PROKALTENG.CO-Aksi demonstrasi besar-besaran di depan Kantor Bupati Pati, Jawa Tengah, pada Selasa, 13 Agustus 2025, berakhir ricuh.
Massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu turun ke jalan dengan tuntutan utama: meminta Bupati Pati Sudewo mengundurkan diri dari jabatannya.
Namun, suasana memanas hingga menyebabkan 34 orang harus mendapat perawatan medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Soewondo.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar Artanto, mengungkapkan bahwa korban berasal dari kedua belah pihak—baik aparat kepolisian maupun warga yang ikut aksi.
“Dari total korban, sekitar tujuh orang merupakan anggota Polri, selebihnya dari masyarakat,” ujarnya.
Ragam Luka dan Penyebabnya
Artanto menjelaskan bahwa mayoritas korban mengalami sesak napas akibat paparan gas air mata yang ditembakkan untuk membubarkan massa.
Selain itu, beberapa korban menderita luka lebam, robek di bagian kulit, hingga luka di kepala. “Tindakan ini diambil karena situasi sudah benar-benar tidak terkendali,” tambahnya.
Sementara itu, menanggapi rumor yang beredar di media sosial tentang adanya korban jiwa, pihak kepolisian membantah tegas. “Hasil penelusuran kami hingga sore ini, tidak ditemukan adanya korban meninggal dunia,” kata Artanto.
Awal Aksi dan Titik Panas Kericuhan
Kericuhan bermula ketika Bupati Sudewo memutuskan keluar menemui massa. Dengan menumpangi kendaraan taktis, ia berdiri di bagian atas mobil dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.
“Saya mohon maaf sebesar-besarnya,” ucapnya di hadapan ribuan pengunjuk rasa.
Namun, momen tersebut justru memicu reaksi keras. Sejumlah peserta aksi mulai melempari Sudewo dengan botol air mineral.
Situasi pun berubah cepat menjadi bentrokan. Aparat kemudian menembakkan gas air mata dan mengerahkan water cannon untuk mengendalikan massa yang semakin tidak terkendali.
Latar Belakang Aksi
Demonstrasi ini dipicu oleh berbagai kebijakan Bupati Sudewo yang menuai penolakan, salah satunya rencana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen.
Meski kebijakan tersebut telah dibatalkan sebelum aksi digelar, massa tetap melanjutkan unjuk rasa karena menganggap ada berbagai masalah lain yang belum terselesaikan.
Aksi Aliansi Masyarakat Pati Bersatu ini diikuti oleh berbagai kelompok, mulai dari tokoh masyarakat, aktivis, hingga warga desa.
Tuntutan utama mereka bukan lagi sekadar pembatalan kebijakan, tetapi desakan agar Bupati mengundurkan diri dari jabatannya.
Langkah Penanganan Pasca Kericuhan
Usai aksi bubar, pihak kepolisian melakukan patroli menyeluruh di wilayah Kota Pati untuk memastikan situasi tetap kondusif.
Aparat juga melakukan pendataan terhadap korban luka dan mengamankan sejumlah orang yang diduga menjadi provokator.
Menurut data sementara, ada 11 orang yang diamankan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Polisi juga menyelidiki insiden perusakan fasilitas publik, termasuk pembakaran mobil milik Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri yang terjadi di lokasi unjuk rasa.
Kondisi Korban dan Penanganan Medis
Di RSUD Soewondo, tenaga medis bekerja ekstra menangani korban. Sebagian besar pasien yang mengalami sesak napas diberikan perawatan oksigen.
Beberapa di antaranya sudah diperbolehkan pulang, sementara yang lain masih menjalani perawatan intensif.
Pihak rumah sakit memastikan bahwa tidak ada korban dalam kondisi kritis. Namun, mereka tetap siaga jika terjadi peningkatan jumlah pasien dari lokasi bentrokan.
Tanggapan Publik dan Potensi Lanjutan Aksi
Kericuhan di Pati menjadi perbincangan hangat di media sosial. Banyak warganet yang menyoroti penggunaan gas air mata, sementara sebagian lainnya mempertanyakan efektivitas komunikasi antara pemerintah daerah dan warganya.
Pengamat politik lokal menilai, jika tidak ada langkah dialog terbuka antara Bupati dan perwakilan masyarakat, aksi serupa berpotensi kembali terjadi.
“Yang dibutuhkan saat ini adalah membangun kepercayaan publik, bukan sekadar meredam situasi dengan kekuatan aparat,” ungkap seorang analis dari Universitas Diponegoro.
Kericuhan yang terjadi di Pati memperlihatkan tingginya tensi antara masyarakat dan pemerintah daerah.
Meski kebijakan yang menjadi pemicu awal aksi telah dibatalkan, ketidakpuasan warga masih membara.
Penanganan yang tepat, komunikasi yang efektif, dan transparansi kebijakan menjadi kunci untuk meredakan gejolak ini.
Situasi Pati saat ini telah kembali kondusif, namun bayang-bayang ketegangan masih terasa. Aparat keamanan tetap berjaga, dan masyarakat menunggu langkah nyata pemerintah daerah untuk merespons aspirasi mereka dengan serius. (jpg)