Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah meminta Menteri Agama
Fachrul Razi mempertimbangkan lagi wacana tentang pelarangan mengenakan cadar
dan celana cingkrang. Dua ormas Islam terbesar itu juga meminta rencana
program-program antiradikalisme dievaluasi.
Wakil Sekretaris Jenderal PB NU Andi Najmi Fuaidi mengungkapkan,
menteri agama perlu menjelaskan tujuan utama pelarangan bercadar dan bercelana
cingkrang di instansi pemerintah. Jika semangatnya untuk menghilangkan hambatan
komunikasi, hal tersebut sebenarnya bisa dianggap positif. â€Misalnya untuk
meningkatkan kinerja. Biar lebih mudah diajak berkomunikasi. Maka kita dukung,â€
katanya kemarin (1/11).
Namun, jika tujuannya membatasi kebebasan ekspresi beragama, ada
potensi menimbulkan pertentangan. â€Tapi, ya itu pembahasan lain, isu baru
jadinya,†ucap dia.
Meskipun dikaitkan dengan upaya menanggulangi radikalisme,
menurut Andi, sebenarnya tidak ada relevansinya. Sebab, radikalisme terletak
pada alam pikiran, bukan semata gaya berbusana. Karena itu, tutur dia, lebih
penting menata pendidikan dan mengubah cara berpikir.
Andi juga menanggapi wacana soal berdoa menggunakan bahasa
Indonesia yang pernah disampaikan Fachrul Razi. Andi menyatakan, selama tidak
diwajibkan pada lafal doa yang ada dalam salat, pada dasarnya doa dalam bahasa
Indonesia sah-sah saja. Namun pada akhirnya akan menjadi aneh dan janggal.
Doa yang selama ini biasa dilakukan atau dibacakan dengan bahasa
Arab akan terdengar janggal bila dibahasaindonesiakan. â€Jadi, kebijakan seperti
ini gimmick saja. Sebenarnya bukan persoalan yang penting-penting amat. Bukan
substansinya,†pungkas dia.
Di tempat terpisah, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti
mengatakan, dalam konteks peneguhan ideologi Pancasila, rencana menteri agama
sebenarnya dapat dipahami. Namun, pelaksanaannya tidak akan mudah, bahkan bisa
tumpang-tindih dengan tugas pokok dan fungsi lembaga lain. â€Selain itu, kalau
tidak disiapkan dengan baik, bisa menimbulkan kontroversi,†ujarnya
kepada Jawa Pos kemarin.
Menurut Mu’ti, sebaiknya menteri agama mempertimbangkan dan
menyiapkan dengan matang sebelum menyampaikan sorotan terhadap cadar dan celana
cingkrang kepada publik. Apalagi, saat ini sudah ada Badan Pembinaan Ideologi
Pancasila (BPIP) yang secara khusus dibentuk untuk pembinaan dan peneguhan
ideologi Pancasila.
Mu’ti juga menyoroti rencana penataran khusus bagi para ustad.
Pria asal Kudus, Jawa Tengah, itu menuturkan, penataran tersebut bisa
menimbulkan persepsi bahwa sikap dan pernyataan yang keras hanya berasal dari
kalangan umat Islam. Realitasnya, lanjut dia, pernyataan keras juga terdapat
dalam agama lain, politisi, dan elemen masyarakat.
Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menjelaskan, selama
ini model-model penataran tidak cukup efektif. Sebaiknya dikembangkan metode
lain melalui dialog dan pembinaan. â€Kementerian Agama (Kemenag) sudah memiliki
buku moderasi beragama yang di dalamnya terdapat materi tentang Pancasila dan
NKRI,†ujar dia.
Dalam melakukan pembinaan, sebaiknya menteri agama
mengoptimalkan dua unsur bimas, yaitu bimas Islam dan bimas agama lain. â€Akan
lebih baik kalau mengoptimalkan peran bimas daripada penataran Pancasila,â€
tuturnya.
PAN-PPP Terus Soroti Menteri Agama
Sorotan juga terus datang dari Senayan. PAN bahkan secara khusus
menggelar konferensi pers untuk menyikapi polemik tersebut. Ketua Fraksi PAN
Hanafi Rais meminta menteri agama berhenti menyemburkan isu radikalisme. Isu
tersebut, tegas dia, rentan menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat yang
memiliki pemahaman keagamaan beragam. â€Sangat tidak produktif bagi Indonesia
Maju yang menjadi slogan pemerintahan Pak Jokowi,†tuturnya di ruang Fraksi
PAN, Gedung Nusantara I, kompleks parlemen, kemarin.
