26.3 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

2021, UN Dihapus

JAKARTA — Wacana penghapusan ujian nasional (UN)
kembali mencuat. Akan diterapkan mulai 2021. Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sedang mengkaji hal
ini.

Namun, penghapusan sistem (UN) yang sekarang dikenal dengan Ujian Nasional
Berbasis Komputer (UNBK) belum bisa dilakukan tahun depan.

Alasannya, UNBK tahun depan sudah ditetapkan oleh pemerintah. Artinya, UN
tetap harus digelar pada 2020. BSNP sepakat ketika Mendikbud Nadiem Anwar
Makarim menghapuskannya pada 2021 nanti.

Anggota BSNP Kemendikbud Doni A Koesoema mengatakan penghapusan ujian
nasional tak mesti menyeluruh untuk semua tingkatan sekolah. Khusus SMA, tetap
penting sebagai ukuran nilai standar nasional dan nilai untuk masuk perguruan
tinggi.

Sementara untuk SD dan SMP, baginya tak ada masalah UN dihapuskan. Pasalnya
perolehan nilai UN untuk tingkatan ini belum bisa menjadi ukuran kepintaran
mereka. Jadi tingkatan SD dan SMP, cukup digelar tes kompetensi saja.

“SMK juga nggak perlu UN. Karena arah kita untuk SMK itu langsung masuk
Politeknik. Hanya SMA yang tetap ada, sebagai salah satu syarat untuk
penerimaan perguruan tinggi,” ungkap pria yang akrab disapa Doni tersebut,
Rabu, 27 November.

Efisiensi Anggaran

Penghapusan UN, menurut Doni, bisa menekan biaya yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Artinya, bisa dilakukan efisiensi bagi pengeluaran Kemendikbud.
Salah satu sektor kegiatan yang membutuhkan anggaran besar adalah UN.

Baca Juga :  Pembahasan RUU Omnibus Law Diperkirakan Bakal Tertunda

Setiap tahun, Kemendikbud menghabiskan anggaran Rp300 miliar untuk
pembelian komputer selama UNBK. Anggaran yang menurut Doni sangat besar.

Kepala Bidang Sinkronasi Kebijakan Paska Kemendibud, Kurniawan menjelaskan,
kebijakan UN tersebut masih dalam tahap kajian. Mendikbud baru akan mengeluarkan
hasilnya, setelah 100 hari jabatannya.

“Kita tunggu saja, apa kebijakan yang dikeluarkan Mas Menteri. Karena
penghapusan itu kan masih dalam tahap evaluasi. Setelah 100 hari akan kelihatan
apa perencanaan beliau di Kemendikbud,” tambahnya.

Pangkas HOTS

Panitia UNBK Kemendikbud juga akan memangkas jumlah soal Higher Order
Thinking Skil (HOTS) pada UNBK 2020 mendatang. Pemangkasan ini dilakukan atas
keluhan para siswa selama ini.

Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Kemendikbud, Doni A Koesoema
mengatakan, untuk tahun depan persentase soal HOTS (daya nalar tinggi) akan
dikurangi. Awalnya, sebanyak 25 persen. Akan tetapi, untuk 2020 mendatang
jumlahnya dipangkas menjadi 20 persen.

Dia juga sudah meminta agar tim penyusun soal nantinya tak membuat esai
yang membingungkan siswa. Seperti pada UNBK tahun ini, banyak yang mengeluh
lantaran jenis soalnya tak masuk akal. Sulit diterima oleh nalar mereka.

Baca Juga :  Mal Kembali Tutup, Pengusaha: Akan Banyak PHK Lagi!

“Saya kira 20 persen itu sudah cukup bagus. Sistem soal esai juga tetap
ada, akan tetapi bacaan soalnya harus yang mudah dicerna. Beda dengan yang
lalu, Matematika itu bikin susah siswa,” bebernya kepada FAJAR, saat ditemui di
LAN RI, siang kemarin.

Evaluasi PPDB

Doni A Koesoema juga tengah mengevaluasi pelaksanaan penerimaan peserta
didik baru (PPDB). Banyak masalah yang terjadi atas sistem penerimaan ini,
termasuk di daerah.

Salah satu persoalan, kata dia, adalah pindah masuk massal dari sekolah
swasta ke sekolah negeri. Pada tahun pertama, sekolah negeri menerima banyak
pindahan siswa dari sekolah swasta, yang tak terbendung.

Momen ini pun, kata dia, dijadikan ladang pendapatan baru oleh sekolah dan
oknum tertentu. “Sistem ini diakali. Swasta dijadikan penitipan sementara,
setelah tahun pertama usai, mereka lalu masuk ke sekolah negeri,” bebernya.

Aktivitas menerima pindahan siswa swasta pun, akan dilarang. Fenomena ini
menurutnya banyak terjadi di kota besar. Terutama sekolah yang menjadi tujuan
favorit. Mengakalinya, dengan menitip calon siswa ke swasta.

Deputy I Pusat Kajian Kebijakan LAN, Rizal mengatakan, pihaknya sudah
memberi rekomendasi agar Kemendikbud mengevaluasi pelaksanaan PPDB. Persoalan
utama adalah ketimpangan jumlah tingkatan sekolah yang tak seimbang. (fajar/kpc)

JAKARTA — Wacana penghapusan ujian nasional (UN)
kembali mencuat. Akan diterapkan mulai 2021. Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sedang mengkaji hal
ini.

