29.2 C
Jakarta
Wednesday, November 13, 2024

Deadline 31 Mei Tak Pecat PNS Korupsi, Gaji Kepala Daerah Bakal Dipoto

IMBAUAN tegas ditujukan kepada Kepala Daerah agar untuk segera
memecat PNS yang terjerat kasus korupsi di wilayah hingga 31 Mei 2019
mendatang.

Jika tidak pemerintah pusat akan
memberikan sanksi administrasi berupa teguran tertulis hingga pemotongan hak keuangan
kepala daerah.

“Kita beri waktu sampai 31 Mei.
Setelah itu, mungkin sanksi terkait pemotongan hak keuangan kepala daerah akan
kita coba eksekusi,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Otonomi Daerah
Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik Piliang, Jumat (10/5/2019).

Akmal menambahkan, saat ini
pihaknya akan berkoordinasi dengan jajaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara (KemenPAN) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Karena kan yang pegang uang di
Kemenkeu, tentu butuh komitmen bersama dengan mereka agar mereka mau,”
tuturnya.

Seperti diketahui, sebelumnya
pemerintah memberi waktu bagi kepala daerah untuk memecat PNS Korupsi hingga 30
April 2019. Namun berdasarkan data yang diterima Badan Kepegawaian Nasional
hingga 30 April 2019, baru 1.237 PNS atau 53 persen saja yang diberhentikan.

Baca Juga :  Virus Korona Mewabah di Korsel, Giliran LG Sementara Tutup Pabrik

Padahal, jumlah total PNS
terpidana korupsi yang sudah berkekuatan hukum tetap dan wajib dipecat mencapai
2.357 orang. Dengan demikian, masih ada 1.120 yang belum dipecat dan masih
menerima gaji.

Akmal menjelaskan, sanksi
administrasi yang diatur dalam UU Pemda memang bersifat berjenjang. Diawali
dengan sanksi teguran, penangguhan hak keuangan, hingga pemberhentian
sementara.

Mekanismenya sanksi bagi
bupati/wali kota dilaksanakan provinsi dan sanksi bagi gubernur dilakukan
pusat. “Kami mentreatment gubernur, gubernur mentreatment kabupaten kota,”
tuturnya.

Terkait kepala daerah yang belum
melaksanakan perintah tersebut, Akmal menyebut hampir merata di banyak
provinsi.

Sebelumnya, Kepala Biro Humas BKN,
Mohammad Ridwan, menjelaskan berdasarkan informasi ada sejumlah kendala yang
menjadi alasan daerah. Misalnya, instansi belum mendapat putusan pengadilan PNS
Tipikor.

Baca Juga :  KPPOD Temukan 347 Perda Bermasalah Hambat Investasi

Daerah beralasan, tidak ada
kewajiban pihak pengadilan meneruskan putusan ke instansi. Namun, Ridwan
menilai hal itu bukan kendala. “Dalam hal ini instansi yang dituntut bergerak
proaktif mengajukan permintaan data ke pengadilan,” ujarnya.

Selain itu, ada juga instansi
yang beralasan menunggu terbitnya putusan MK soal gugatan Pasal 87 ayat (4)
huruf b dalam UU 5/2014 tentang ASN. Selama ini, gugatan tersebut menjadi
tameng bagi PNS korupsi untuk minta penundaan. Namun, sebetulnya putusan MK
sendiri sudah dibacakan dua pekan lalu. (far/JPG/KPC)

IMBAUAN tegas ditujukan kepada Kepala Daerah agar untuk segera
memecat PNS yang terjerat kasus korupsi di wilayah hingga 31 Mei 2019
mendatang.

Jika tidak pemerintah pusat akan
memberikan sanksi administrasi berupa teguran tertulis hingga pemotongan hak keuangan
kepala daerah.

“Kita beri waktu sampai 31 Mei.
Setelah itu, mungkin sanksi terkait pemotongan hak keuangan kepala daerah akan
kita coba eksekusi,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Otonomi Daerah
Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik Piliang, Jumat (10/5/2019).

Akmal menambahkan, saat ini
pihaknya akan berkoordinasi dengan jajaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara (KemenPAN) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Karena kan yang pegang uang di
Kemenkeu, tentu butuh komitmen bersama dengan mereka agar mereka mau,”
tuturnya.

Seperti diketahui, sebelumnya
pemerintah memberi waktu bagi kepala daerah untuk memecat PNS Korupsi hingga 30
April 2019. Namun berdasarkan data yang diterima Badan Kepegawaian Nasional
hingga 30 April 2019, baru 1.237 PNS atau 53 persen saja yang diberhentikan.

Baca Juga :  Virus Korona Mewabah di Korsel, Giliran LG Sementara Tutup Pabrik

Padahal, jumlah total PNS
terpidana korupsi yang sudah berkekuatan hukum tetap dan wajib dipecat mencapai
2.357 orang. Dengan demikian, masih ada 1.120 yang belum dipecat dan masih
menerima gaji.

Akmal menjelaskan, sanksi
administrasi yang diatur dalam UU Pemda memang bersifat berjenjang. Diawali
dengan sanksi teguran, penangguhan hak keuangan, hingga pemberhentian
sementara.

Mekanismenya sanksi bagi
bupati/wali kota dilaksanakan provinsi dan sanksi bagi gubernur dilakukan
pusat. “Kami mentreatment gubernur, gubernur mentreatment kabupaten kota,”
tuturnya.

Terkait kepala daerah yang belum
melaksanakan perintah tersebut, Akmal menyebut hampir merata di banyak
provinsi.

Sebelumnya, Kepala Biro Humas BKN,
Mohammad Ridwan, menjelaskan berdasarkan informasi ada sejumlah kendala yang
menjadi alasan daerah. Misalnya, instansi belum mendapat putusan pengadilan PNS
Tipikor.

Baca Juga :  KPPOD Temukan 347 Perda Bermasalah Hambat Investasi

Daerah beralasan, tidak ada
kewajiban pihak pengadilan meneruskan putusan ke instansi. Namun, Ridwan
menilai hal itu bukan kendala. “Dalam hal ini instansi yang dituntut bergerak
proaktif mengajukan permintaan data ke pengadilan,” ujarnya.

Selain itu, ada juga instansi
yang beralasan menunggu terbitnya putusan MK soal gugatan Pasal 87 ayat (4)
huruf b dalam UU 5/2014 tentang ASN. Selama ini, gugatan tersebut menjadi
tameng bagi PNS korupsi untuk minta penundaan. Namun, sebetulnya putusan MK
sendiri sudah dibacakan dua pekan lalu. (far/JPG/KPC)

Terpopuler

Artikel Terbaru