28.9 C
Jakarta
Tuesday, April 15, 2025

16 Orang Tewas Akibat Ledakan Bom di Bandara Kota Aden Yaman

PROKALTENG.CO – Sebuah ledakan besar terjadi di bandara di kota
Aden, Yaman selatan pada Rabu, 30 Desember 2020, sesaat setelah sebuah pesawat
yang mengangkut anggota kabinet baru mendarat di sana. Akibat ledakan tersebut,
sedikitnya 16 orang tewas dan 60 lainnya luka-luka.

Masih belum jelas dari mana
ledakan tersebut berasal dan belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab
atas serangan di bandara di Aden. Tak ada seorang pun penumpang dalam pesawat
yang ditumpangi rombongan kabinet Yaman terluka.

Associated Press melaporkan, para anggota delegasi pemerintah Yaman
tengah berjalan keluar dari pesawat ketika sebuah ledakan mengguncang bandara.

Para menteri Yaman yang baru
terlihat berlarian kembali ke dalam pesawat dan berlari mencari perlindungan.
Asap tebal tampak mengepul dari dekat sebuah bangunan terminal bandara. Para
petugas di lokasi bandara mengaku melihat sejumlah jenazah di aspal dan sejumlah
tempat di bandara.

Menteri Komunikasi Yaman Nauib
al-Awg, yang berada di dalam pesawat rombongan pemerintah, mengatakan,
mendengar dua kali ledakan, dan mengira ledakan tersebut berasal dari sejumlah
drone.

Perdana Menteri Yaman Maeen
Abdulmalik Saeed beserta rombongan menteri segera dilarikan dari bandara ke
Istana Mashiq di Aden.

“Sungguh merupakan sebuah
bencana jika pesawat kami yang dibom,” katanya, yang menduga pesawat yang
membawa rombongan pemerintah menjadi target serangan, karena sebenarnya pesawat
tersebut dijadwalkan mendarat lebih awal.

Lewat twitternya, Saeed
menyatakan bahwa ia dan kabinetnya selamat dan tidak mengalami luka. Ia
menyebut ledakan tersebut sebagai aksi teroris pengecut terhadap Yaman.

Baca Juga :  Polisi Ungkap 28 Kg Sabu Jaringan Amerika, Dua WNA Asal Tiongkok Diama

Mohammed al-Roubid, wakil kepala
Kantor Kesehatan Aden menyatakan, sedikitkan 16 orang tewas dalam ledakan
tersebut dan 60 orang lainnya luka-luka.

Menurut seorang petugas keamanan
Yaman, tiga orang pekerja Palang Merah terluka, meskipun belum jelas kewarganegaraan
ketiga korban tersebut.

Utusan khusus Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Yaman, Martin Griffiths, mengutuk serangan tersebut
dan menyebutnya sebagai tindakan kekerasan yang tidak dapat diterima. “Ini
adalah pengingat tragis tentang pentingnya membawa kembali Yaman segera ke jalannya
menuju perdamaian,” cuitnya.

Rombongan kabinet dalam pesawat
tersebut kembali ke Aden dari Riyadh, ibukota Arab Saudi, setelah disumpah
jabatan pekan lalu sebagai bagian dari reshuffle menyusul sebuah kesepakatan
antara pemerintah Yaman dan kelompok separatis di selatan.

Pemerintah Yaman yang diakui oleh
dunia internasional menjalankan sebagian besar roda pemerintahan dalam
pengasingan di Riyadh selama perang sipil bertahun-tahun.

Duta Besar Arab Saudi untuk
Yaman, Mohammed al-Jaber, menggambarkan serangan tersebut sebagai aksi teroris
pengecut yang menargetkan rakyat, keamanan dan kestabilan Yaman.

Ia bersikeras, kendati serangan
tersebut menimbukan kekecewaan dan kebingungan, kesepakatan damai antara
pemerintah Yaman dan kelompok separatis selatan tetap akan dilanjutkan.

Presiden Yaman Abed Rabbo Mansour
Hadi yang berada dalam pengasingan di Arab Saudi, mengumumkan perombakan
kabinetnya pada awal bulan ini.

Perombakan tersebut dilihat
sebagai satu langkah maju demi menutup pertikaian berbahaya antara pemerintahan
Hadi dan Dewan Transisional Selatan (STC), kelompok separatis selatan yang
didukung oleh Uni Emirat Arab (UAE).

Baca Juga :  Pantau Pengamanan Laut, Hari Ini Jokowi Kunjungi Natuna

Pemerintahan Yaman yang didukung
oleh Arab Saudi tengah berperang dengan para pemberontak Houthi yang bersekutu
dengan Iran, yang memegang kendali atas sebagian besar kawasan utara Yaman,
termasuk ibukota Sanaa.

Menyebut pemerintahan yang baru
merupakan bagian dari kesepakatan pembagian kekuasaan antara Hadi yang didukung
Arab Saudi dan STC, kelompok payung dari para milisi yang ingin agar Yaman
selatan merdeka, seperti yang terjadi sejak 1967 hingga persatuan Yaman di
tahun 1990.

Ledakan tersebut menggarisbawahi
bahaya yang dihadapi pemerintahan Hadi di kota pelabuhan tersebut, yang menjadi
lokasi pertempuran berdarah antara tentara pemerintah yang diakui dunia
internasional dan kelompok separatis yang didukung UAE.

Tahun lalu, kelompok Houthi
menembakkan peluru kendali ke arah parade militer pasukan milisi yang loyal
pada UAE di sebuah pangkalan militer di Aden dan menewaskan puluhan orang.

Tahun 2015, Perdana Menteri Yaman
saat itu, Khaled Bahah dan anggota pemerintahannya berhasil selamat dalam
sebuah serangan peluru kendali di sebuah hotel di Aden, yang dituding telah
dilakukan oleh kelompok Houthis.

Yaman, negara termiskin di Arab,
dilanda perang sipil sejak 2014, saat pemberontak Houthi Syiah menyerbu kawasan
utara dan Sanaa. Tahun berikutnya, koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi
melakukan intervensi dengan memerangi kelompok Houthi dan mempertahankan
pemerintahan Hadi berkuasa.

Perang sipil tersebut telah
membunuh lebih dari 112.000 orang, termasuk di dalamnya ribuan rakyat sipil.
Konflik berdarah tersebut juga menimbulkan krisis kemanusiaan paling parah di
dunia.

PROKALTENG.CO – Sebuah ledakan besar terjadi di bandara di kota
Aden, Yaman selatan pada Rabu, 30 Desember 2020, sesaat setelah sebuah pesawat
yang mengangkut anggota kabinet baru mendarat di sana. Akibat ledakan tersebut,
sedikitnya 16 orang tewas dan 60 lainnya luka-luka.

Masih belum jelas dari mana
ledakan tersebut berasal dan belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab
atas serangan di bandara di Aden. Tak ada seorang pun penumpang dalam pesawat
yang ditumpangi rombongan kabinet Yaman terluka.

Associated Press melaporkan, para anggota delegasi pemerintah Yaman
tengah berjalan keluar dari pesawat ketika sebuah ledakan mengguncang bandara.

Para menteri Yaman yang baru
terlihat berlarian kembali ke dalam pesawat dan berlari mencari perlindungan.
Asap tebal tampak mengepul dari dekat sebuah bangunan terminal bandara. Para
petugas di lokasi bandara mengaku melihat sejumlah jenazah di aspal dan sejumlah
tempat di bandara.

Menteri Komunikasi Yaman Nauib
al-Awg, yang berada di dalam pesawat rombongan pemerintah, mengatakan,
mendengar dua kali ledakan, dan mengira ledakan tersebut berasal dari sejumlah
drone.

Perdana Menteri Yaman Maeen
Abdulmalik Saeed beserta rombongan menteri segera dilarikan dari bandara ke
Istana Mashiq di Aden.

“Sungguh merupakan sebuah
bencana jika pesawat kami yang dibom,” katanya, yang menduga pesawat yang
membawa rombongan pemerintah menjadi target serangan, karena sebenarnya pesawat
tersebut dijadwalkan mendarat lebih awal.

Lewat twitternya, Saeed
menyatakan bahwa ia dan kabinetnya selamat dan tidak mengalami luka. Ia
menyebut ledakan tersebut sebagai aksi teroris pengecut terhadap Yaman.

