JAKARTA – Di penghujung Kabinet Kerja (2014-2019) Wakil Presiden
Jusuf Kalla (JK) menyinggung soal perubahan kurikulum di dunia pendidikan.
Keterangan tersebut disampaikan ketika menjadi pembicara kunci dalam kongres
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Jakarta, Jumat (5/7).
Wapres dua periode itu menuturkan
ada ungkapan di masyarakat setiap ganti menteri maka ada perubahan kurikulum.
“Ini wajar saja. Karena teknologi berubah,†tuturnya. JK mengatakan guru harus
siap dengan perubahan-perubahan yang berkembang saat ini.
Menurut JK guru dewasa ini harus
berbeda dengan guru masa lalu. Dia menjelaskan pada pendidikan masa lalu, guru
menjadi titik utama sumber ilmu pengetahuan atau informasi. “Murid hanya
mengiyakan dan mendengarkan,†jelasnya.
Tetapi dewasa ini ilmu
pengetahuan atau informasi semakin mudah didapatkan oleh siswa. Untuk itu JK
berharap guru untuk terus terus belajar dengan baik. Sebab saat ini dia menilai
ada beberapa kejadian murid lebih pintar dari gurunya. Banyak pertanyaan murid
tidak bisa dijawab oleh guru.
Pada kesempatan ini JK juga
menjelaskan arah pembangunan pemerintah. Dia menuturkan lima tahun belakang
pemerintah gencar berbicara infrastruktur fisik. Sementara pada lima tahun ke
depan, pemerintah ganti haluan dengan menitikberatkan pada pembangunan
infraskruktur manusia atau SDM.
Dalam pembangunan SDM tersebut JK
mengatakan guru memegang peran kunci. Dia mengakui bahwa anggaran pendidikan
memang harus terus ditingkatkan. Meskipun begitu anggaran pendidikan saat ini
sudah jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya. Selain itu kesejahteraan guru
juga sudah lebih baik.
JK mengingatkan bahwa tingkat
kemampuan pendidikan di Indonesia saat ini masih di bawah sejumlah negara di
ASEAN. Untuk itu dia meminta para guru untuk meningkatkan kinerja dan mutu
pendidikan. “Kecuali honorer yang gajinya lebih rendah. Tetapi kita juga
memperhatikannya,†tuturnya.
Sementara itu, Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong pendirian sekolah-sekolah negeri
baru di berbagai daerah dari hasil pemetaan zonasi saat ini. Karena penyebaran
sekolah negeri yang belum merata untuk mendukung pemerataan pendidikan dan
implementasi sistem zonasi.
Pembangunan sekolah itu dapat
menggunakan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) dan anggaran pendapatan
belanja negara (APBN).
“Setelah kebijakan zonasi PPDB
diterapkan banyak daerah baru menyadari bahwa di wilayahnya sekolah negeri
tidak menyebar merata dan ada ketimpangan jumlah sekolah di semua jenjang
sekolah,†kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti, kemarin.
Sejak dibuka 20 Juni 2019, posko
pengaduan KPAI telah menerima pengaduan dalam jaringan (online) sebanyak 92
pengaduan dengan rincian 70 pengaduan melalui telepon pintar pengaduan dan 22
pengaduan melalui pesan elektronik, serta satu pengaduan langsung yang berasal
dari DKI Jakarta, sehingga total pengaduan yang diterima KPAI adalah 93
pengaduan.
Jenis pengaduan mulai dari
masalah sosialisasi yang minim, petunjuk teknis yang tidak jelas, pembagian
zonasi yang dianggap tidak adil, sekolah negeri yang tidak merata
penyebarannya, jarak nol meter antara rumah pendaftar ke sekolah, sampai adanya
kejanggalan dan dugaan kecurangan.
KPAI menyampaikan apresiasi
kepada beberapa kepala daerah yang dalam tiga tahun zonasi telah berupaya
menambah jumlah sekolah negeri, diantaranya adalah Pemerintah provinsi
Kalimantan Barat yang membangun satu SMAN di kota Pontianak yaitu SMAN 11, dan
Pemerintah Kota Bekasi yang membangun tujuh SMPN baru yaitu SMPN 50, 51, 52,
53, 54, 55, dan 56.
KPAI juga mendorong lahirnya
peraturan presiden tentang sistem zonasi pendidikan yang dibutuhkan sebagai
sarana kolaborasi dan sinergi antar kementerian dan lembaga dengan pemerintah
daerah. Retno menuturkan untuk keberhasilan sistem zonasi pendidikan diperlukan
sinergi kebijakan antar kementerian untuk upaya melayani dan memenuhi hak atas
pendidikan berkualitas bagi seluruh anak Indonesia.
Setidaknya ada delapan
kementerian dan lembaga akan terlibat dalam sistem zonasi pendidikan. Dengan
demikian kerja sama lintas kementerian dan lembaga alan mendorong percepatan
pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia.
Delapan kementerian dan lembaga
yang akan berperan dalam sistem zonasi adalah Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Kementerian Keuangan, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian
Agama, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Dalam
Negeri serta Bappenas.
Zonasi pendidikan tidak hanya
digunakan untuk mendekatkan anak dengan sekolah, sistem zonasi ini juga dapat
digunakan untuk menambah guru dan mutasi guru, serta menentukan pembangunan
sarana dan prasarana sekolah yang dibutuhkan, jelasnya.
KPAI juga mendorong pemerintah
pusat dan pemerintah daerah secara terus menerus melakukan pemerataan sumber
dana dan sumber daya ke seluruh sekolah negeri yang ada, tidak hanya berfokus
pada sekolah-sekolah tertentu yang danggap unggul dulunya. (ful/fin/kpc)