Namun, penghapusan sistem (UN) yang sekarang dikenal dengan Ujian Nasional
Berbasis Komputer (UNBK) belum bisa dilakukan tahun depan.

Alasannya, UNBK tahun depan sudah ditetapkan oleh pemerintah. Artinya, UN
tetap harus digelar pada 2020. BSNP sepakat ketika Mendikbud Nadiem Anwar
Makarim menghapuskannya pada 2021 nanti.

Anggota BSNP Kemendikbud Doni A Koesoema mengatakan penghapusan ujian
nasional tak mesti menyeluruh untuk semua tingkatan sekolah. Khusus SMA, tetap
penting sebagai ukuran nilai standar nasional dan nilai untuk masuk perguruan
tinggi.

Sementara untuk SD dan SMP, baginya tak ada masalah UN dihapuskan. Pasalnya
perolehan nilai UN untuk tingkatan ini belum bisa menjadi ukuran kepintaran
mereka. Jadi tingkatan SD dan SMP, cukup digelar tes kompetensi saja.

“SMK juga nggak perlu UN. Karena arah kita untuk SMK itu langsung masuk
Politeknik. Hanya SMA yang tetap ada, sebagai salah satu syarat untuk
penerimaan perguruan tinggi,” ungkap pria yang akrab disapa Doni tersebut,
Rabu, 27 November.

Efisiensi Anggaran

Penghapusan UN, menurut Doni, bisa menekan biaya yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Artinya, bisa dilakukan efisiensi bagi pengeluaran Kemendikbud.
Salah satu sektor kegiatan yang membutuhkan anggaran besar adalah UN.

Baca Juga :  Pembahasan RUU Omnibus Law Diperkirakan Bakal Tertunda

Setiap tahun, Kemendikbud menghabiskan anggaran Rp300 miliar untuk
pembelian komputer selama UNBK. Anggaran yang menurut Doni sangat besar.

Kepala Bidang Sinkronasi Kebijakan Paska Kemendibud, Kurniawan menjelaskan,
kebijakan UN tersebut masih dalam tahap kajian. Mendikbud baru akan mengeluarkan
hasilnya, setelah 100 hari jabatannya.

“Kita tunggu saja, apa kebijakan yang dikeluarkan Mas Menteri. Karena
penghapusan itu kan masih dalam tahap evaluasi. Setelah 100 hari akan kelihatan
apa perencanaan beliau di Kemendikbud,” tambahnya.

Pangkas HOTS

Panitia UNBK Kemendikbud juga akan memangkas jumlah soal Higher Order
Thinking Skil (HOTS) pada UNBK 2020 mendatang. Pemangkasan ini dilakukan atas
keluhan para siswa selama ini.

Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Kemendikbud, Doni A Koesoema
mengatakan, untuk tahun depan persentase soal HOTS (daya nalar tinggi) akan
dikurangi. Awalnya, sebanyak 25 persen. Akan tetapi, untuk 2020 mendatang
jumlahnya dipangkas menjadi 20 persen.

Dia juga sudah meminta agar tim penyusun soal nantinya tak membuat esai
yang membingungkan siswa. Seperti pada UNBK tahun ini, banyak yang mengeluh
lantaran jenis soalnya tak masuk akal. Sulit diterima oleh nalar mereka.

Baca Juga :  Mal Kembali Tutup, Pengusaha: Akan Banyak PHK Lagi!

“Saya kira 20 persen itu sudah cukup bagus. Sistem soal esai juga tetap
ada, akan tetapi bacaan soalnya harus yang mudah dicerna. Beda dengan yang
lalu, Matematika itu bikin susah siswa,” bebernya kepada FAJAR, saat ditemui di
LAN RI, siang kemarin.

Evaluasi PPDB

Doni A Koesoema juga tengah mengevaluasi pelaksanaan penerimaan peserta
didik baru (PPDB). Banyak masalah yang terjadi atas sistem penerimaan ini,
termasuk di daerah.

Salah satu persoalan, kata dia, adalah pindah masuk massal dari sekolah
swasta ke sekolah negeri. Pada tahun pertama, sekolah negeri menerima banyak
pindahan siswa dari sekolah swasta, yang tak terbendung.

Momen ini pun, kata dia, dijadikan ladang pendapatan baru oleh sekolah dan
oknum tertentu. “Sistem ini diakali. Swasta dijadikan penitipan sementara,
setelah tahun pertama usai, mereka lalu masuk ke sekolah negeri,” bebernya.

Aktivitas menerima pindahan siswa swasta pun, akan dilarang. Fenomena ini
menurutnya banyak terjadi di kota besar. Terutama sekolah yang menjadi tujuan
favorit. Mengakalinya, dengan menitip calon siswa ke swasta.

Deputy I Pusat Kajian Kebijakan LAN, Rizal mengatakan, pihaknya sudah
memberi rekomendasi agar Kemendikbud mengevaluasi pelaksanaan PPDB. Persoalan
utama adalah ketimpangan jumlah tingkatan sekolah yang tak seimbang. (fajar/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru