PROKALTENG.CO-Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritisi rencana fit and proper test terhadap calon Panglima TNI usulan Presiden, Jenderal Andika Perkasa yang akan digelar pada Sabtu (6/11) besok. Berdasarkan informasi, proses fit and proper test akan dilakukan secara semi tertutup, yaitu menutup akses pengawasan dan pertisipasi publik pada proses tanya jawab.
“Koalisi memandang, proses uji kelayakan dan kepatutan yang rencananya dilakukan secara semi tertutup tersebut merupakan tindakan penghalang-halangan akses pengawasan dan partisipasi publik sehingga rentan terjadi kolusi dan nepotisme,” kata peneliti Imparsial Hussein Ahmad dalam keterangannya, Jumat (5/11).
Seharusnya proses yang penting ini dilakukan secara terbuka dan transparan. Dia tak menginginkan ada kesan ada hal yang sengaja ditutup-tutupi dalam proses tersebut.
Proses yang terbuka sangat penting, tidak hanya untuk membuka ruang pengawasan dan partisipasi publik, tetapi juga mengingat Jenderal Andika Perkasa dikaitkan dengan berbagai catatan buruk terkait HAM, transparansi dan akuntabilitas harta kekayaan dan lain-lain.
“Kami memandang, adanya dugaan keterkaitan Jenderal Andika Perkasa dalam pelanggaran HAM pembunuhan tokoh Papua Theiys Hiyo Eluay perlu diperdalam secara serius oleh DPR. Sebab, penghormatan terhadap HAM tentu menjadi poin penting dalam profesionalitas TNI, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 huruf d UU No. 34/2004 tentang TNI,” tegas Hussein.
Selain itu adanya kepemilikan harta kekayaan yang fantantis dan ketidakpatuhan Jenderal Andika yang baru melaporkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) pada tahun ke tiga selama menjabat sebagai KSAD juga sejatinya menunjukkan lemahnya integritas. Serta komitmen Andika Perkasa terhadap agenda pemberantasan korupsi.
“DPR seharusnya perlu terlebih dahulu meminta penjelasan kepada Presiden mengenai pengajuan Jenderal Andika sebagai calon tunggal Panglima TNI. Sebab, persoalan HAM dan integritas, sebagaimana yang kami sebutkan tadi, seharusnya menjadi poin pertimbangan dalam pengajuan calon Panglima TNI,” tegas Hussein.
Dengan kondisi demikian, maka pada dasarnya kini DPR memegang peranan penting dalam upaya menjaga reformasi dan profesionalitas TNI melalui agenda fit and proper test ini.
Oleh karena itu, DPR didesak membuka seluruh proses uji kelayakan dan kepatutan kepada publik sehingga tidak ada proses dan materi pembahasan yang ditutup-tutupi. Keterbukaan ini menjadi bukti bahwa fit and proper test ini bukan sekedar agenda formalitas/prosedural yang dijalankan DPR RI.
“Persoalan-persoalan mengenai dugaan keterlibatan Jenderal Andika Perkasa dalam pelanggaran HAM maupun integritas dalam hal ketidakwajaran harta kekayaan dan ketidakpatuhan pelaporan LHKPN, harus menjadi bagian penting dalam materi pembahasan fit and proper test dan wajib melibatkan dan meminta pertimbangan Komnas HAM dan KPK,” tegas Hussein menandaskan.