RENCANA menempatkan rektor asing di kampus-kampus negeri terus
memicu pro-kontra. Meski demikian, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi (Kemenristekdikti) tetap jalan terus.
Mereka bahkan telah mengajukan
usulan tersebut kepada Presiden Joko Widodo. Keterlibatan rektor asing
diharapkan mampu mendongkrak peringkat perguruan tinggi Indonesia di panggung
dunia.
Menristekdikti Mohamad Nasir
mengatakan, selama ini daya saing kampus-kampus di Indonesia terbilang rendah.
Sebab, mereka tidak punya pembanding. Masing-masing merasa sebagai yang
terbaik, tapi hanya di kandang sendiri.
“Manakala kita kompetisikan
dengan universitas luar negeri, ya kita jauh sekali,†kata Nasir.
Menurut dia, kunci untuk
meningkatkan peringkat dan kualitas perguruan tinggi dalam negeri adalah kerja
sama dan kolaborasi dengan negara lain. Bisa mendatangkan rektor maupun dosen
dari luar negeri. Regulasi yang menghambat akan ditata ulang. Mulai peraturan
pemerintah sampai peraturan menteri. Nasir menuturkan, pihaknya sudah membentuk
tim riset dan kajian untuk mewujudkan wacana tersebut. “Paling lambat 2020 kita
mulai,†katanya.
Mengenai perguruan tinggi negeri
(PTN) mana yang menjadi sasaran, mantan rektor Universitas Diponegoro Semarang
itu masih melakukan pemetaan. Pihaknya akan memilah PTN yang siap dan belum
siap. Rencananya, ada dua hingga lima kampus negeri yang dipimpin rektor asing
hingga 2024. Lama jabatan mereka empat tahun.
Nasir juga sedang membahas
anggaran yang dibutuhkan untuk mendatangkan rektor asing. Pembahasan tersebut
dilakukan dengan Kementerian Keuangan. Membahas gaji yang diterima,
membandingkan dengan gaji yang diterima di negara lain, hingga kebijakan yang
harus dilakukan agar tidak mengganggu stabilitas keuangan PTN.
Pejabat 59 tahun itu berharap masuknya
rektor asing mampu menempatkan PTN Indonesia dalam daftar 100 besar dunia
secara bertahap. Kemenristekdikti akan menerapkan key performance indicators
(KPI) agar rektor asing itu benar-benar bekerja 100 persen.
“Kamu bisa tidak tingkatkan
ranking perguruan tinggi ini menjadi 200 besar dunia. Setelah itu tercapai,
berikutnya 150 besar dunia. Kemudian, 100 besar dunia. Harus meningkatkan
publikasinya, mendatangkan dosen asing, mendatangkan mahasiswa asing, bahkan
mahasiswa Indonesia bisa kirim ke luar negeri,†urai Nasir.
Apa keunggulan rektor asing jika
dibandingkan dengan akademisi dalam negeri? Menurut Nasir adalah pola pikirnya.
Bahwa mengembangkan perguruan tinggi tidak hanya sampai meluluskan sarjana.
Tapi, harus memikirkan kompetensi para lulusan. Dengan demikian, hasil riset
bisa menghasilkan inovasi dan berguna untuk kemajuan industri.
Mengenai kriteria rektor luar
negeri yang akan dipilih, tim Kemenristekdikti sedang membahas agar mampu
mencapai target 100 besar dunia dalam empat sampai lima tahun mendatang. “Bisa
open bidding atau undangan. Yang jelas, harus memiliki reputasi dari rekam
jejaknya. Tidak mesti orang asing itu baik, belum tentu,†terangnya.
Dia sedikit membocorkan, tidak
tertutup kemungkinan pihaknya akan menawarkan akademisi dari Australia untuk
menjadi rektor PTN.
Nasir menyadari, kebijakan
tersebut mendapat banyak perlawanan dari para rektor di Indonesia. Banyak yang
berteriak menolak. Namun, menurut dia, langkah tersebut harus tetap dilakukan.
Sebab, praktik rektor asing memimpin PTN atau perguruan tinggi publik di suatu
negara lumrah dilakukan di luar negeri. Terutama di negara-negara Eropa.
Bahkan, Singapura melakukan hal serupa.
Nanyang Technological University
(NTU) yang didirikan pada 1981, misalnya. Kampus tersebut menjadi contoh sukses
karena bisa masuk 50 besar dunia dalam waktu 38 tahun setelah dipimpin rektor
dan sebagian dosen dari Amerika Serikat. “Karena rektor asing dan kolaborasinya
yang ada di Singapura, (NTU) bisa mendatangkan mahasiswa dari Amerika, Eropa, bahkan
Indonesia ke sana,†jelas pria kelahiran Ngawi itu.
Kepala Staf Kepresidenan Jenderal
(pur) Moeldoko mengatakan, presiden menyetujui rencana merekrut rektor dari
luar negeri di beberapa kampus Indonesia. “Dalam sebuah kesempatan, presiden
pernah menyampaikan bahwa rencana itu perlu kita uji coba,†ujar dia kemarin
(1/8).
Moeldoko menjelaskan bahwa hal
itu bertujuan, antara lain, menciptakan iklim kompetitif. Dengan adanya rektor
dari luar negeri, akademisi di dalam negeri diharapkan terpacu untuk
meningkatkan kapasitas personalnya. “Itu juga bagus. Saya mohon jangan dilihat
dari sisi yang sempit,†imbuhnya.
Dalam konteks persaingan global,
indeks atau posisi perguruan tinggi Indonesia belum berada pada level ideal.
Karena itu, pemerintah mencoba mencari cara untuk mendongkraknya. Salah satunya
dengan mencoba rektor dari luar negeri. “Presiden sesungguhnya niat baiknya
ingin bawa orang Indonesia berkompetisi,†tuturnya. (jpc/kpc)