Baca Juga :  Polisi Ungkap 28 Kg Sabu Jaringan Amerika, Dua WNA Asal Tiongkok Diama

Mohammed al-Roubid, wakil kepala
Kantor Kesehatan Aden menyatakan, sedikitkan 16 orang tewas dalam ledakan
tersebut dan 60 orang lainnya luka-luka.

Menurut seorang petugas keamanan
Yaman, tiga orang pekerja Palang Merah terluka, meskipun belum jelas kewarganegaraan
ketiga korban tersebut.

Utusan khusus Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Yaman, Martin Griffiths, mengutuk serangan tersebut
dan menyebutnya sebagai tindakan kekerasan yang tidak dapat diterima. “Ini
adalah pengingat tragis tentang pentingnya membawa kembali Yaman segera ke jalannya
menuju perdamaian,” cuitnya.

Rombongan kabinet dalam pesawat
tersebut kembali ke Aden dari Riyadh, ibukota Arab Saudi, setelah disumpah
jabatan pekan lalu sebagai bagian dari reshuffle menyusul sebuah kesepakatan
antara pemerintah Yaman dan kelompok separatis di selatan.

Pemerintah Yaman yang diakui oleh
dunia internasional menjalankan sebagian besar roda pemerintahan dalam
pengasingan di Riyadh selama perang sipil bertahun-tahun.

Duta Besar Arab Saudi untuk
Yaman, Mohammed al-Jaber, menggambarkan serangan tersebut sebagai aksi teroris
pengecut yang menargetkan rakyat, keamanan dan kestabilan Yaman.

Ia bersikeras, kendati serangan
tersebut menimbukan kekecewaan dan kebingungan, kesepakatan damai antara
pemerintah Yaman dan kelompok separatis selatan tetap akan dilanjutkan.

Presiden Yaman Abed Rabbo Mansour
Hadi yang berada dalam pengasingan di Arab Saudi, mengumumkan perombakan
kabinetnya pada awal bulan ini.

Perombakan tersebut dilihat
sebagai satu langkah maju demi menutup pertikaian berbahaya antara pemerintahan
Hadi dan Dewan Transisional Selatan (STC), kelompok separatis selatan yang
didukung oleh Uni Emirat Arab (UAE).

Baca Juga :  Pantau Pengamanan Laut, Hari Ini Jokowi Kunjungi Natuna

Pemerintahan Yaman yang didukung
oleh Arab Saudi tengah berperang dengan para pemberontak Houthi yang bersekutu
dengan Iran, yang memegang kendali atas sebagian besar kawasan utara Yaman,
termasuk ibukota Sanaa.

Menyebut pemerintahan yang baru
merupakan bagian dari kesepakatan pembagian kekuasaan antara Hadi yang didukung
Arab Saudi dan STC, kelompok payung dari para milisi yang ingin agar Yaman
selatan merdeka, seperti yang terjadi sejak 1967 hingga persatuan Yaman di
tahun 1990.

Ledakan tersebut menggarisbawahi
bahaya yang dihadapi pemerintahan Hadi di kota pelabuhan tersebut, yang menjadi
lokasi pertempuran berdarah antara tentara pemerintah yang diakui dunia
internasional dan kelompok separatis yang didukung UAE.

Tahun lalu, kelompok Houthi
menembakkan peluru kendali ke arah parade militer pasukan milisi yang loyal
pada UAE di sebuah pangkalan militer di Aden dan menewaskan puluhan orang.

Tahun 2015, Perdana Menteri Yaman
saat itu, Khaled Bahah dan anggota pemerintahannya berhasil selamat dalam
sebuah serangan peluru kendali di sebuah hotel di Aden, yang dituding telah
dilakukan oleh kelompok Houthis.

Yaman, negara termiskin di Arab,
dilanda perang sipil sejak 2014, saat pemberontak Houthi Syiah menyerbu kawasan
utara dan Sanaa. Tahun berikutnya, koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi
melakukan intervensi dengan memerangi kelompok Houthi dan mempertahankan
pemerintahan Hadi berkuasa.

Perang sipil tersebut telah
membunuh lebih dari 112.000 orang, termasuk di dalamnya ribuan rakyat sipil.
Konflik berdarah tersebut juga menimbulkan krisis kemanusiaan paling parah di
dunia.

Terpopuler

Artikel Terbaru