31.6 C
Jakarta
Monday, August 11, 2025

Israel-Al Jazeera Memanas, Lima Jurnalis Tewas dalam Serangan di Gaza

PROKALTENG.CO-Lima jurnalis Al Jazeera tewas ketika tenda liputan mereka di Kota Gaza dihantam serangan udara Israel, Minggu (10/8). Korban terdiri atas dua koresponden, seorang reporter utama, dan tiga juru kamera. Salah satunya, Anas Al-Sharif, 28, dikenal sebagai jurnalis senior Al Jazeera berbahasa Arab dengan liputan langsung dari Gaza.

Militer Israel tidak membantah penyerangan. Dalam pernyataan resmi, mereka menyebut target serangan adalah Al-Sharif yang dituduh sebagai “teroris” dan anggota Hamas. Israel mengeklaim Al-Sharif memimpin sel yang bertanggung jawab atas serangan roket.

“Beberapa waktu lalu, IDF menyerang teroris Anas Al-Sharif yang menyamar sebagai jurnalis,” tulis pernyataan IDF di Telegram.

Empat korban lainnya adalah Mohammed Qreiqeh, Ibrahim Zaher, Mohammed Noufal, dan Moamen Aliwa. Serangan terjadi di luar gerbang utama rumah sakit Kota Gaza, lokasi yang selama ini menjadi titik liputan media internasional.

Baca Juga :  Rasis, Facebook Hapus 200 Akun Orang Kulit Putih

Al Jazeera menilai peristiwa ini bagian dari pola serangan terarah Israel terhadap jurnalis sepanjang konflik 22 bulan terakhir. Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) mencatat lebih dari 200 pekerja media tewas di Gaza sejak perang pecah.

“Jurnalis adalah warga sipil dan tidak boleh menjadi sasaran. Pelabelan jurnalis sebagai militan tanpa bukti kredibel menimbulkan pertanyaan serius tentang penghormatan Israel terhadap kebebasan pers,” tegas Sara Qudah, Direktur Regional CPJ.

Kecaman serupa datang dari Sindikat Jurnalis Palestina yang menyebut peristiwa ini sebagai “kejahatan berdarah”. Reporters Without Borders (RSF) juga kembali menuntut perlindungan penuh bagi wartawan di zona konflik.

Hubungan Israel dan Al Jazeera memang telah lama memanas. Saluran berita berbasis di Qatar itu dilarang beroperasi di Israel, kantornya pernah digerebek, dan Qatar dikenal menjadi tuan rumah pimpinan politik Hamas sekaligus mediator tidak langsung kedua pihak.

Baca Juga :  Valentino Rossi dan Maverick Vinales Main TikTok di Jakarta

Pada hari yang sama, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan rencana memperluas operasi militer ke benteng terakhir Hamas di Gaza. Ia juga menjanjikan akses liputan bagi jurnalis asing, meski tetap di bawah pengawalan militer.

PBB memperingatkan rencana tersebut berisiko memicu bencana kemanusiaan baru.

“Jika rencana ini dijalankan, akan ada pengungsian paksa, pembunuhan, dan kehancuran lebih lanjut,” kata Miroslav Jenca, Asisten Sekjen PBB, di hadapan Dewan Keamanan.

Bagi warga Gaza, terutama para jurnalis, hari itu kembali membuktikan bahwa di medan perang, kamera tak selalu cukup untuk melindungi nyawa. (ali/ris/fir/jpg)

 

PROKALTENG.CO-Lima jurnalis Al Jazeera tewas ketika tenda liputan mereka di Kota Gaza dihantam serangan udara Israel, Minggu (10/8). Korban terdiri atas dua koresponden, seorang reporter utama, dan tiga juru kamera. Salah satunya, Anas Al-Sharif, 28, dikenal sebagai jurnalis senior Al Jazeera berbahasa Arab dengan liputan langsung dari Gaza.

Militer Israel tidak membantah penyerangan. Dalam pernyataan resmi, mereka menyebut target serangan adalah Al-Sharif yang dituduh sebagai “teroris” dan anggota Hamas. Israel mengeklaim Al-Sharif memimpin sel yang bertanggung jawab atas serangan roket.

“Beberapa waktu lalu, IDF menyerang teroris Anas Al-Sharif yang menyamar sebagai jurnalis,” tulis pernyataan IDF di Telegram.

Empat korban lainnya adalah Mohammed Qreiqeh, Ibrahim Zaher, Mohammed Noufal, dan Moamen Aliwa. Serangan terjadi di luar gerbang utama rumah sakit Kota Gaza, lokasi yang selama ini menjadi titik liputan media internasional.

Baca Juga :  Rasis, Facebook Hapus 200 Akun Orang Kulit Putih

Al Jazeera menilai peristiwa ini bagian dari pola serangan terarah Israel terhadap jurnalis sepanjang konflik 22 bulan terakhir. Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) mencatat lebih dari 200 pekerja media tewas di Gaza sejak perang pecah.

“Jurnalis adalah warga sipil dan tidak boleh menjadi sasaran. Pelabelan jurnalis sebagai militan tanpa bukti kredibel menimbulkan pertanyaan serius tentang penghormatan Israel terhadap kebebasan pers,” tegas Sara Qudah, Direktur Regional CPJ.

Kecaman serupa datang dari Sindikat Jurnalis Palestina yang menyebut peristiwa ini sebagai “kejahatan berdarah”. Reporters Without Borders (RSF) juga kembali menuntut perlindungan penuh bagi wartawan di zona konflik.

Hubungan Israel dan Al Jazeera memang telah lama memanas. Saluran berita berbasis di Qatar itu dilarang beroperasi di Israel, kantornya pernah digerebek, dan Qatar dikenal menjadi tuan rumah pimpinan politik Hamas sekaligus mediator tidak langsung kedua pihak.

Baca Juga :  Valentino Rossi dan Maverick Vinales Main TikTok di Jakarta

Pada hari yang sama, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan rencana memperluas operasi militer ke benteng terakhir Hamas di Gaza. Ia juga menjanjikan akses liputan bagi jurnalis asing, meski tetap di bawah pengawalan militer.

PBB memperingatkan rencana tersebut berisiko memicu bencana kemanusiaan baru.

“Jika rencana ini dijalankan, akan ada pengungsian paksa, pembunuhan, dan kehancuran lebih lanjut,” kata Miroslav Jenca, Asisten Sekjen PBB, di hadapan Dewan Keamanan.

Bagi warga Gaza, terutama para jurnalis, hari itu kembali membuktikan bahwa di medan perang, kamera tak selalu cukup untuk melindungi nyawa. (ali/ris/fir/jpg)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru

/