Kementerian Hukum dan
HAM (Kemenkumham) memberikan remisi husus (RK) kepada
1.049 dari 1.948 narapidana beragama Buddha di seluruh Indonesia pada Hari Raya
Waisak 2564 BE tahun 2020. Pemberian remisi diberikan kepada narapidana yang
telah memenuhi persyaratan administratif dan substantif.
Seperti telah menjalani pidana minimal 6
bulan, tidak terdaftar pada register F, serta turut aktif mengikuti program
pembinaan di lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan negara. “Remisi yang
diberikan diharapkan dapat memotivasi narapidana untuk mencapai penyadaran diri
yang tercermin dari sikap dan perilaku sehari-hari,†kata Direktur Jenderal
Pemasyarakatan, Reynhard Silitonga dalam keterangannya, Kamis (7/5).
Reynhard menjelaskan, remisi khusus kepada
1.049 itu dengan rincian 146 orang menerima remisi 15 hari, 578 narapidana
mendapat remisi 1 bulan, 211 narapidana memperoleh remisi 1 bulan 15 hari, dan
2 bulan remisi untuk 104 narapidana.
Sementara itu, 10 orang menerima RK II atau
langsung bebas usai menerima remisi 1 bulan sebanyak 6
orang, remisi 1 bulan 15 hari sebanyak 2 orang, dan remisi 2 bulan sebanyak 2
orang.
“Pemberian remisi ini juga merupakan wujud
negara hadir untuk memberikan perhatian dan penghargaan bagi narapidana untuk
selalu berintegritas, berkelakuan baik selama menjalani pidana, tidak melakukan
pelanggaran-pelanggaran yang telah ditentukan,†ucap Reynhard.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Narapidana
dan Latihan Kerja Produksi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Yunaedi
menjelaskan, pemberian RK Waisak tahun 2020 berhasil menghemat anggaran makan
narapidana sebesar Rp 606.135.000 dengan rincian Rp 599.505.000 dari 1.049
narapidana penerima RK I dan Rp 6.630.000 dari 10 narapidana penerima RK II
yang langsung bebas.
Narapidana terbanyak mendapat RK Waisak Tahun
2020 berasal dari Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham
Sumatera Utara sebanyak 231 orang, Kanwil Kemenkumham Kalimantan Barat sebesar
134 orang dan Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta berjumlah 127 orang.
“Pemberian remisi bukan sekadar reward kepada
narapidana yang berkelakuan baik serta memenuhi persyaratan administratif dan
substantif. Fakta yang tak kalah penting adalah anggaran negara yang dihemat
dengan berkurangnya masa pidana narapidana,†pungkas Yunaedi.
Pemberian remisi atau pengurangan masa pidana
diberikan kepada narapidana sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
(Lembaran Negara
Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3614) dan Peraturan
Pemerintah Nomor 32
Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak WBP (Lembaran Negara
Tahun 1999 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3846), perubahan pertama :
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2006, perubahan kedua : Peraturan Pemerintah
Nomor 99 Tahun 2012, serta Keputusan Presiden No. 174 /1999 tentang Remisi.