31.9 C
Jakarta
Saturday, September 21, 2024

Kini Pemerintah Sebut New Normal Salah, Diganti dengan Isitilah Ini

KALTENGPOS.CO – Juru bicara pemerintah untuk penanganan corona
(Covid-19), dr Achmad Yurianto mengungkapkan, istilah new normal yang sering digunakan selama pandemi adalah diksi yang
salah. Sebaiknya, lanjut Achmad Yurianto, new
normal
diganti dengan istilah adaptasi kebiasaan baru.

“Diksi new normal itu
sebenarnya di awal diksi itu segera kita ubah, waktu social distancing itu
diksi yang salah, dikritik langsung kita ubah physical distancing. New normal
itu diksi yang salah, kemudian kita ubah adaptasi kebiasaan baru tapi echo-nya
nggak pernah berhenti, bahkan di-amplify ke mana-mana, gaung tentang new normal
itu ke mana-mana,” ujar Achmad Yurianto di launching buku ‘Menghadang
Corona: Advokasi Publik di Masa Pandemi’ karya Saleh Saulay secara virtual di
Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (10/7).

Baca Juga :  Baru Vaksin Sekali, Calon Penumpang Pesawat Tetap Wajib PCR

Jika tagline new normal dipakai
maka masyarakat akan fokus ke kata ‘normal’-nya saja. Tidak pada ‘ new ‘ atau pembaruanya.

Istilah new normal yang
digaungkan pemerintah belum cukup dipahami masyarakat. “Kemudian yang
dikedepankan bukan new-nya malah normalnya. New -nya itu jalan nggak tahu
echo-nya, jadi belakangan hanya normal. Padahal ini sudah kita perbaiki, dengan
adaptasi kebiasaan baru,” jelas Achmad Yurianto.

Dia juga mengungkapkan saat ini
pemerintah tidak bicara tentang aturan karena dikhawatirkan masyarakat jenuh
akan peraturan. Achmad Yurianto menyarankan masyarakat patuhi saja aturan yang
ada terkait corona.

“Kami juga menyarankan
sekarang ini mungkin kami akan bicara ke depan, tidak lagi dalam berbicara
aturan yang dibuat lagi. Jalankan saja, kalau banyak aturan yang dibuat makin
pusing kita, makin pusing, jalankan saja,” tuturnya.

Baca Juga :  Jokowi: Beradaptasi dengan Covid-19, Bukan Berarti Menyerah

KALTENGPOS.CO – Juru bicara pemerintah untuk penanganan corona
(Covid-19), dr Achmad Yurianto mengungkapkan, istilah new normal yang sering digunakan selama pandemi adalah diksi yang
salah. Sebaiknya, lanjut Achmad Yurianto, new
normal
diganti dengan istilah adaptasi kebiasaan baru.

“Diksi new normal itu
sebenarnya di awal diksi itu segera kita ubah, waktu social distancing itu
diksi yang salah, dikritik langsung kita ubah physical distancing. New normal
itu diksi yang salah, kemudian kita ubah adaptasi kebiasaan baru tapi echo-nya
nggak pernah berhenti, bahkan di-amplify ke mana-mana, gaung tentang new normal
itu ke mana-mana,” ujar Achmad Yurianto di launching buku ‘Menghadang
Corona: Advokasi Publik di Masa Pandemi’ karya Saleh Saulay secara virtual di
Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (10/7).

Baca Juga :  Baru Vaksin Sekali, Calon Penumpang Pesawat Tetap Wajib PCR

Jika tagline new normal dipakai
maka masyarakat akan fokus ke kata ‘normal’-nya saja. Tidak pada ‘ new ‘ atau pembaruanya.

Istilah new normal yang
digaungkan pemerintah belum cukup dipahami masyarakat. “Kemudian yang
dikedepankan bukan new-nya malah normalnya. New -nya itu jalan nggak tahu
echo-nya, jadi belakangan hanya normal. Padahal ini sudah kita perbaiki, dengan
adaptasi kebiasaan baru,” jelas Achmad Yurianto.

Dia juga mengungkapkan saat ini
pemerintah tidak bicara tentang aturan karena dikhawatirkan masyarakat jenuh
akan peraturan. Achmad Yurianto menyarankan masyarakat patuhi saja aturan yang
ada terkait corona.

“Kami juga menyarankan
sekarang ini mungkin kami akan bicara ke depan, tidak lagi dalam berbicara
aturan yang dibuat lagi. Jalankan saja, kalau banyak aturan yang dibuat makin
pusing kita, makin pusing, jalankan saja,” tuturnya.

Baca Juga :  Jokowi: Beradaptasi dengan Covid-19, Bukan Berarti Menyerah

Terpopuler

Artikel Terbaru