Hanafi menduga isu radikalisme sengaja diembuskan pemerintah
untuk menutup kegagalan di bidang ekonomi. â€Di banyak negara, isu radikalisme
diembuskan untuk menutupi isu stagnasi ekonomi,†tudingnya. Dia meminta Menag
Fachrul Razi lebih hati-hati dalam menyampaikan wacana di depan publik. Menag,
sambung dia, harus mengedepankan isu persatuan dan kerukunan antarumat
beragama.
Lebih jauh disampaikan, pencegahan radikalisme sudah memiliki
perangkat solusi. Di antaranya melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT). Lembaga tersebut memiliki kewenangan besar dalam upaya pencegahan. Di
sisi lain, DPR juga telah merevisi UU Antiterorisme pada 2018.
PPP juga menyoroti polemik itu. Sekretaris Fraksi PPP Achmad
Baidowi menyampaikan, rencana larangan mengenakan cadar dan celana cingkrang
berpotensi melanggar HAM. Sebelum menjadi kebijakan, sebaiknya wacana tersebut
dikaji secara mendalam dengan melibatkan lintas organisasi keagamaan. â€Jangan
terlalu gampang melempar isu lah,†tuturnya.
Penjelasan lebih detail juga harus disampaikan ke publik. Apakah
larangan itu secara khusus ditujukan untuk aparatur sipil negara (ASN) atau
untuk masyarakat umum.
Baidowi meminta menteri agama segera menjernihkan persoalan.
Jika tidak, dikhawatirkan polemik terus meluas. Ujung-ujungnya akan memicu
ketidakharmonisan dan jurang pemisah di tengah masyarakat. â€Sebaiknya
diperjelas maksud kebijakan itu apa. Kita juga butuh penjelasan, apakah ada
hubungan radikalisme dengan cara berpakaian seseorang,†tegas legislator asal
Madura tersebut.
Tanggapan Jokowi-Ma’ruf
Presiden Joko Widodo ikut mengomentari pernyataan Menteri Agama
Fachrul Razi yang sempat mewacanakan larangan cadar dan celana cingkrang di
instansi pemerintah. Dia menilai, urusan berpakaian merupakan selera setiap
orang.
â€Kalau saya, ya yang namanya cara, cara berpakaian, cara
berpakaian itu kan sebetulnya pilihan pribadi-pribadi, pilihan personal, atau
kebebasan pribadi setiap orang,†ujarnya di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin
(1/11).
Namun, lanjut dia, jika seseorang berada atau bekerja di sebuah
instansi, ada kewajiban untuk mengikuti aturan yang ditetapkan di situ. â€Kalau
memang itu ada ketentuan cara berpakaian, ya tentu saja harus dipatuhi,â€
imbuhnya.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menuturkan, masalah cadar itu mungkin
berdasar pada keinginan supaya di instansi pemerintah ada aturannya.
â€Pakaiannya seperti apa. Tentara harus seperti apa. Polisi perempuan, kemudian
juga PNS, seperti apa,†katanya.
Ma’ruf menyatakan, gagasan Menag itu diutarakan dalam rangka
disiplin pegawai saja. Tidak untuk masyarakat secara umum. Dia menegaskan, soal
radikalisme, semua pihak sudah berkomitmen untuk menangkalnya.
Ma’ruf mengungkapkan, radikalisme tidak hanya berlaku pada
agama. Ada pula radikalisme terkait dengan kelompok separatis. Menurut dia,
para separatis yang membawa senjata dan melakukan penyerangan juga merupakan
radikalis. Dia menegaskan, jika dibiarkan, kelompok radikalis itu akan merusak
tatanan bangsa Indonesia.
Sementara itu, Menag Fachrul Razi jadi lebih irit bicara. Ketika
ditemui seusai menjadi khatib salat Jumat di Masjid Istiqlal kemarin, dia tidak
menjawab soal larangan penggunaan cadar maupun celana cingkrang. Dia langsung
menuju mobilnya ketika sejumlah wartawan menanyainya perihal cadar dan celana
cingkrang.(jpc)