KALTENGPOS.CO – Brenton Tarrant pelaku pembunuhan 51 orang di dua masjid
di Selandia Baru pada tahun lalu, nampak menunjukan ekspresi wajah datar dan
biasa ketika mendengar para kerabat korban menceritakan kengerian
pembantaiannya pada sidang yang digelar Senin (24/8).
Warga negara Australia ini, telah
mengakui bersalah atas pembunuhan tersebut. Brenton Tarrant nampak mengenakan
kaos penjara abu-abu, dia memandangi datar mereka yang menyampaikan pernyataan
dampak korban.
Pelaku bisa jadi orang pertama di
Selandia Baru yang menerima hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan
bersyarat.
Hakim Cameron Mander mulai
memimpin sidang putusan untuk menentukan hukuman Tarrant. Sidang yang bakal
berjalan hingga Kamis (27/8) itu membuka kembali luka bangsa Selandia Baru yang
belum sembuh. Terutama kaum muslim di sana.
Pada hari pertama, Mander
mendengarkan kembali kesaksian dari korban selamat dan keluarga korban jiwa.
Tidak semua bisa hadir karena kondisi Selandia Baru yang sedang dilanda pandemi
Covid-19. Hadirin diminta menjaga jarak, sementara penembak jitu sudah siaga di
gedung-gedung sebelah.
Jaksa Barnaby Hawes yang membacakan
pengakuan kesaksian terdakwa dari hasil wawancara mereka mengatakan bahwa
Tarrant menyesal atas aksinya.
“Penyesalan itu bukan karena
korban yang banyak. Justru terdakwa merasa sayang karena korbannya kurang banyak,â€
sebut Hawes.
Hawes memaparkan, Tarrant
sebenarnya sudah menyiapkan bahan bakar untuk membakar Masjid Al Noor Selandia
Baru. Dia juga berencana menyatroni satu masjid lagi di Ashburton. Semua
rencana itu gagal karena polisi keburu menangkapnya.
Hawes mengatakan Tarrant
mengatakan kepada polisi bahwa dia ingin menciptakan ketakutan di antara
minoritas Muslim kecil di Selandia Baru.
“Terdakwa sendiri yang mengatakan
bahwa aksi ini dilakukan untuk menghadirkan rasa takut kepada kelompok yang
dianggap penyusup, termasuk komunitas muslim,’’ jelas Hawes seperti dilansir
CNN.
Serangan tersebut memicu curahan
duka global serta pengawasan platform media sosial setelah pria berusia 28
tahun itu menyiarkan langsung di media sosial.
Tarrant menghabiskan waktu
bertahun-tahun untuk mengumpulkan uang agar bisa membeli senjata api bertenaga
tinggi. Dia juga meneliti tata letak masjid dengan menerbangkan drone di atas
target utamanya, dan mengatur waktu serangannya untuk memaksimalkan korban.
â€Kebencian Anda sama sekali tak
berdasar,†ungkap Gamal Fouda, salah seorang korban selamat, kepada Tarrant,
seperti silansir The Guardian.
Fouda memberanikan diri untuk
menatap langsung mata Tarrant di kursi terdakwa. Tahun lalu mata mereka juga
bertemu. Imam Masjid Al Noor itu sedang menyampaikan khotbah Jumat. â€Saat
melihat dia, saya tahu dia merupakan teroris yang sudah tercuci otaknya,â€
ungkapnya.
Reaksi dari korban dan keluarga
berbeda-beda. Ada yang menitikkan air mata, ada yang sekadar berdoa, ada yang
masih terlihat marah. â€Dia dengan seenaknya membunuh perempuan dan anak yang
tak berdosa. Tapi, giliran diserang, dia lari seperti pengecut,†ujar Abdul
Aziz Wahabzadah, pria yang berhasil mengusir Tarrant dari Masjid Linwood
Islamic Center.
Trauma serangan tahun lalu tak
akan pernah hilang. Abdiaziz Ali Jama yang kehilangan iparnya masih terngiang
dengan suara senapan semiotomatis Tarrant. Temel Atacocugu masih ingat sensasi
darah dan cairan otak yang mengalir di mukanya. Dia yang ditembak sembilan kali
harus menahan sakit dan berpura-pura mati agar selamat.
â€Tindakan Anda tak bisa
dimaafkan. Dan tujuan Anda gagal karena Selandia Baru justru makin bersatu,’’
ungkap Maysoon Salama, ibu dari korban tewas Atta Elayyan, kepada Agence
France-Presse.