29.9 C
Jakarta
Sunday, November 24, 2024

Raja Divaksin Sinopharm di UEA, Warga Malaysia Marah

PROKALTENG.CO – Tagar #kerajaangagal dan #Agong tengah trending di
jagat Twitter di Malaysia. Biasanya disertai dengan kritik terkait vaksinasi
yang ditujukan kepada pemerintah serta Raja Malaysia Sultan Abdullah Ahmad
Shah. Penduduk marah karena mereka dirasa tidak adil akibat penyalahgunaan
kekuasaan dari penguasa. Dua tagar itu sudah dipakai lebih dari 10 ribu kali.

”Apakah raja kita tercinta
diam-diam melakukan vaksinasi untuk dirinya dan teman-temannya dan dengan
bantuan #kerajaangagal berusaha untuk tutup mulut?” ujar salah satu pengguna
Twitter Zhan H. seperti dikutip The Straits Times.

Kritik yang bermunculan itu
bermula dari unggahan kanal berita Asia
Sentinel
. Mereka menulis bahwa Sultan Abdullah, Menteri Luar Negeri
Hishammuddin Hussein, dan Jaksa Agung Idrus Harun sudah divaksin dalam
kunjungannya ke Uni Emirat Arab (UEA) Januari lalu. Mereka bertemu dengan Putra
Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan. Mereka dikabarkan
menggunakan vaksin Sinopharm buatan Tiongkok. Padahal, vaksin tersebut tidak memiliki
persetujuan penggunaan di Malaysia.

Baca Juga :  Pria Pemilik 38 Istri dan 89 Anak Asal India Meninggal Dunia

Tak cukup sampai di situ, raja
juga membawa pulang 2 ribu dosis vaksin untuk keluarga dan teman-temannya.
Berita itu langsung disanggah oleh Menteri Kesehatan Malaysia Adham Baba. “Dari
mana penulis mendapatkan sumber beritanya? Dia mencoba menciptakan persepsi
negatif pada Malaysia,” tegas Adham seperti dikutip The Malaysian Insight. Dr Hanafiah Harunarashid yang dituding
sebagai orang yang menyuntikkan vaksin juga membantah tudingan netizen.

Pemerintah dan semua yang
terlibat boleh membantah, tapi bukti sudah terbuka. Sebelum ramai kritik itu,
Permaisuri Agung Tunku Azizah Iskandar mengunggah status di akun Instagram-nya.
Yaitu, dia sudah menerima dua dosis vaksin Covid-19. Gara-gara kritik yang
meluas, unggahan itu sudah dihapus. Beberapa pengikut Tunku Azizah meminta
klarifikasi, tapi dia memilih bungkam.

Akun Instragram pribadi
permaisuri yang selama ini dihandel oleh @airtangan_tunkuazizah dua hari ini
tidak bisa diakses. Kemungkinan akun tersebut sudah dihapus.

Baca Juga :  TNI Buka Peluang Carter Pesawat untuk Evakuasi WNI di Wuhan

Sentimen terhadap pemerintah kian
negatif karena ada standar ganda untuk pejabat pemerintah. Penduduk didenda
cukup banyak dan bahkan bisa dipenjara jika melanggar protokol kesehatan. Di
sisi lain, para politikus diperlakukan berbeda. Padahal, meski protokolnya
sangat ketat, angka penularan Covid-19 di Malaysia terus meroket. Selama lima
hari terakhir, angka penularan harian mencapai lebih dari 2 ribu kasus.

Tokoh oposisi Anwar Ibrahim
menuding pemerintah mempersulit pihak swasta dan negara bagian untuk
mendapatkan vaksin dari produsen. Misalnya saja pemerintah Selangor yang harus
menunggu berbulan-bulan untuk mendapatkan persetujuan membeli 2 juta dosis
vaksin. Padahal, alokasi dana sudah siap. Hal serupa juga dialami Sarawak.

”Pemerintah federal tidak perlu
menjadi entitas yang membeli dan mengelola setiap dosis,” tegas Anwar kemarin
(20/4) seperti dikutip Channel News Asia.

