Site icon Prokalteng

Menkopolhukam: Tak Ada Negosiasi dengan Kapal-kapal China, Usir!

menkopolhukam-tak-ada-negosiasi-dengan-kapal-kapal-china-usir

JAKARTA – Indonesia tidak akan bernegoisasi
terkait kapal China yang melanggar teritorial di perairan Natuna, Kepulauan
Riau. Pemerintah akan mengusir paksa jika kapal tersebut masih beroperasi di
Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dengan
tegas menyatakan Indonesia tak akan bernegosiasi dengan pemerintah China terkait
persoalan perairan Natuna.

Karena itu Mahfud meminta aparat keamanan mengusir kapal-kapal China yang
melanggar batas wilayah kedaulatan Indonesia. “Kita usir dengan segala
kemampuan kita. Kita halau kapal-kapal dan nelayan-nelayan,” tegasnya.

Ditegaskannya, berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, menyatakan perairan Natuna merupakan wilayah
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Jadi tak ada lagi istilah negosiasi
bilateral.

“Terkait dengan kapal ikan China yang dikawal resmi pemerintah China di
Natuna, prinsipnya begini, Indonesia tidak akan melakukan negosiasi,” kata
Mahfud, di Kota Malang, Jawa Timur, Minggu (5/1).

Jika Indonesia melakukan negosiasi, berarti secara tidak langsung mengakui
ada sengketa antara Indonesia dan China di perairan Natuna. Padahal, perairan
Natuna milik Indonesia secara utuh. Jadi tak tak ada perundingan dengan China.

“Jika kita berunding dengan China, kita mengakui bahwa perairan itu ada
sengketa. Namun, ini tidak ada sengketa, dan mutlak milik Indonesia secara
utuh,” katanya.

Sementara itu, pemerintah China mengklaim secara sepihak perairan Natuna
dengan sebutan Nine Dash Line. Berdasarkan hak maritim historis China, Nine
Dash Line diklaim sebagai wilayah Laut China Selatan seluas dua juta kilometer
persegi. Jalur tersebut membentang sejauh 2.000 kilometer dari daratan China,
hingga beberapa ratus kilometer dari Filipina, Malaysia, dan Vietnam.

“China menyatakan itu hak tradisional mereka, karena sejak ribuan tahun
nelayan mereka ke wilayah itu. Apa dasarnya, dan apa buktinya?” ucap Mahfud.

Mahfud menegaskan Indonesia tak membentuk tim negosiasi dengan pemerintah
China terkait masalah perairan Natuna. Indonesia akan mempertahankan kedaulatan
negara, termasuk perairan Natuna.

“Kami tidak membentuk tim negosiasi, tidak ada. Kami akan mempertahankan
kedaulatan kita, dan akan kami usir dengan segala kemampuan yang ada,”
tegasnya.

Mahfud menyebut pemerintah tengah meningkatkan dan memperkuat patroli untuk
menghalau kapal-kapal penangkap ikan asal China, yang beroperasi secara ilegal di
perairan Natuna.

“Patroli akan diperkuat, penguatan kapal-kapal kita, yang sekarang ada di
wilayah lain, akan dikerahkan ke sana untuk menghalau,” katanya.

Namun, penguatan patroli bukan berarti Indonesia akan melakukan perang
dengan China. Indonesia akan menghalau kapal asing, untuk menjaga wilayah
perairan Indonesia.

“Kita tidak berperang, akan tetapi menghalau untuk menjaga daerah kita
sendiri,” ujar Mahfud.

Sementara di Pangkalan Udara TNI AL di Tanjungpinang, Panglima Komando
Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I TNI Laksamana Madya TNI Yudo
Margono menyatakan hingga Minggu kapal nelayan China masih bertahan di Laut
Natuna.

Menurut Yudo, kapal-kapal asing tersebut bersikukuh melakukan penangkapan
ikan secara legal yang berjarak sekitar 130 mil dari perairan Ranai, Natuna.

“Mereka didampingi dua kapal penjaga pantai dan satu kapal pengawas
perikanan China,” katanya.

Yudo menegaskan TNI menggelar operasi dengan menurunkan dua KRI guna
mengusir kapal asing tersebut keluar dari Laut Natuna.

“Kami juga gencar berkomunikasi secara aktif dengan kapal penjaga pantai
China agar dengan sendirinya segera meninggalkan perairan tersebut,” tegasnya.

Operasi ini, tidak memiliki batas waktu sampai kapal China betul-betul
angkat kaki dari wilayah maritim Indonesia.

“Fokus kami sekarang ialah menambah kekuatan TNI di sana. Besok akan kami
gerakkan empat unsur KRI lagi untuk mengusir kapal-kapal itu,” katanya.

Terpisah, anggota Komisi I DPR Fraksi NasDem Willy Aditya meminta Indonesia
tak terpancing provokasi China.

“Pemerintah tidak boleh terprovokasi sehingga kita harus hati-hati melihat
situasi yang berkembang di Natuna. Hukum laut internasional tidak memberi celah
untuk terjadinya konflik yang mengeras dan berujung perang,” katanya.

Menurut dia, apa yang dilakukan Coastal Guard China yang mengawal
nelayannya masuk wilayah NKRI adalah upaya provokasi. Selain itu, pernyataan
Kementerian Luar Negeri China yang berkeras dengan konsep internalnya
menunjukkan arogansi untuk memprovokasi Indonesia masuk dalam dispute
internasional wilayah laut.

“China sangat tahu dan cukup cerdik membaca situasi yang ada dan kekuatan
yang dimilikinya. Semua negara akan bersepakat untuk menghindari perang karena
akan mendorong penyelesaian melalui mekanisme negosiasi. China punya pengaruh
yang cukup untuk digunakan ‘memaksa’ Indonesia,” ujarnya.

Willy mengingatkan tahun depan akan ada persiapan periodic review UNCLOS
yang bisa menjadi celah masuk China menambahkan isu-isu kelautannya.

Menurut dia, dalam catatan ratifikasi UNCLOS tahun 2006, China tidak
memilih International Court of Justics (ICJ), International Tribunal,
International Arbitral Tribunal, maupun Special Arbitral Tribunal sebagai upaya
penyelesaian sengketa wilayah laut dengan negara lain.

“Namun, China memilih menggunakan perangkat yang disediakan pada Pasal 298
(Paragraf 1, a, b, dan c) UNCLOS yang pada intinya menunjuk juru damai dan
langsung berhubungan dengan negara bersengketa. Itulah kenapa China tidak
mengakui putusan arbitrase sengketa China dengan Filipina,” katanya.

Jika Indonesia belajar dari apa yang terjadi di Sipadan dan Ligitan,
menurut dia, tidak perlu mengikuti provokasi China untuk menegosiasikan Natuna,
tidak atas dasar ekonomi, investasi, atau sejenisnya.(gw/fin/kpc)

Exit mobile version