Site icon Prokalteng

WNI Eks ISIS Tersebar di Tiga Kamp, tapi Sulit Diverifikasi

wni-eks-isis-tersebar-di-tiga-kamp-tapi-sulit-diverifikasi

Identitas 660 WNI (warga negara Indonesia) yang pernah bergabung dengan ISIS di Syria belum jelas. Yang dimiliki pemerintah baru angka perkiraan jumlah foreign terrorist fighter (FTF) alias teroris lintas batas negara tersebut.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga menyatakan belum memiliki akses langsung untuk menemui dan memverifikasi informasi yang mereka dapat. Selama ini BNPT mendapat informasi dari beberapa sumber. Di antaranya, intelijen sejumlah negara di Timur Tengah dan Komite Internasional Palang Merah (ICRC).

”Kalau bisa masuk, kami mau masuk. Tapi, nggak bisa semua masuk,” kata Kepala BNPT Suhardi Alius.

Berdasar informasi dari sumber-sumber tersebut, BNPT mendapat kabar bahwa di antara ribuan FTF di Syria, sebanyak 660 orang berasal dari Indonesia. Mereka tersebar di tiga kamp: Al Roj, Al Hol, dan Ainisa.

Suhardi menyebutkan, banyak otoritas yang membawahkan kamp itu. Mulai pemerintah Syria, Syrian Democratic Forces (SDF), sampai Kurdistan. Dengan begitu, tidak semua bisa masuk kamp-kamp itu.

Itu pula yang menyulitkan BNPT memverifikasi FTF eks ISIS asal Indonesia. Padahal, BNPT membutuhkan data untuk memastikan mereka benar dari Indonesia atau tidak.

Sejauh ini, Suhardi menyebutkan, pihaknya hanya bisa mengandalkan informasi dari sumber-sumber tersebut. Sebab, instansi yang bertanggung jawab mengurus persoalan terorisme di tanah air itu belum bisa mengirim orang untuk masuk ke sana.

”ICRC kami mintai juga supaya dapat (informasi FTF dari Indonesia) itu. Karena kami mempersiapkan langkah negosiasi,” bebernya.

Selain itu, perwakilan pemerintah di sana turut dimintai bantuan. Di antaranya, Duta Besar Indonesia untuk Turki Lalu Muhammad Iqbal. ”Saya menelepon Pak Iqbal, Dubes kita di Turki. Informasi dong kalau ada apa-apa supaya kami bisa verifikasi,” imbuhnya.

Sebagai salah satu negara yang berbatasan langsung dengan Syria, Turki memang kerap dijadikan pintu masuk FTF. Termasuk yang berangkat dari Indonesia.

Karena itu, mantan kepala Bareskrim Polri tersebut mengakui, tidak mudah mendata para FTF asal Indonesia lewat perlintasan di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sebab, banyak di antara mereka yang singgah di negara lain sebelum masuk Syria. Bukan hanya Turki, Iraq dan Uni Emirat Arab (UEA) juga kerap dijadikan persinggahan.

Berkaitan dengan data dan foto 660 FTF eks ISIS asal Indonesia yang sudah disebutkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD, Suhardi mengungkapkan bahwa semua masih perlu diverifikasi. Menurut dia, keterangan yang disampaikan Mahfud tidak berarti data serta foto 660 FTF tersebut sudah lengkap dikantongi BNPT seluruhnya.

Namun, ada di antara mereka yang fotonya sudah didapatkan BNPT, ada juga yang baru data-datanya. Itu pun sebatas nama.

”Yang masuk sama kami, ada yang berupa nama, ada juga yang berupa foto. Itulah yang perlu diverifikasi,” bebernya.

Alasannya tidak lain adalah banyak di antara mereka yang memiliki nama alias. Sementara itu, foto perlu diverifikasi lagi untuk memastikan benar tidaknya keberadaan mereka.

Memang, lanjut Suhardi, ada juga yang data dan fotonya sudah dikantongi. Jumlahnya sekitar seratus orang. Meski demikian, lagi-lagi jenderal bintang tiga Polri itu menyatakan bahwa semua masih harus diverifikasi. ”Benar atau nggak. Apakah kau orang Indonesia? Itu yang pertama,” tegasnya. Kesulitan lain mendata FTF eks ISIS asal Indonesia adalah mereka tidak lagi memiliki dokumen seperti paspor. Ada yang dibakar, ada juga yang disita, kemudian hilang.

Berdasar sumber-sumber yang memberikan informasi kepada BNPT, angka 660 itu muncul dari pengakuan-pengakuan FTF. Mereka mengatakan berasal dari Indonesia. Karena itu, BNPT berusaha memverifikasi. Itu mereka kerjakan beriringan dengan tugas dari pemerintah saat ini. Yakni, membuat dua draf untuk dua opsi. Membawa mereka kembali ke Indonesia atau tidak. ”Jadi, sekarang prosesnya masih berjalan,” imbuhnya.

Walau belum ada keputusan final terkait nasib para FTF eks ISIS asal Indonesia, Suhardi mengakui bahwa pihaknya mulai memperhatikan anak-anak teroris. Data yang saat ini dimiliki BNPT memang menyebut di antara ratusan FTF tersebut, lebih banyak anak-anak dan perempuan.

”Kalau kita biarkan, anak-anak itu akan mengadopsi kekerasan orang tuanya. Kami selamatkan mereka,” jelas dia.

Menambahkan keterangan Suhardi, Deputi Bidang Kerja Sama Internasional BNPT Andhika Chrisnayudhanto menjelaskan bahwa kamp-kamp yang saat ini ditempati para FTF adalah pengungsian. Dengan begitu, di sana berlaku hukum kemanusiaan internasional. ”Kalau anak direkrut di daerah konflik, secara hukum internasional disebut sebagai victim atau korban,” terangnya. Karena itu, ada kewajiban untuk melindungi mereka.(jpc)

 

Exit mobile version