28.4 C
Jakarta
Saturday, December 28, 2024

Proses Ekonomi Indonesia Makin Cerah

LEMBAGA pemeringkat Standard
& Poor’s (S&P) kembali menaikkan rating utang Indonesia satu tingkat
menjadi BBB dengan outlook stabil. Peringkat tersebut naik dari level
BBB-/stable outlook yang sebelumnya disematkan S&P kepada Indonesia.
Peringkat itu cukup baik karena Indonesia melompat dari peringkat BBB-/stable
ke peringkat BBB/stable, tanpa melalui peringkat BBB-/positive lebih dulu.

“S&P selama ini paling
sulit memberikan perbaikan peringkat,” kata Menko Perekonomian Darmin Nasution
seperti dikutip Jawa Pos, Sabtu (1/6).

Dia bangga karena kini
Indonesia mendapatkan peringkat BBB dari lima lembaga sekaligus. Yakni,
S&P, Moody’s, Fitch Ratings, JCRA, dan R&I. Dalam laporannya, S&P
menilai ekonomi Indonesia secara konsisten lebih baik daripada negara-negara peers
di tingkat pendapatan yang sama. Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) per
kapita riil Indonesia mampu tumbuh 4,1 persen berdasar rata-rata tertimbang 10
tahun. Sementara itu, pertumbuhan PDB per kapita riil dunia hanya 2,2 persen.
Di sisi lain, beban utang pemerintah dinilai masih rendah dan kinerja fiskal
pemerintah dinilai moderat. S&P memproyeksikan rasio utang pemerintah
stabil selama beberapa tahun ke depan.

Baca Juga :  Pelototi Bansos 2021, KPK Minta Data Penerima Bantuan Diperbaiki

S&P juga memprediksi
defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) membaik. Gubernur
Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, kenaikan rating menunjukkan bahwa
lembaga-lembaga prestisius memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap prospek
perekonomian Indonesia. Selain S&P, lembaga pemeringkat Moody’s dan Fitch
telah memberikan status yang sama, yaitu investment grade. “Dalam laporannya,
S&P menegaskan bahwa salah satu faktor kunci adalah prospek pertumbuhan
ekonomi Indonesia yang kuat diyakini tetap berlanjut setelah terpilihnya
kembali Presiden Joko Widodo,” jelasnya, Jumat (31/5).

Di sisi eksternal, lanjut
dia, keputusan BI menaikkan suku bunga kebijakan 175 bps dianggap sebagai
kebijakan yang proaktif sehingga Indonesia mampu mengatasi risiko dari
kerentanan eksternal. Selain itu, S&P meyakini bahwa Indonesia tidak menghadapi
extraordinary risk terkait dengan pemburukan pembiayaan eksternal karena
didukung akses terhadap pasar keuangan yang kuat dan berkelanjutan. (jpc)

Baca Juga :  Layanan yang Patut Ditiru, Polrestabes Ini Luncurkan Aplikasi e-SIM

LEMBAGA pemeringkat Standard
& Poor’s (S&P) kembali menaikkan rating utang Indonesia satu tingkat
menjadi BBB dengan outlook stabil. Peringkat tersebut naik dari level
BBB-/stable outlook yang sebelumnya disematkan S&P kepada Indonesia.
Peringkat itu cukup baik karena Indonesia melompat dari peringkat BBB-/stable
ke peringkat BBB/stable, tanpa melalui peringkat BBB-/positive lebih dulu.

“S&P selama ini paling
sulit memberikan perbaikan peringkat,” kata Menko Perekonomian Darmin Nasution
seperti dikutip Jawa Pos, Sabtu (1/6).

Dia bangga karena kini
Indonesia mendapatkan peringkat BBB dari lima lembaga sekaligus. Yakni,
S&P, Moody’s, Fitch Ratings, JCRA, dan R&I. Dalam laporannya, S&P
menilai ekonomi Indonesia secara konsisten lebih baik daripada negara-negara peers
di tingkat pendapatan yang sama. Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) per
kapita riil Indonesia mampu tumbuh 4,1 persen berdasar rata-rata tertimbang 10
tahun. Sementara itu, pertumbuhan PDB per kapita riil dunia hanya 2,2 persen.
Di sisi lain, beban utang pemerintah dinilai masih rendah dan kinerja fiskal
pemerintah dinilai moderat. S&P memproyeksikan rasio utang pemerintah
stabil selama beberapa tahun ke depan.

Baca Juga :  Pelototi Bansos 2021, KPK Minta Data Penerima Bantuan Diperbaiki

S&P juga memprediksi
defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) membaik. Gubernur
Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, kenaikan rating menunjukkan bahwa
lembaga-lembaga prestisius memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap prospek
perekonomian Indonesia. Selain S&P, lembaga pemeringkat Moody’s dan Fitch
telah memberikan status yang sama, yaitu investment grade. “Dalam laporannya,
S&P menegaskan bahwa salah satu faktor kunci adalah prospek pertumbuhan
ekonomi Indonesia yang kuat diyakini tetap berlanjut setelah terpilihnya
kembali Presiden Joko Widodo,” jelasnya, Jumat (31/5).

Di sisi eksternal, lanjut
dia, keputusan BI menaikkan suku bunga kebijakan 175 bps dianggap sebagai
kebijakan yang proaktif sehingga Indonesia mampu mengatasi risiko dari
kerentanan eksternal. Selain itu, S&P meyakini bahwa Indonesia tidak menghadapi
extraordinary risk terkait dengan pemburukan pembiayaan eksternal karena
didukung akses terhadap pasar keuangan yang kuat dan berkelanjutan. (jpc)

Baca Juga :  Layanan yang Patut Ditiru, Polrestabes Ini Luncurkan Aplikasi e-SIM

Terpopuler

Artikel Terbaru