26.3 C
Jakarta
Friday, September 20, 2024

Khamenei Masuk Daftar Hitam AS

HUBUNGAN Amerika Serikat (AS) dan Iran semakin tegang. Senin (24/6)
Washington menjatuhkan sanksi kepada Ayatollah Ali Khamenei, pemimpin tertinggi
Iran, dan beberapa petinggi pemerintah serta militer. Sebelumnya, Penasihat
Keamanan Nasional John Bolton menegaskan bahwa AS masih membuka pintu negosiasi
dengan Iran.

Kebijakan kontradiktif AS itu
membuat Presiden Iran Hassan Rouhani berang. “Ini jelas-jelas sebuah
kebohongan, katanya sebagaimana dikutip Agence France-Presse, kemarin (26/6).
Menurut dia, tidak mungkin sanksi dan ajakan berunding datang dari pemerintahan
yang sama. Jika bukan rentetan sanksi itu yang pura-pura, ajakan berundinglah
yang berupa kepalsuan. Atau, bisa jadi duanya adalah kebohongan.

Rouhani juga tidak terima dengan
masuknya nama Khamenei ke daftar hitam AS. Menjatuhkan sanksi kepada tokoh 80
tahun itu malah menggarisbawahi kebodohan Gedung Putih. “Menjatuhkan sanksi
kepada beliau supaya apa? Supaya tidak bepergian ke AS? Wow,” ujarnya dalam
pertemuan dengan para menteri yang disiarkan stasiun televisi nasional.

Rouhani mengatakan bahwa AS salah
sasaran jika menjatuhkan sanksi kepada Khamenei. Tidak seperti pemimpin dunia
yang lain, Khamenei bukanlah tokoh yang gemar menimbun harta. Dia hanya
memiliki sebuah rumah sederhana dan hosseiniyeh atau tempat ibadah Syiah. Aset
itu tentu saja tidak bisa disita atupun dibekukan.

Baca Juga :  Minum Alkohol, Cara Konyol Pria Inggris Agar Sembuh dari Virus Korona

Di hadapan media, Presiden Donald
Trump menegaskan bahwa sanksi-sanksi itu dia jatuhkan sebagai balasan terhadap
Iran yang telah menembak jatuh pesawat pengintai RQ-4A Global Hawk pekan lalu.
Sanksi-sanksi tersebut akan membuat mereka yang namanya tercantum dalam daftar
hitam tidak bisa menggunakan sistem perbankan internasional. AS juga membekukan
aset milik mereka.

Trump menganggap Khamenei
bertanggung jawab atas sikap permusuhan yang ditunjukkan rezim Iran. Sebab,
pengganti mendiang Ayatullah Ruhollah Khomeini itu adalah sosok yang sangat dihormati
di Negeri Para Mullah tersebut.

Dia juga mengawasi Garda Revolusi
Iran yang oleh AS dideklarasikan sebagai organisasi teroris asing. Versi AS,
Garda Revolusi adalah dalang penembakan kapal-kapal tanker minyak di Selat
Hormuz.

Kendati sanksi-sanksi itu membuat
Teheran geram, sejumlah pengamat politik internasional, yakin AS, hanya
menggertak. Sebab, sanksi-sanksi tersebut tidak akan banyak berdampak pada
Iran. Tokoh-tokoh Iran tidak menyimpan aset penting mereka di bank internasional.

Hidup di negeri yang selama
bertahun-tahun selalu menjadi sasaran sanksi membuat mereka banyak belajar.
Untuk transaksi bisnis, biasanya para pebisnis dan pejabat Iran menggunakan
jasa lembaga finansial internasional.

Baca Juga :  Erdogan Larang Rokok Elektrik Masuk Turki

Sejak Iran hengkang dari kesepakatan
nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), AS sudah menjatuhkan sanksi
bertubi-tubi. Berbagai sektor dibidik. Mulai sektor minyak hingga baja. Meski
begitu, Iran tak juga tunduk pada AS. Teheran tetap enggan duduk satu meja
untuk berdialog.

Pekan lalu, untuk kali pertama,
pesawat pengintai AS ditembak jatuh. Pesawat yang harga per unitnya mencapai
USD 110 juta (Rp1,5 triliun) itu luar biasa canggih. Butuh tiga orang untuk
mengoperasikannya dengan sempurna.

RQ-4A Global Hawk tersebut biasanya
terbang 65 ribu kaki di atas permukaan laut untuk menghindari tembakan misil
dari darat. Saat terbang rendah pun, pesawat itu terlindungi oleh sistem radar
peringatan, sistem gangguan, dan umpan yang bisa dilepaskan. Tapi, pesawat
tersebut tetap saja kena tembak Iran.

