JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem
Makarim memberi sedikit bocoran tentang nasib Ujian Nasional (UN) yang saat ini
tengah dikaji dan dievaluasi.
Ia mengungkapkan, akan segera
memformat ulang sistem evaluasi berskala nasional yang selama ini diambil
perannya oleh Ujian Nasional (UN)
“Nantinya format tolak ukur
evaluasi sistem pendidikan skala nasional itu akan dikemas tanpa membebani
murid dan guru. Tentunya, di dalamnya juga harus berisikan tes yang mengetahui
kompetensi dasar murid. Jadi mohon sabar, tunggu kabarnya,†kata Nadiem, Jumat
(29/11)
Kendati demikian, Nadiem
berpandangan, bahwa evaluasi sistem pendidikan yang berskala nasional seperti layaknya
UN harus tetap ada sebagai tolok ukur capaian program pendidikan.
“UN pada prinsipnya memang
bertujuan untuk evaluasi skala nasional. Hanya saja, dalam implementasinya
berjalan pada posisi yang kurang tepat. Inilah kesalahan yang menurut saya terjadi,â€
ujarnya.
Alhasil kata Nadiem, murid yang
akhirnya dirugikan karena menjadi tolak ukur prestasi dan ketika nilai yang
didapatkan tidak mencapai standar murid akan merasa gagal.
“Karena kurikulumnya sangat padat
dan materinya begitu besar, jadi menghilangkan esensi kurikulum 2013 yang
sangat baik. Semuanya harus kejar tayang, jadinya itu menjadi secara otomatis
menimbulkan proses penghafalan,†tuturnya.
Wakil Sekretaris Jendral
(Wasekjen) Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim mengatakan,
jika pemerintah hendak membuat kebijakan baru soal kurikulum, harus ada
evaluasi terlebih dulu atas pelaksanaan Kurikulum 2013.
“Saya pikir Kurikulum 2013 sudah
merepresentasikan apa yang diinginkan oleh dunia pendidikan itu sendiri, yaitu
siswa itu tidak hanya diorientasikan pada capaian akademik atau pengetahuan
saja, tetapi juga ada sikap di dalamnya, termasuk ada keterampilan di
dalamnya,†ujar Satriwan.
Menurut Satriwan, belum
optimalnya pelaksanaan Kurikulum 2013, karena kurangnya bentuk sosialisasi yang
dirasa masih sangat minim. Terlebih lagi, jika dilihat dari jumlah siswa dan
guru yang sangat besar, belum lagi ditambah karakteristik sekolah-sekolah yang
sebarannya itu berbeda-bea.
“Jadi dibutuhkan kajian yang
betul-betul komprehensif dan mendalam, baru dilihat di mana perbaikan
(Kurikulum 2013), tetapi bukan dirombak secara total,†tandansnya. (der/fin/kpc)