang dialami orang tua muncul. Terutama tidak adanya slot siswa
jalur pindah tugas orang tua yang bekerja sebagai karyawan swasta. Saat ini
jalur pindah tugas orang tua hanya berlaku untuk anak aparatur sipil negara
(ASN) dan anggota TNI atau Polri.

Dalam rapat pertemuan dengan
kepala dinas pendidikan se-Indonesia Jumat sore (14/6), Mendikbud Muhadjir
Effendy menegaskan bahwa aturan PPDB sudah final. Aturan jalur, kata Muhadjir,
sudah jelas: zonasi 90 persen, sedangkan jalur prestasi dan perpindahan orang
tua masing-masing 5 persen. “Jangan ada lagi juknis dinas pendidikan daerah
yang menyimpang,” tegas mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.

Muhadjir secara khusus mengimbau
Dinas Pendidikan DKI Jakarta tidak menjalankan aturan sendiri. Sebab, sudah ada
aturan dari pusat yang jelas. Yakni, hanya ada tiga jalur dengan masing-masing
kuota yang telah ditetapkan. “Cukup ikuti saja dan kembangkan sesuai situasi
dan kondisi wilayah masing-masing. Jika dalam suatu wilayah zonasi memiliki
jumlah sekolah yang tidak cukup menampung peserta, dilebarkan saja,” tuturnya.

Mendikbud juga menyinggung kasus
khusus, yakni adanya siswa Pacitan yang rumahnya lebih dekat dengan sekolah di
Wonogiri. “Boleh saja. Tinggal buat kesepakatan bilateral kedua provinsi,
kembangkan zonasinya. Jadi, zonasi itu jangan dipatok kaku,” jelasnya.

Baca Juga :  Percaya atau Tidak, Tak Satupun Warga Badui Terpapar Covid-19

Muhadjir juga memahami bahwa
setiap daerah masih memiliki ketimpangan kualitas pendidikan yang tinggi.
Dengan adanya sistem zonasi, Mendikbud berharap kualitas pendidikan setiap
sekolah itu sama. Tidak ada ketimpangan dengan stigma sekolah favorit dan tidak
favorit. Tujuan sistem zonasi, terang dia, ialah menghilangkan dikotomi antara
sekolah favorit dan nonfavorit. Menghilangkan eksklusivitas dan diskriminasi
sekolah. Berupaya menjadikan semua sekolah sama baiknya dari Sabang sampai
Merauke. Khususnya sekolah negeri.

Muhadjir mengingatkan bahwa
sekolah negeri adalah fasilitas publik milik negara. Semua warga negara
Indonesia berhak menggunakannya. Tidak ada eksklusivitas. Jika ingin anaknya
bersekolah dengan lingkungan yang bagus dan tidak mau campur dengan siswa
miskin, lanjut Muhadjir, orang tua siswa dipersilakan memilih sekolah swasta
yang bagus dan favorit. Dengan konsekuensi membayar lebih mahal.

“Bagi orang tua dengan kemampuan
ekonomi yang kuat, sekolahkan putra-putrinya di sekolah swasta yang
berkualitas. Berilah kesempatan kepada masyarakat biasa untuk menikmati
pelayanan publik, yaitu sekolah-sekolah negeri,” ucapnya.

Harus ada kesadaran dari orang
tua. Banyak sekolah swasta yang lebih bagus. Apalagi, kata Muhadjir, sekolah
swasta juga mendapatkan dana BOS (bantuan operasional sekolah). Ketua PP
Muhammadiyah periode 2015-2020 itu membenarkan adanya kasus tidak adanya slot
jalur pindah tugas orang tua yang bekerja sebagai karyawan swasta.

Meski begitu, lanjut Muhadjir,
sesuai aturan, tidak ada membeda-bedakan pekerjaan orang tua. “Berlaku untuk
semua. Syaratnya sama, menyertakan surat kepindahan tugas dari instansi maupun
perusahaan,” ujarnya. (JPC/KPC)

Terpopuler

Artikel Terbaru