PROKALTENG.CO – Tagar #kerajaangagal dan #Agong tengah trending di
jagat Twitter di Malaysia. Biasanya disertai dengan kritik terkait vaksinasi
yang ditujukan kepada pemerintah serta Raja Malaysia Sultan Abdullah Ahmad
Shah. Penduduk marah karena mereka dirasa tidak adil akibat penyalahgunaan
kekuasaan dari penguasa. Dua tagar itu sudah dipakai lebih dari 10 ribu kali.

”Apakah raja kita tercinta
diam-diam melakukan vaksinasi untuk dirinya dan teman-temannya dan dengan
bantuan #kerajaangagal berusaha untuk tutup mulut?” ujar salah satu pengguna
Twitter Zhan H. seperti dikutip The Straits Times.

Kritik yang bermunculan itu
bermula dari unggahan kanal berita Asia
Sentinel
. Mereka menulis bahwa Sultan Abdullah, Menteri Luar Negeri
Hishammuddin Hussein, dan Jaksa Agung Idrus Harun sudah divaksin dalam
kunjungannya ke Uni Emirat Arab (UEA) Januari lalu. Mereka bertemu dengan Putra
Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan. Mereka dikabarkan
menggunakan vaksin Sinopharm buatan Tiongkok. Padahal, vaksin tersebut tidak memiliki
persetujuan penggunaan di Malaysia.

Baca Juga :  Pria Pemilik 38 Istri dan 89 Anak Asal India Meninggal Dunia

Tak cukup sampai di situ, raja
juga membawa pulang 2 ribu dosis vaksin untuk keluarga dan teman-temannya.
Berita itu langsung disanggah oleh Menteri Kesehatan Malaysia Adham Baba. “Dari
mana penulis mendapatkan sumber beritanya? Dia mencoba menciptakan persepsi
negatif pada Malaysia,” tegas Adham seperti dikutip The Malaysian Insight. Dr Hanafiah Harunarashid yang dituding
sebagai orang yang menyuntikkan vaksin juga membantah tudingan netizen.

Pemerintah dan semua yang
terlibat boleh membantah, tapi bukti sudah terbuka. Sebelum ramai kritik itu,
Permaisuri Agung Tunku Azizah Iskandar mengunggah status di akun Instagram-nya.
Yaitu, dia sudah menerima dua dosis vaksin Covid-19. Gara-gara kritik yang
meluas, unggahan itu sudah dihapus. Beberapa pengikut Tunku Azizah meminta
klarifikasi, tapi dia memilih bungkam.

Akun Instragram pribadi
permaisuri yang selama ini dihandel oleh @airtangan_tunkuazizah dua hari ini
tidak bisa diakses. Kemungkinan akun tersebut sudah dihapus.

Baca Juga :  TNI Buka Peluang Carter Pesawat untuk Evakuasi WNI di Wuhan

Sentimen terhadap pemerintah kian
negatif karena ada standar ganda untuk pejabat pemerintah. Penduduk didenda
cukup banyak dan bahkan bisa dipenjara jika melanggar protokol kesehatan. Di
sisi lain, para politikus diperlakukan berbeda. Padahal, meski protokolnya
sangat ketat, angka penularan Covid-19 di Malaysia terus meroket. Selama lima
hari terakhir, angka penularan harian mencapai lebih dari 2 ribu kasus.

Tokoh oposisi Anwar Ibrahim
menuding pemerintah mempersulit pihak swasta dan negara bagian untuk
mendapatkan vaksin dari produsen. Misalnya saja pemerintah Selangor yang harus
menunggu berbulan-bulan untuk mendapatkan persetujuan membeli 2 juta dosis
vaksin. Padahal, alokasi dana sudah siap. Hal serupa juga dialami Sarawak.

”Pemerintah federal tidak perlu
menjadi entitas yang membeli dan mengelola setiap dosis,” tegas Anwar kemarin
(20/4) seperti dikutip Channel News Asia.

Terpopuler

Artikel Terbaru