Teknis
penyaluran bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat terdampak pandemi Covid-19
menuai sejumlah persoalan di lapangan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan
banyaknya bantuan ke masyarakat yang tidak tepat sasaran karena dipicu data
yang tidak akurat. â€Bansos tidak tepat sasaran karena data kita lemah,†kata
anggota BPK Achsanul Qosasi.
Disampaikan, data kemiskinan yang dipakai untuk
memberikan bansos adalah data lama. Bersumber dari Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) tahun 2014. Padahal, pemutakhiran data
terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) sangat penting. Ironisnya, mayoritas daerah
tidak pernah melakukan pemutakhiran data masyarakat miskin. â€Seharusnya
dilakukan enam bulan sekali,†imbuh Achsanul.
Berdasar temuan BPK, dari 514 kabupaten/kota, hanya ada
29 daerah yang tertib melakukan pembaruan data setiap enam bulan. Salah satu
daerah yang dinilai lembaga auditor negara itu cukup berhasil melakukan
updating data warga miskin adalah Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Di sana data
warga penerima bansos dipampang di kantor bupati tiga bulan sekali.
Sisanya, 485 kabupaten/kota hanya mendaur ulang data-data
lama. Tidak heran jika kemudian banyak bansos di masa pandemi ini yang tidak
tepat sasaran. Warga yang seharusnya tidak layak mendapat bantuan karena mampu
justru digerojok bantuan. Sebaliknya, warga miskin yang butuh sokongan justru
terlewatkan begitu saja.
Bahkan, bukan rahasia lagi, unsur politik di daerah
sangat dominan. â€Yang dapat bantuan biasanya tim sukses bupati atau tim sukses
kepala desa,†beber pria asal Madura itu. BPK berharap DTKS sebagai basis data
penerima bansos mutlak harus diperbaiki. Jika tidak, temuan berulang akan
terjadi lagi di tahun-tahun berikutnya.