PROKALTENG.CO – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan. Bahwa implementasi mandatori campuran biodiesel B50 belum tentu diwajibkan bagi seluruh produsen Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar.
Pemerintah saat ini masih mengkaji berbagai variabel teknis, ekonomi, dan kesiapan industri sebelum menetapkan skenario final.
Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiyani Dewi, menyatakan pemerintah tengah menuntaskan sejumlah kajian, mulai dari teknoekonomi, teknis, hingga perhitungan harga pokok produksi (HPP) dan harga indeks pasar (HIP).
“Semua tergantung kesiapan teknis dan hasil kajian yang sedang berlangsung,” ujarnya dalam IPOC 2025 di BICC The Westin Nusa Dua, Bali, Kamis (13/11/2025).
Eniya menjelaskan. Bahwa mulai beroperasinya Kilang Balikpapan pada November turut menciptakan dinamika baru. Produksi solar nasional diperkirakan mengalami surplus 6–9 juta kiloliter, yang berpotensi diekspor atau diserap domestik.
“Hitungan surplusnya harus dihitung ulang,” katanya. Salah satu opsi yang tengah dibahas pemerintah adalah penyesuaian kadar campuran biodiesel untuk pasar non-subsidi.
Pemerintah hanya memberikan biosolar bersubsidi untuk pengguna yang menjalankan Public Service Obligation (PSO). Sementara biosolar non-PSO diserahkan kepada mekanisme pasar.
Menurut Eniya, penurunan campuran di pasar non-subsidi dapat menjaga ketersediaan bahan baku untuk implementasi B50 di segmen subsidi.
“Produktivitas CPO tahun depan tidak tumbuh signifikan. Kalau B50 mau diimplementasikan, harus ada penyesuaian,” jelasnya.
Eniya menegaskan bahwa tujuan utama program biodiesel. Yakni menjaga harga sawit, mengurangi emisi, serta menciptakan lapangan kerja, tetap menjadi prioritas. Namun kebijakan harus mengikuti kapasitas riil industri dan pasokan.
“Kalau untuk B50 harus buka lahan sampai 2 juta hektare, itu tidak mungkin dilakukan cepat. Kebijakan akan disesuaikan dengan kondisi supply, volume, dan harga,” ujarnya.
Dia memastikan implementasi B50 akan dilakukan bertahap dan terukur dengan prinsip “clear and clean”, termasuk memastikan kesiapan seluruh pemangku kepentingan dari hulu hingga pengguna akhir.
Dalam pidato pembukaan IPOC 2025, Ketua Umum GAPKI Eddy Martono mengapresiasi keberlanjutan kebijakan biofuel seperti B35 dan B40 yang dinilainya sebagai “mahakarya tata kelola yang cerdas”.
“Kebijakan ini menciptakan fondasi permintaan domestik, menurunkan emisi, dan menyediakan jaring pengaman bagi petani. Ini kebijakan yang brilian secara nasional,” kata Eddy. (ind)