“Insiden itu menegaskan bahwa
Iran patut diperhitungkan,” tegas Jeremy Binnie, editor majalah mingguan Jane’s
Defence Weekly. Khordad 3 yang dipakai menembak drone AS adalah buktinya.
Sistem pertahanan udara tersebut adalah buatan dalam negeri. Karena itu, dengan
mudah Iran bisa menduplikatnya. Itu adalah ancaman tersendiri bagi AS. (afp/ful/fin/kpc)

HUBUNGAN Amerika Serikat (AS) dan Iran semakin tegang. Senin (24/6)
Washington menjatuhkan sanksi kepada Ayatollah Ali Khamenei, pemimpin tertinggi
Iran, dan beberapa petinggi pemerintah serta militer. Sebelumnya, Penasihat
Keamanan Nasional John Bolton menegaskan bahwa AS masih membuka pintu negosiasi
dengan Iran.

Kebijakan kontradiktif AS itu
membuat Presiden Iran Hassan Rouhani berang. “Ini jelas-jelas sebuah
kebohongan, katanya sebagaimana dikutip Agence France-Presse, kemarin (26/6).
Menurut dia, tidak mungkin sanksi dan ajakan berunding datang dari pemerintahan
yang sama. Jika bukan rentetan sanksi itu yang pura-pura, ajakan berundinglah
yang berupa kepalsuan. Atau, bisa jadi duanya adalah kebohongan.

Rouhani juga tidak terima dengan
masuknya nama Khamenei ke daftar hitam AS. Menjatuhkan sanksi kepada tokoh 80
tahun itu malah menggarisbawahi kebodohan Gedung Putih. “Menjatuhkan sanksi
kepada beliau supaya apa? Supaya tidak bepergian ke AS? Wow,” ujarnya dalam
pertemuan dengan para menteri yang disiarkan stasiun televisi nasional.

Rouhani mengatakan bahwa AS salah
sasaran jika menjatuhkan sanksi kepada Khamenei. Tidak seperti pemimpin dunia
yang lain, Khamenei bukanlah tokoh yang gemar menimbun harta. Dia hanya
memiliki sebuah rumah sederhana dan hosseiniyeh atau tempat ibadah Syiah. Aset
itu tentu saja tidak bisa disita atupun dibekukan.

Baca Juga :  Minum Alkohol, Cara Konyol Pria Inggris Agar Sembuh dari Virus Korona

Di hadapan media, Presiden Donald
Trump menegaskan bahwa sanksi-sanksi itu dia jatuhkan sebagai balasan terhadap
Iran yang telah menembak jatuh pesawat pengintai RQ-4A Global Hawk pekan lalu.
Sanksi-sanksi tersebut akan membuat mereka yang namanya tercantum dalam daftar
hitam tidak bisa menggunakan sistem perbankan internasional. AS juga membekukan
aset milik mereka.

Trump menganggap Khamenei
bertanggung jawab atas sikap permusuhan yang ditunjukkan rezim Iran. Sebab,
pengganti mendiang Ayatullah Ruhollah Khomeini itu adalah sosok yang sangat dihormati
di Negeri Para Mullah tersebut.

Dia juga mengawasi Garda Revolusi
Iran yang oleh AS dideklarasikan sebagai organisasi teroris asing. Versi AS,
Garda Revolusi adalah dalang penembakan kapal-kapal tanker minyak di Selat
Hormuz.

Kendati sanksi-sanksi itu membuat
Teheran geram, sejumlah pengamat politik internasional, yakin AS, hanya
menggertak. Sebab, sanksi-sanksi tersebut tidak akan banyak berdampak pada
Iran. Tokoh-tokoh Iran tidak menyimpan aset penting mereka di bank internasional.

Hidup di negeri yang selama
bertahun-tahun selalu menjadi sasaran sanksi membuat mereka banyak belajar.
Untuk transaksi bisnis, biasanya para pebisnis dan pejabat Iran menggunakan
jasa lembaga finansial internasional.

Baca Juga :  Erdogan Larang Rokok Elektrik Masuk Turki

Sejak Iran hengkang dari kesepakatan
nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), AS sudah menjatuhkan sanksi
bertubi-tubi. Berbagai sektor dibidik. Mulai sektor minyak hingga baja. Meski
begitu, Iran tak juga tunduk pada AS. Teheran tetap enggan duduk satu meja
untuk berdialog.

Pekan lalu, untuk kali pertama,
pesawat pengintai AS ditembak jatuh. Pesawat yang harga per unitnya mencapai
USD 110 juta (Rp1,5 triliun) itu luar biasa canggih. Butuh tiga orang untuk
mengoperasikannya dengan sempurna.

RQ-4A Global Hawk tersebut biasanya
terbang 65 ribu kaki di atas permukaan laut untuk menghindari tembakan misil
dari darat. Saat terbang rendah pun, pesawat itu terlindungi oleh sistem radar
peringatan, sistem gangguan, dan umpan yang bisa dilepaskan. Tapi, pesawat
tersebut tetap saja kena tembak Iran.

“Insiden itu menegaskan bahwa
Iran patut diperhitungkan,” tegas Jeremy Binnie, editor majalah mingguan Jane’s
Defence Weekly. Khordad 3 yang dipakai menembak drone AS adalah buktinya.
Sistem pertahanan udara tersebut adalah buatan dalam negeri. Karena itu, dengan
mudah Iran bisa menduplikatnya. Itu adalah ancaman tersendiri bagi AS. (afp/ful/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru